Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemerintah berupaya merealisasi penghapusan tes kesehatan dari daftar persyaratan terbang. Langkah itu sebelumnya turut dibahas sebagai salah satu opsi dalam memberikan stimulus untuk memangkas beban perusahaan penerbangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto, mengaku sudah menyiapkan skenario pengganti untuk memastikan standar kebersihan dan keamanan penerbangan tetap ketat. “Jika komponen tes kesehatan dikurangi, tetap ada syarat pengganti untuk menekan risiko penularan,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski begitu, Novie belum merinci persyaratan pengganti tersebut. Menurut dia, pelonggaran syarat tes bergantung pada keputusan Satgas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan.
Juru bicara dan Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, membenarkan lembaganya turut memberi masukan perihal persyaratan terbang itu. “Seharusnya ada kebijakan pengganti jika syarat itu ditiadakan,” ujarnya kepada Tempo, kemarin. Namun belum ada keputusan yang diambil ihwal rencana pelonggaran syarat dokumen rapid test dan hasil polymerase chain reaction (PCR) alias tes swab.
Novie menambahkan, proses penerbangan di masa transisi sudah diatur sedemikian rupa untuk menihilkan penularan virus. Sejak sebelum terbang alias pre-flight, Kementerian sudah memangkas kapasitas dan slot penerbangan di bandara untuk mencegah penumpukan penumpang. “Bandara Soekarno-Hatta seharusnya bisa melayani 81 penerbangan per jam, sekarang dikurangi hanya sepertiganya, jadi tak banyak antrean.”
Saat penerbangan atau in flight, keterisian kabin hanya 70 persen dari kapasitas normal. Mayoritas pesawat yang dipakai di Indonesia pun dilengkapi dengan sistem filtrasi udara dan sirkulasi udara berteknologi high efficiency particulate air (HEPA), untuk meminimalkan penyebaran bakteri yang berukuran sangat kecil. Setiap 2-3 menit, kata Novie, udara di kabin diganti.
“Sampai saat mendarat, penumpang juga wajib mengisi health alert card. Prosesnya ketat,” tuturnya. “Kami selalu memiliki referensi kebijakan penerbangan internasional.”
Pergerakan maskapai kerap terhambat oleh berbagai persyaratan terbang yang berbasis Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 9 Tahun 2020. Direktur Utama Batik Air, Achmad Lutfie, misalnya, mengatakan persyaratan itu berisiko merugikan maskapai, terutama bila sanksinya salah sasaran. “Maskapai dilarang terbang saat ada penumpang yang terindikasi Covid-19. Padahal bukan kami yang memutuskan izin terbang penumpang,” ucapnya.
Larangan terbang selama satu pekan itu sempat dijatuhkan pemerintah Kalimantan Barat kepada maskapai Citilink dan Lion Air, yang menerbangi rute Surabaya-Pontianak, beberapa waktu lalu. Dari hasil rapid test seusai perjalanan, Dinas Kesehatan Kalimantan Barat mendapati sejumlah penumpang rute tersebut reaktif. Menurut Lutfie, kebijakan ini mengganggu operasi maskapai. “Sepekan tak terbang, ruginya berapa. Apalagi ada wacana pembekuan sebulan kalau ada kejadian kedua.”
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengaku hanya bisa menunggu perubahan kebijakan yang sedang dibahas pemerintah. Manajemen, kata dia, ingin meyakinkan penumpang bahwa proses penerbangan tak lagi sesulit masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB). “Kami akan ikut langkah pemerintah. Intinya, jangan sampai orang berpikir terbang itu rumit dan antre hingga berjam-jam,” katanya.
Pemberlakuan tes kesehatan terhadap penumpang angkutan umum dilakukan setelah Gugus Tugas menerbitkan surat edaran pada 26 Juni lalu. Surat edaran itu masih berlaku karena “dikunci” dengan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Sebelum ada keppres pengganti, surat edaran Gugus Tugas tetap berlaku.
FRANSISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS
Beda Prosedur
Dampak pandemi Covid-19 berimbas ke semua sektor usaha, termasuk kegiatan penerbangan. Di tengah tekanan bisnis seusai pembatasan gerak secara besar-besaran, maskapai terpaksa menjalankan berbagai tata cara baru agar dapat beroperasi sambil tetap mencegah penularan virus di antara penumpang.
Syarat Tes Covid Sebelum Terbang
Pemerintah mensyaratkan penumpang membuktikan kesehatan fisik sebelum perjalanan melalui hasil tes cepat maupun tes usap. Kebijakan ini sudah diberlakukan di banyak negara. Di Indonesia, masa berlaku dua bukti kesehatan tersebut sudah diperpanjang. Pengujian rapid dikembangkan agar bisa digelar pengelola bandara dan maskapai secara mandiri melalui skema business to business dengan institusi kesehatan yang mendapat izin.
Pembatasan Interaksi di Kabin
Maskapai diwajibkan meminimalkan interaksi selama penerbangan, baik antar-kru maupun antara kru dan penumpang. Layanan makanan dan minuman dibatasi hanya menggunakan kemasan yang dibagikan tanpa layanan tambahan yang membutuhkan kontak fisik. Operator penerbangan harus membawa kru ganda dan menyiapkan ruang karantina di pesawat bila terdapat awak ataupun penumpang yang memiliki gejala Covid-19.
Pengurangan Kapasitas Angkut
Dengan pembatasan load factor hingga 70 persen dari kapasitas normal, maskapai domestik Indonesia mengubah konfigurasi tempat duduk di dalam kabin pesawat.
Dampak Covid-19 terhadap industri perjalanan periode Maret-April 2020:
- Okupansi perhotelan menurun hingga hanya rata-rata 20 persen.
- Kunjungan wisata anjlok 30 persen pada awal pandemi, kemudian berhenti 100 persen ketika PSBB.
- Industri pertunjukan dan event domestik diperkirakan merugi hingga Rp 6,69 triliun.
- Lalu lintas penumpang bandara Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II anjlok hingga 85 persen.
Sumber: wawancara, riset
YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo