Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
JAKARTA — Pertumbuhan minat dunia pada kendaraan listrik meningkatkan permintaan terhadap nikel sebagai bahan baku utama baterainya. Tak terkecuali nikel asal Indonesia. International Energy Agency (IEA) menyatakan Indonesia bakal menjadi salah satu tumpuan di masa depan.
Dalam laporannya yang berjudul Global Supply Chains of EV Batteries, IEA mencatat permintaan baterai kendaraan listrik akan mencapai lebih dari 3.500 gigawatt jam (GWh) pada 2030. "Untuk memenuhi permintaan yang diproyeksikan dalam Announced Pledges Scenario, diperlukan 60 tambang nikel baru sampai 2030 dengan asumsi rata-rata produksi tambang tahunan mencapai 38 ribu ton," begitu tertulis dalam dokumen yang dirilis pada Juli lalu itu.
Kebutuhan tersebut diproyeksikan bakal dipenuhi, terutama, oleh Rusia. Negara ini merupakan salah satu penghasil nikel kelas satu terbesar di dunia, sekitar 20 persen dari produksi global. Baterai kendaraan listrik membutuhkan nikel kelas satu yang memiliki kandungan nikel di atas 99,8 persen.
Namun muncul kekhawatiran pasokannya tersendat akibat invasi Rusia ke Ukraina. Selain itu, selama dua tahun terakhir, produksi nikel terhambat pandemi Covid-19 dan terganggu oleh penurunan harga litium.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo