Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Pemerintah Jaga Daya Beli Kalangan Menengah

Dikeluhkan pelaku usaha retail.

6 Juni 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Pemerintah menempuh berbagai upaya mendorong konsumsi masyarakat. Rendahnya inflasi empat bulan terakhir menjadi indikator lemahnya sisi permintaan terhadap perekonomian. "Kami memberikan perhatian kepada konsumsi rumah tangga, khususnya untuk konsumsi masyarakat kelas menengah dan atas. Sebab, kelompok bawah masih punya banyak program pemerintah," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat kemarin membahas Kerangka Ekonomi Makro 2019. Rapat kerja menyepakati target pertumbuhan ekonomi tahun depan di rentang 5,2-5,6 persen. Inflasi diproyeksikan 2,5-4,5 persen; nilai tukar Rp 13.700-14.000 per dolar AS; dan suku bunga SPN tiga bulan di kisaran 4,6-5,2 persen. Asumsi makro ini akan digunakan pemerintah untuk menyusun Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sri mengatakan ada empat risiko yang bakal mempengaruhi perekonomian tahun depan. "Risiko pertama adalah tren preferensi konsumsi masyarakat yang lebih memilih tabungan dan perubahan pola konsumsi, tapi tidak tersalurkan kembali ke sektor riil," ujarnya. Adapun tiga risiko lainnya meliputi potensi investor menahan investasi langsung karena menunggu dari hasil Pemilu 2019, kelanjutan normalisasi kebijakan moneter global, dan kebijakan proteksionisme perdagangan Amerika Serikat.

Senin lalu, Badan Pusat Statistik mengumumkan tingkat inflasi pada Mei 2018 sebesar 0,21 persen. Secara tahunan, inflasi bulan lalu sebesar 3,23 persen. Adapun pemerintah dan Bank Indonesia menargetkan inflasi tahun ini terjaga di kisaran 3,5 plus-minus 1 persen.

Sebagian kalangan peretail menilai rendahnya inflasi sebagai pertanda perlambatan daya beli masyarakat. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menuding rendahnya konsumsi masyarakat sebagai biang kinerja industri retail sepanjang kuartal pertama tak menggembirakan.

Hingga Maret lalu, industri retail hanya tumbuh 1,5 persen, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 2,5 persen. "Produktivitas masyarakat menengah ke atas ada sentimen negatif dari kondisi ekonomi global sehingga mereka menahan konsumsi," kata Roy.

Karena itu, Roy berharap adanya aliran dana tunjangan hari raya dan gaji ke-13 pegawai negeri akan menjadi peluang untuk mendongkrak daya beli masyarakat dan pertumbuhan konsumsi pada pertengahan tahun ini. "Jadi kami berharap konsumsi akan lebih baik sehingga industri retail dapat tumbuh 15-20 persen dari tahun lalu," kata dia.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Ke-menterian Keuangan, Adrianto, menampik anggapan rendahnya inflasi bukti daya beli masyarakat sedang rendah. "Kalau daya beli ini bukan isu ya, karena masyarakat masih ada yang belanja, jadi sudah mulai membaik," ujarnya. CHITRA PARAMAESTI | ANTARA | GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus