Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah akan mengganti sebagian lahan pemegang konsesi hutan tanaman industri (HTI) yang ada di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Meski belum detail mekanisme kompensasi penggantian lahan tersebut, pemerintah memastikan pemindahan dilakukan ke tempat lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Memang kan sebagian besar ada HPH (hak pengusahaan hutan) yang sudah berakhir, yang tidak diperpanjang. Lalu yang punya HTI akan meninggalkan lokasi karena (izinnya) selesai. Sebagian lainnya akan dipindahkan ke tempat lain,” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa dalam wawancara dengan Tempo di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 25 Januari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pemerintah menetapkan luas daratan IKN 256,1 ribu hektare. Dari lahan tersebut, 199,9 ribu hektare akan menjadi kawasan pengembangan ibu kota, sedangkan 56,1 ribu sisanya dimanfaatkan sebagai cikal bakal kawasan IKN Nusantara.
Suharso memastikan langkah-langkah penyelesaian masalah lahan tidak akan mengabaikan masyarakat adat yang terdampak, baik di kawasan IKN maupun wilayah hutan lainnya. Pemerintah, kata dia, akan mengutamakan hak atas tanah masyarakat.
Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muhammad Arman sudah menduga ada mekanisme tukar guling dalam penyelesaian lahan HTI di wilayah ibu kota baru. Arman mengatakan penggantian lahan ini menambah kerentanan bagi keberadaan masyarakat adat, baik di kawasan Kalimantan Timur maupun wilayah lainnya.
“Tidak mungkin kalau perusahaan sudah investasi banyak, lahan itu lalu diserahkan begitu saja untuk IKN. Pasti ada tukar guling dan ini perlu dilihat potensi keterhubungannya dengan masyarakat adat di tempat lain,” kata Arman saat dihubungi, Rabu, 26 Januari.
Arman memperkirakan Sulawesi dan Papua memiliki kemungkinan paling besar untuk menjadi lokasi ganti lahan. Dua pulau itu relatif memiliki kawasan hutan paling besar ketimbang wilayah lainnya.“Bisa juga Kalimantan Utara karena di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat, hutannya mulai habis,” tuturnya.
Selain mengancam masyarakat adat, kebijakan tukar guling dikhawatirkan membuka ruang korupsi baru. Arman mengatakan, selama ini pemerintah acap tak transparan dalam menjalankan mekanisme penggantian lahan di wilayah konsesi untuk pembangunan.“Undang-undang IKN saja bisa dikebut, apalagi hanya soal kebijakan,” ucapnya.