Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah hendak mengubah porsi saham BUMN di proyek kereta cepat.
Kereta cepat ditargetkan beroperasi bertepatan dengan KTT G20 pada 2022.
Berkurangnya saham Indonesia berpotensi mengurangi recurring income dari pengoperasian kereta cepat.
JAKARTA — Pemerintah tengah menegosiasikan perubahan kepemilikan saham konsorsium badan usaha milik negara (BUMN) di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang menggarap dan mengoperasikan kereta cepat Jakarta-Bandung. Negosiasi ini dilakukan untuk mengurangi beban BUMN setelah biaya pembangunan kereta cepat membengkak 23 persen dari nilai investasi awal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sumber Tempo menyatakan negosiasi dilakukan dalam kunjungan Menteri BUMN Erick Thohir serta Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan ke Cina pada 5-9 Juni lalu. “Kemungkinan saham BUMN diturunkan,” kata dia, pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sumber lain menyatakan bahwa kedua menteri itu juga membicarakan peluang Cina mendanai proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya yang menjadi kelanjutan dari jalur Jakarta-Bandung. Namun belum ada penjelasan resmi mengenai hasil pembicaraan itu. Upaya konfirmasi ke Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi serta Kementerian BUMN pun tak mendapat balasan.
Melalui keterangan tertulis pada 5 Juni lalu, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan kunjungan ke Cina dilakukan untuk membahas agenda kerja sama proyek prioritas, perdagangan, ekonomi, dan investasi. Kerja sama ini terangkum dalam kerja sama High Level Dialogue on Cooperation Mechanism (HDCM). “Sektor BUMN Indonesia dan Cina telah menjalin sejumlah kesepakatan penting, terutama yang berkaitan dengan proyek strategis yang kini sedang dikerjakan oleh BUMN, seperti kerja sama Indonesia sebagai hub regional untuk produksi vaksin serta pembangunan pabrik bahan baku obat dan riset untuk obat herbal,” kata dia.
Pengerjaan struktur pier proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di ramp gerbang tol (GT) Cikunir 2, Bekasi Selatan, Jawa Barat, 22 Maret 2021. Tempo/Tony Hartawan
Konsorsium BUMN yang terdiri atas PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga menggenggam 60 persen saham kereta cepat, sedangkan 40 persen saham lainnya dimiliki oleh Beijing Yawan HSR Co.Ltd. Pemerintah Indonesia meminta penurunan porsi saham BUMN, sehingga nilainya lebih kecil dari kepemilikan saat ini.
Corporate Secretary KCIC, Mirza Soraya, membenarkan soal adanya kajian mengenai rencana perubahan porsi kepemilikan saham konsorsium BUMN. “Perubahan rencana itu masih dikaji. Kami secara intensif terus melaporkan perkembangannya kepada Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi,” kata Mirza.
Selain berkomunikasi dengan Kementerian Koordinator Kementerian dan Investasi, Mirza mengatakan rutin berkoordinasi dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Meski pembicaraan terus berlanjut, Mirza mengatakan keputusan perubahan komposisi kepemilikan itu akan diputuskan oleh pemegang saham.
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ditargetkan selesai pada 2022. Presiden Joko Widodo dikabarkan bakal mengajak Presiden Cina Xi Jinping menjajal kereta cepat pada November 2022, bersamaan dengan pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Mirza membenarkan bahwa uji coba memang rencananya dilakukan pada November 2022. “Jika diharapkan dua kepala negara bisa ikut uji coba, akan kami persiapkan. Intinya, kami siap menunggu arahan dari pemerintah,” kata Mirza.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bidang Perkeretaapian, Aditya Dwi Laksana, menuturkan rencana perubahan komposisi saham BUMN melalui PSBI dengan konsorsium Cina memiliki risiko. Jika kepemilikan BUMN menjadi di bawah 60 persen atau bahkan minoritas, “Tentu berdampak pada kemandirian proyek strategis nasional,” ucapnya. “Hal ini juga akan menghambat proses transfer knowledge yang diharapkan terwujud dengan kerja sama ini.”
Aditya berharap pemerintah menghitung pelbagai risiko untuk mengatasi persoalan keuangan proyek kereta cepat. “Tapi dampak positifnya, kalau ada kerugian di kemudian hari, beban beratnya ditanggung oleh pihak Cina.”
Analis Sucor Sekuritas, Joey Faustian, mengimbuhkan, jika porsi kepemilikan saham Indonesia terdelusi, secara otomatis potensi pendapatan berulang (recurring income) yang akan didapatkan negara juga bakal mengalami penurunan. "Dalam jangka panjang, potensi recurring income yang bisa didapat dari kereta cepat saat sudah beroperasi akan berkurang," ujarnya.
CAESAR AKBAR | FRANSISCA CHRISTY ROSANA | GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo