Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Landjaitan menyebut pemerintah sedang memfinalisasi pembentukan family office. Detail program itu ditargetkan pemerintah akan rampung sebelum Oktober 2024, bertepatan dengan transisi pemerintahan dari Joko Widodo atau Jokowi ke Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepada para pengusaha asing, Luhut menyebut akan memberikan insentif pajak dengan kewajiban investasi dari yang uang mereka tanam di Indonesia. Ihwal jumlah minimum uang yang mereka masukkan, nilai investasi, dan jumlah pegawai family office, Luhut menyebut, itu hal teknis yang harus selesai sebelum peralihan pemerintahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Saya kira itu masih teknis, tapi harus selesai sebelum Oktober ini,” ujar Luhut saat ditemui awak media di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat, Senin, 22 Juli 2024.
Luhut bercerita, dia telah menemui pejabat-pejabat selevel kementerian di Uni Emirat Arab. Kepada Luhut, para pejabat Uni Emirat Arab itu berbagi pengalaman tentang pentingnya kepastian hukum untuk memperlancar arus masuknya investasi di negara itu. Di sana, ada pengadilan arbritase yang tidak memungkinkan adanya banding. Hakim yang mengadili pun merupakan hakim internasional.
Luhut menyampaikan pelajaran dari kunjungan ke Abu Dhabi dan Dubai kepada Jokowi. Kepada kepala negara, Luhut meminta untuk meniru konsep pengadilan arbitrase dengan mendatangkan hakim dari Singapura, Abu Dhabi, atau Hongkong. Dengan begitu, kata Luhut, ada kepastian hukum bagi orang yang berinvestasi di Indonesia. "Saya lapor ke Presiden Jokowi, beliau juga kasih apresiasi,” kata dia.
Ekonom sekaligus Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah perlu mengkaji lebih dalam rencana pembentukan family office. Menurut Bhima, berbagai studi menunjukkan, negara yang menjadi tempat family office adalah negara surga pajak atau mampu memberikan tarif pajak super rendah.
“Apakah Indonesia cuma dijadikan sebagai suaka pajak dan tempat pencucian uang, misalnya?” kata Bhima kepada Tempo, Selasa, 2 Juli 2024.
Selain berpotensi menjadi suaka pajak dan tempat pencucian uang, dia khawatir investasi family office tidak masuk sektor riill, seperti untuk membangun pabrik. Namun, hanya untuk diputar di instrumen keuangan, seperti pembelian saham dan surat utang.