Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pemerintah Genjot Investasi Industri Makanan-Minuman

Nilai investasi yang masuk selama semester I Rp 31,9 triliun.

1 Agustus 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARAWANG - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menuturkan pertumbuhan sektor industri makanan dan minuman pada triwulan pertama tumbuh 6,77 persen atau di atas pertumbuhan ekonomi sebesar 5,07 persen. Airlangga menuturkan sektor ini mampu menarik investasi sebesar US$ 383 juta dan Rp 8,9 triliun sampai dengan triwulan I 2019. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja sampai dengan 1,2 juta orang pada 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sektor industri makanan dan minuman memiliki potensi pertumbuhan yang besar karena didukung oleh sumber daya alam dan permintaan domestik yang besar," ujar Airlangga dalam acara peletakan batu pertama perluasan pabrik PT Nestlé Indonesia, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Airlangga menuturkan kontribusi sektor makanan dan minuman tercatat sebesar 35,58 persen dari sektor industri non-minyak dan gas serta 6,35 persen dari produk domestik bruto nasional. Pada 2018, ekspor industri makanan dan minuman masing-masing tumbuh sebesar 11,71 persen dan 3,16 persen.

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Januari-Juni 2019 mencatat realisasi investasi sektor makanan dan minuman mencapai Rp 31,9 triliun. Angka ini berkontribusi sebesar 8,1 persen dari total investasi.

Kemarin, PT Nestlé Indonesia meletakkan batu pertama perluasan tiga pabriknya yang ada di Karawang, Jawa Barat; Kejayan, Jawa Timur; dan Panjang, Lampung. Adapun total investasinya sebesar US$ 100 juta atau Rp 1,4 triliun. Perluasan pabrik tersebut direncanakan untuk memproduksi beberapa produk yang telah ada maupun akan hadir di Indonesia, seperti produk minuman Bear Brand dan Milo, serta penyedap rasa Maggi.

"Khususnya Nestlé, pertumbuhannya bisa dua kali lipat dari pertumbuhan industri rata-rata. Memang wajar Nestlé itu ekspansi," ujar Airlangga.

Airlangga mencontohkan rata-rata konsumsi susu masih sekitar 16,9 kilogram per kapita, sedangkan beberapa negara lain sudah mencapai 36,2 kilogram per kapita. Artinya, kata Airlangga, pertumbuhan industri makanan dan minuman memiliki potensi yang cukup besar.

Untuk menggenjot investasi, Airlangga menuturkan pemerintah sudah menawarkan sejumlah insentif lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019. Kebijakan tersebut mengatur pemberian insentif super deduction tax sebesar 200 persen bagi perusahaan yang melakukan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu. Insentif 300 persen bagi perusahaan yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia.

"Insentif tersebut melengkapi insentif yang saat ini telah berjalan, yaitu tax holiday, tax allowance, dan pembebasan bea masuk atas impor mesin," kata Airlangga.

Presiden Direktur Nestlé Indonesia, Dharnesh Gordhon, menuturkan ekspansi didorong oleh kesempatan bisnis yang semakin kondusif di Indonesia, serta permintaan konsumen terhadap produk makanan dan minuman yang tinggi. Peningkatan investasi ini ditargetkan menambah total kapasitas produksi PT Nestlé Indonesia dari 620 ribu ton per tahun menjadi 775 ribu ton per tahun atau naik 25 persen.

"Melalui investasi ini, kami berharap dapat meningkatkan produktivitas petani dan peternak sebagai pemasok bahan baku kami, dan juga kualitas produksi," kata Gordhon.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman, mengatakan akan mendukung pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan industri hingga dua digit sampai akhir tahun ini dengan berbagai upaya. Asosiasi sudah mengajukan beberapa kendala dan fokus penguatan industri kepada pemerintah. Salah satu yang perlu jadi perhatian, kata Adhi, adalah percepatan penerapan industri 4.0 beserta insentif yang diberikan.

Selain itu, dia meminta agar pemerintah juga mengevaluasi ketersediaan bahan baku yang dianggap masih menyulitkan industri. "Terutama bahan baku impor," ujarnya. Menurut Adhi, masih ada yang belum sinkron di antara kebijakan kementerian terkait. "Contohnya saat ini garam. Yang lainnya, seperti bawang putih, susu, daging, dan lainnya biayanya masih tinggi."

LARISSA HUDA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus