Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pajak karbon dapat dikenakan kepada industri berskala besar seperti pembangkit listrik.
Pajak karbon juga bisa diterapkan bagi konsumen mobil di atas 2.500 cc dan pengguna pesawat.
Pembatasan emisi akan mendorong berkembangnya energi terbarukan.
JAKARTA — Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform, Fabby Tumiwa, mengingatkan pemerintah agar berhati-hati merancang aturan perdagangan karbon dioksida (CO2). Penciptaan pasar menjadi salah satu hal yang perlu menjadi perhatian utama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fabby menyatakan karbon dioksida saja tidak memiliki nilai intrinsik. Produksi zat asam arang ini harus dibatasi agar menarik untuk diperjualbelikan. "Pemerintah harus mengatur secara ketat hak untuk mengemisi CO2," kata dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, instrumen seperti pajak karbon bisa efektif mendorong entitas bisnis menurunkan kadar emisi CO2. Penerapannya bisa dimulai dari sektor energi, yaitu bahan bakar minyak, karena penggunaannya yang masif. Instrumen lainnya adalah penerapan cap and trade atau pembatasan total produksi CO2.
Entitas yang memproduksi CO2 lebih dari batasannya akan dikenakan sanksi. Fabby menilai skema ini cocok diterapkan pada industri skala besar seperti pembangkit listrik.
Kapal tongkang pembawa batu bara melintasi aliran Sungai Batanghari di Kabupaten Muarojambi, Jambi. ANTARA/Wahdi Septiawan
Peneliti ahli utama di Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Maxensius Tri Sambodo, menyatakan penerapan pajak karbon akan membuka kesempatan bagi berkembangnya sumber-sumber energi terbarukan yang rendah emisi. Namun besaran pajaknya perlu ditentukan secara cermat agar regulasi ini berjalan efektif. Pemerintah juga perlu menyiapkan metode evaluasi dan pengawasan.
"Program ini dapat dilakukan secara progresif untuk mempercepat perubahan perilaku," kata dia.
Associate Center of Innovation and Digital Economy Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, menyatakan penerapan pajak karbon perlu dilakukan dengan cermat agar tak memicu penolakan. Di Prancis, penerapan pajak karbon ditolak sopir truk karena membuat harga bahan bakar minyak meningkat.
Bhima mengusulkan pajak karbon diterapkan bagi konsumen mobil di atas 2.500 cc, lalu diperluas secara bertahap. "Setidaknya akan lebih mudah menggeser pembelian mobil BBM berkapasitas mesin besar ke mobil listrik," kata dia. Pajak juga bisa diterapkan pada tarif pesawat premium.
Pemerintah sedang menyusun aturan tentang nilai ekonomi karbon. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kebijakan ini akan mengatur detail teknis perdagangan karbon sekaligus instrumennya. "Kebijakan ini akan segera ditetapkan dalam peraturan presiden tentang nilai ekonomi karbon," kata dia.
Luhut menyatakan Indonesia memiliki cadangan karbon yang besar, jumlahnya 75-80 persen dari cadangan karbon dunia. Sumber terbesarnya berasal dari hutan mangrove yang menyimpan 20 persen cadangan dunia atau setara dengan 33 gigaton.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tengah menyiapkan uji coba perdagangan karbon untuk mengeksekusi target penurunan emisi gas rumah kaca. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Rida Mulyana, menyatakan terdapat 80 unit pembangkit listrik tenaga uap yang siap dites. "Dari 80 pembangkit, 54 unit milik PLN dan sisanya milik produsen listrik swasta," tuturnya.
Sebanyak 51 unit pembangkit berkapasitas 100-400 megawatt, sedangkan 19 unit lainnya memiliki kapasitas lebih dari 400 megawatt. Selain itu, terdapat 10 pembangkit mulut tambang berkapasitas 100-400 megawatt yang turut diuji coba.
Pemerintah akan menerapkan skema cap, trade, dan offset di pembangkit tersebut. Dalam skema cap, pemerintah menentukan batas emisi yang bisa diproduksi. Sedangkan trade merupakan selisih tingkat emisi terhadap cap. Offset adalah penggunaan kredit karbon.
FRANCISCA CHRISTY | ANTARA | VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo