Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
PLTS Cirata membutuhkan investasi senilai Rp 2,08 triliun.
Pembangkit listrik terapung ini dijadwalkan beroperasi pada November 2022.
PLTS Cirata mampu mengurangi produksi karbon dioksida.
JAKARTA – Proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat, mulai memasuki tahap konstruksi. PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi (PMSE) optimistis mampu menyelesaikan pembangunan proyek strategis nasional ini pada akhir 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tahap konstruksi berjalan setelah konsorsium menandatangani perjanjian pembiayaan dengan Sumitomo Mitsui Banking Corp, Societe Generale, serta Standard Chartered Bank pada 2 Agustus lalu. "Lender kami memberi konfirmasi bahwa semua syarat telah terpenuhi untuk dapat mendanai proyek ini," ujar Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa Bali, Gong Matua Hasibuan, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proyek yang dirintis pada Januari 2020 ini membutuhkan investasi sekitar US$ 1 juta untuk menghasilkan 1 MW listrik. Dengan kapasitas pembangkit sebesar 145 MWAc, total dana yang dibutuhkan sekitar US$ 145 juta (Rp 2,08 triliun). Tiga kreditor akan menyumbangkan 80 persen dari total kebutuhan dana. Adapun sisanya dipenuhi oleh konsorsium. Saat ini, cucu usaha PT PLN (Persero), yaitu PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi, menguasai 51 persen saham konsorsium. Sisanya dimiliki oleh Masdar, anak usaha Mubadala, perusahaan asal Uni Emirat Arab.
Pekerjaan konstruksi PLTS Cirata rencananya berlangsung selama 18 bulan. Dalam proses pembangunannya, proyek ini akan melibatkan 500-800 pekerja. Perusahaan menargetkan pembangkit listrik terapung pertama di Indonesia ini beroperasi pada November 2022.
Direktur Operasi PMSE, Dimas Kaharudin, menyatakan pembangunan PLTS terapung cukup menantang. Berbeda dari PLTS biasa, pembangkit di atas waduk ini membutuhkan floater (pelampung) dan infrastruktur penopang. "Waduk Cirata kedalamannya 100 meter dengan lereng relatif curam. Ini menjadi tantangan untuk membuat PLTS apung yang aman, andal, dan bisa bertahan 25 tahun," tuturnya. Pembangkit ini dibangun dengan skema build, own, operate, and transfer selama 25 tahun.
Petugas memeriksa panel surya sebelum peresmian pembangunan pertama PLTS terapung Cirata di kawasan Waduk Cirata, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 17 Desember 2020. ANTARA/M. Agung Rajasa
Untuk memastikan pembangkit bertahan lama, perusahaan telah mengamankan komponen-komponen utamanya. Dimas menyatakan kontraktor penyedia panel surya dan floater telah bersedia membangun industri di dalam negeri. "Diharapkan kedua industri ini akan mempermudah pengembangan PLTS terapung berikutnya karena (harga) peralatan utamanya akan makin kompetitif," kata dia.
Setelah beroperasi nanti, PLTS terapung di Waduk Cirata ini akan menjadi pembangkit sejenis yang terbesar di Asia Tenggara. Listrik yang dihasilkan akan disambungkan dengan Gardu Induk Cirata menggunakan transmisi bertegangan 150 kV. Harga listrik dari proyek ini dibanderol senilai US$ 5,8179 sen per kWh.
PLTS terapung pertama.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dadan Kusdiana, menyatakan harga listrik dari PLTS tersebut akan menjadi tolok ukur bagi pengembangan pembangkit sejenis di dalam negeri.
Dia mencatat PLTS serupa di beberapa lokasi dapat menghasilkan listrik di bawah US$ 4 sen per kWh. Dengan tren harga yang makin kompetitif, pemerintah mengharapkan PLN bisa mendorong lebih banyak pembangunan PLTS. Saat ini terdapat potensi daya sebesar 28 GW untuk PLTS terapung dengan memanfaatkan waduk dan danau di 375 lokasi.
Dadan menyebutkan pengembangan PLTS terapung menjadi salah satu cara pemerintah mencapai target bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Pemerintah juga berharap proyek ini bisa membantu pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan upaya sendiri pada 2030. Dia mengklaim PLTS Cirata mampu mengurangi produksi karbon dioksida sebesar 214 ribu ton per tahun.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo