Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemerintah akan membubarkan Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan mengganti dengan badan usaha milik negara (BUMN) khusus. Rencana tersebut masuk dalam omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi, Politik, Hukum, dan Keamanan Kementerian Koordinator Perekonomian, Elen Setiadi, menyatakan aturan itu dibuat untuk memenuhi amanat Mahkamah Konstitusi. "Kami menyiapkan koridor hukumnya karena selama ini belum ada perubahan atas Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi," ujar dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) pada 2012. Lembaga tersebut dinilai tidak efisien dan statusnya sebagai perwakilan negara yang berkontrak dengan pelaku usaha dianggap mendegradasi kedaulatan negara. Mahkamah mengamanatkan agar kegiatan hulu migas diserahkan kepada BUMN.
Putusan tersebut menjadi pemicu revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Amanat Mahkamah Konstitusi mengenai badan usaha negara pelaksana kegiatan hulu migas dimasukkan dalam rancangan perubahan regulasi tersebut. Selagi menunggu perubahan itulah pemerintah membentuk SKK Migas. Namun pemerintah dan Parlemen tak kunjung menuntaskan revisi undang-undang hingga sekarang.
Pemerintah memanfaatkan pembentukan omnibus law untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi yang belum ditindaklanjuti. Melalui Pasal 41 Undang-Undang Cipta Kerja, pemerintah menyatakan sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Migas akan diubah, salah satunya dengan menyisipkan sejumlah pasal baru, seperti Pasal 4A dan 16A.
Melalui Pasal 4A pemerintah mengatur pembentukan BUMN khusus sebagai pelaksana kegiatan usaha hulu migas. Entitas ini akan bekerja sama dengan badan usaha melalui kontrak kerja sama. Nantinya badan tersebut akan bertanggung jawab kepada pemerintah pusat.
Pasal 64A menjelaskan bahwa BUMN khusus akan menggantikan tugas SKK Migas. "Semua hak dan kewajiban serta akibat yang timbul terhadap SKK Migas dari kontrak kerja sama beralih kepada BUMN khusus," begitu bunyi pasal tersebut.
Pengamat hukum dari Universitas Tarumanegara yang ikut merumuskan RUU Cipta Kerja, Ahmad Redi, mengatakan pembentukan BUMN khusus akan diatur dalam peraturan pemerintah. "Nanti akan ditentukan siapa yang akan menjadi BUMN khusus tersebut," kata dia.
Opsi yang memungkinkan antara lain menjadikan badan usaha yang telah berdiri seperti PT Pertamina atau mengubah status SKK Migas menjadi BUMN khusus.
Peneliti Indef, Abra El Talattov, mengatakan kebijakan itu berpotensi menimbulkan benturan dengan induk perusahaan. Seandainya rancangan aturan itu disahkan, ia khawatir akan ada potensi benturan antara BUMN khusus dan tugas Pertamina sebagai induk holding migas. Menurut dia, keduanya memiliki fungsi dan semangat yang sama. "Walau sebenarnya BUMN khusus tersebut dapat melakukan kerja sama dengan badan usaha atau badan usaha tetap lainnya," tutur dia.
Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Redi, menyatakan pembentukan BUMN khusus dapat membantu memperbaiki iklim investasi migas di dalam negeri. SKK Migas yang berada di bawah Kementerian Energi menjalin kerja sama dengan badan usaha dinilai tidak lazim dan riskan. Dia mencontohkan, saat kontrak kerja sama mengalami sengketa, aset negara dapat disita. "Kalau sebagai business entity, hubungannya business to business, bukan government to business lagi," kata dia. FRANCISCA CHRISTY ROSANA | VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo