Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Meraup Untung Sambil Jaga Lingkungan

Pemerintah melirik pengembangan ekonomi sirkular sebagai model bisnis yang memungkinkan kegiatan ekonomi berjalan sambil tetap menjaga lingkungan. Implementasi ekonomi sirkular berpotensi menghasilkan tambahan PDB sebesar Rp 593-638 triliun dan 4,4 juta lapangan kerja baru.

29 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kegiatan ekonomi linear menguras sumber daya alam dan mengancam lingkungan hidup.

  • Ekonomi sirkular menjaga produk dapat digunakan selama mungkin dan meminimalkan limbah.

  • Implementasi ekonomi sirkular berpotensi menghasilkan tambahan PDB sebesar Rp 593-638 triliun.

JAKARTA — Pemerintah melirik pengembangan ekonomi sirkular. Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Medrilzam, menyatakan model bisnis ini memungkinkan kegiatan ekonomi berjalan sambil tetap menjaga lingkungan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selama ini, kegiatan bisnis dilakukan dengan skema ambil, buat, dan buang. Dalam kegiatan yang disebut ekonomi linear ini, produsen terus-menerus mengambil sumber daya alam untuk menciptakan produk baru, yang akan berakhir sebagai sampah. Mengutip data Circularity Gap Report yang diluncurkan pada tahun ini, ekonomi linear menghabiskan hingga 100 miliar ton material per tahun dan membuang lebih dari 90 persennya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dampak dari bisnis tersebut adalah potensi habisnya sumber daya yang tersedia. Selain itu, ancaman kerusakan lingkungan. Salah satunya hal yang paling terasa adalah kenaikan temperatur global.

Medrilzam menyatakan bahwa ekonomi sirkular bisa menjadi solusi atas kondisi tersebut. "Dengan skema ini, kita bisa mencegah penggunaan bahan baku besar-besaran yang membuat sumber daya kita berkurang dan mencemari lingkungan," tuturnya, kemarin, 28 Maret. Sebab, fokus kegiatan sirkular adalah menjaga produk dan bahan yang digunakan selama mungkin, meminimalkan limbah, serta meregenerasi sistem di alam.

Penjualan kain di Jakarta. Tempo/Tony Hartawan

Di dalam negeri, bisnis ini berpotensi diterapkan di lima sektor industri, yaitu makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, retail, serta peralatan elektrik dan elektronik. Dalam kajian Bappenas bersama United Nations Development Program yang didukung pemerintah Denmark, praktik bisnis di kelima sektor ini belum efisien dan menghasilkan banyak limbah.

Pada 2019, kelima industri tersebut menyumbang hampir sepertiga dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia dan melibatkan lebih dari 43 juta orang pekerja. Jika skema bisnisnya diubah, kegiatan bisnis di sektor tersebut berpotensi menghasilkan tambahan PDB sebesar Rp 593-638 triliun pada 2030. Selain itu, bakal ada 4,4 juta lapangan kerja baru.

Dari sisi lingkungan, limbah di tiap sektor bisa berkurang 18-52 persen dari 2019 ke 2030. Dampak lainnya adalah pengurangan emisi karbondioksida ekuivalen (CO2e) sebesar 126 juta ton dan penghematan penggunaan air sebanyak 6,3 miliar meter kubik.

Meski menguntungkan, Medrizal menyatakan implementasinya tak mudah. Pemahaman soal pentingnya ekonomi sirkular masih harus ditingkatkan. Dukungan regulasi juga masih digodok. "Yang tidak kalah penting adalah standardisasi produk untuk menciptakan ekosistem," kata dia.

Head of Environment Unit UNDP Indonesia, Agus Prabowo, menyatakan ekonomi sirkular sudah banyak diterapkan di luar negeri. Negara-negara Eropa, contohnya, telah meluncurkan rencana aksi implementasi ekonomi sirkular. Regulasi tersebut dibuat pada Maret 2020 untuk mendukung target Uni Eropa mencapai netral karbon pada 2050. Benua itu berfokus pada tujuh sektor industri, yaitu teknologi informasi dan komunikasi, kendaraan dan baterai, tekstil, kemasan, plastik, konstruksi dan bangunan, serta makanan, air, dan nutrien.

Agus menyatakan penerapan ekonomi sirkular di Indonesia masih dalam proses meraba. Dia berharap segera muncul strategi konkret untuk merealisasinya. "Ini momentum kita. Kita harus berproduksi, mengkonsumsi, dengan super-efisien dan efektif, sehingga barangkali suatu saat kita tidak mengenal sampah," ujarnya.

CEO sekaligus pendiri Waste4Change, Bijaksana Junerosano, menuturkan bahwa Indonesia juga bisa menerapkan ekonomi sirkular. Di dalam negeri, tak sedikit pihak yang sudah menjalankannya. Dia mencontohkan Gojek, yang memiliki strategi bisnis berbagi aset; serta Ruang Guru, yang mengganti pembelajaran menggunakan buku menjadi kelas virtual. Bahkan bisnis reparasi televisi dan barang elektronik lainnya masuk kategori ekonomi sirkular. "Jadi, terbukti masih bisa menghasilkan keuntungan sambil menjaga lingkungan," ujarnya.

VINDRY FLORENTIN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus