Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Estimasi cadangan timah dalam RKAB perusahaan belum tentu sama dengan data di lapangan.
Penambang rakyat mendapat penghasilan dari tambang yang tidak berizin.
Industri penghiliran timah Indonesia masih dalam tahap awal dan belum mampu mempengaruhi harga timah dunia.
DUGAAN korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk menjadi sorotan publik. Kejaksaan Agung memperkirakan korupsi timah berlangsung sejak 2015 hingga 2023 di wilayah IUP anak usaha Mind Id tersebut telah merugikan perekonomian negara Rp 271 triliun. Besarnya nilai kerugian tersebut terjadi karena adanya celah rasuah melalui tata niaga komoditas timah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menuturkan potensi korupsi tambang timah berasal dari pemanfaatan tambang tanpa IUP dan pengerukan di luar wilayah IUP. Besarnya uang yang didapat dari kegiatan ilegal tersebut menjadi daya tarik berbagai pihak, dari aparat yang memberi atau mengawasi perizinan, anggota legislatif yang menyusun undang-undang, hingga aparat hukum yang menjaga produksi tambang tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Praktik korupsi ini tak hanya terjadi di timah, tapi juga semua sektor tambang,” katanya kepada Tempo, Selasa, 2 April 2024. Panjangnya daftar pelaku yang terlibat, kata dia, membuat kegiatan tambang ilegal tersebut memiliki banyak pelindung.
Penegakan hukum, tutur Fahmi, menjadi faktor utama yang perlu dievaluasi pemerintah dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah. Menurut dia, penegakan hukum dari aturan yang sudah dibuat lebih penting dari semua persoalan kegiatan tambang ilegal.
“Walaupun dibuat setransparan mungkin, tidak ada gunanya kalau tidak ada penegakan hukum,” katanya. Fahmi mencontohkan penegakan hukum yang lemah dalam kasus bocornya ekspor nikel ke Cina serta Australia pada 2020 dan 2021. Padahal pemerintah sudah melarang ekspor nikel sejak 2020.
Pasokan Timah dari Luar Wilayah IUP
Kapal tambang timah inkonvensional apung di Pelabuhan Jelitik Sungailiat, Kabupaten Bangka, Bangka Belitung. TEMPO/Imam Sukamto
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang dan Pengolahan Pasir Mineral Indonesia Rudi Syahwani menyebutkan banyak hal yang tidak jelas dalam portofolio bisnis timah. Dia mengatakan estimasi cadangan timah yang divalidasi dalam rencana kerja anggaran belanja (RKAB) perusahaan belum tentu sama dengan data di lapangan. Artinya, ada dugaan timah yang dikelola bukan berasal dari IUP perusahaan sebagaimana yang dicantumkan dalam dokumen RKAB.
Perbedaan antara data portofolio bisnis perusahaan timah dan fakta di lapangan bisa terjadi akibat adanya permainan dengan regulator hingga surveyor agar data dalam RKAB dianggap linear dengan kondisi di wilayah IUP. “Kesepakatan ini menjadi celah korupsi,” katanya. Rudi juga menyinggung mengenai asal bijih timah yang didapat perusahaan eksportir jika faktanya di dalam wilayah IUP tidak ditemukan kegiatan produksi.
Secara umum, titik lemah pengawasan yang menjadi celah korupsi berada pada pemanfaatan dan pengelolaan wilayah non-IUP, tapi hasil tambangnya bermuara kepada perusahaan. Dia mengingatkan pada kasus penyelundupan 273 karung bijih timah yang digagalkan tim gabungan Kepolisian Resor Bangka Barat pada Jumat, 15 Maret lalu. Ratusan karung bijih timah tersebut didapat pelaku penyelundupan dari para penambang liar dan hendak dibawa ke luar Bangka Belitung.
Pengawasan Asal-usul Bijih Timah
Pengawasan terhadap asal-usul bijih timah sudah menjadi fokus pemerintah dalam penataan tata kelola tambang melalui penerbitan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam aturan tersebut, pemerintah mewajibkan pelaku usaha pertambangan timah memiliki laporan cadangan mineral yang terkandung dalam IUP dan dituangkan dalam RKAB.
Menteri Perdagangan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor Timah yang memastikan timah yang diekspor harus berasal dari bijih timah dari IUP operasi produksi dan/atau IUPK operasi produksi yang masuk daftar IUP yang tercatat di Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara.
Meski pemerintah melapisi tata kelola bisnis timah dengan berbagai aturan, pembenahan sektor tambang masih menemui banyak tantangan. Menurut Rudi Syahwani, bisnis timah di Bangka Belitung merupakan mata rantai yang berbentuk simbiosis mutualisme. Penambang rakyat mendapat penghasilan dari tambang yang bisa berlokasi di kebun masyarakat, tapi menjadi ilegal karena kegiatan tambang harus mengantongi izin pemerintah. Sementara itu, hasil tambang tersebut juga menjadi sumber bahan mentah yang diserap industri. "Hal ini adalah kelemahan yang sudah berlangsung lama,” katanya.
Modus Korupsi Timah
Kasus dugaan korupsi tata niaga timah telah disidik Kejaksaan Agung sejak akhir tahun lalu. Awal mula kasus ini terkuak ketika 27 pemilik perusahaan peleburan bijih timah atau smelter mengeluh tak mendapat izin beroperasi setelah Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menggelar operasi pemberantasan tambang timah ilegal pada 2018. Sementara itu, mereka menuding PT Timah bisa menjalin kerja sama penyewaan alat peleburan bijih timah dengan lima perusahaan smelter yang para petingginya kini menjadi tersangka.
Lima perusahaan tersebut ialah PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Permata, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Tinindo Inti Perkasa, dan PT Stanindo Inti Perkasa. Kerja sama ini kemudian menjadi obyek penyidikan Kejaksaan Agung. Penyidik menduga bijih timah yang dilebur oleh lima perusahaan itu ilegal karena berasal dari wilayah IUP milik PT Timah Tbk.
Penambangan dilakukan oleh sejumlah perusahaan cangkang. Bijih timah itu kemudian disetor oleh perusahaan cangkang ke lima smelter. Jaksa menemukan ada rekayasa dokumen surat perintah kerja borongan pengangkutan sisa hasil mineral supaya aktivitas penambangan terlihat sah. "Tujuannya adalah melegalkan kegiatan perusahaan boneka tersebut," kata Kuntadi, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Direktur Utama PT Timah Tbk Ahmad Dani Virsal mengatakan perseroan terus melakukan penyempurnaan untuk memperbaiki tata kelola pertambangan dan bisnis timah. Khususnya, dia menambahkan, dari sisi prosedur dan tata cara penambangan sesuai dengan prinsip good mining practise, serta sejalan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. "Sehingga apa yang kami jadikan produk itu bisa terukur dan tertelusuri dengan baik dari mana asalnya dan ke mana produknya dijual," ujar Dani.
Dalam rapat kerja antara Dewan Perwakilan Rakyat dan PT Timah Tbk kemarin, anggota Komisi VI DPR mencecar Ahmad Dani ihwal kasus dugaan korupsi yang menyebabkan kerugian perekonomian ini. Wakil Ketua Komisi VI Herman Haeron menilai Ahmad Dani tidak dapat mengurus perusahaannya dengan baik. Dia mempersoalkan banyaknya pemain ilegal yang masuk ke bisnis timah dan memanfaatkan celah tata niaga yang lemah.
Lembaga Khusus Korupsi Pertambangan
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet, meminta pemerintah meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran perizinan serta menerapkan sistem yang transparan dan akuntabel dengan integrasi daring. Agar kasus korupsi di wilayah IUP PT Timah tidak terulang, dia menyarankan pembentukan lembaga khusus untuk menangani kasus-kasus korupsi di sektor pertambangan, yang disertai peningkatan koordinasi antar-lembaga penegak hukum.
Yusuf mengatakan potensi pengembangan industri pengolahan timah, terutama di Kepulauan Bangka Belitung, cukup besar. Namun, kata dia, masih ada beberapa tantangan yang perlu diselesaikan. Misalnya, industri penghiliran timah masih dalam tahap awal dan belum memiliki pengaruh signifikan terhadap harga timah dunia. Indonesia masih bergantung pada pasar timah internasional karena belum memiliki kontrol atas harga dunia.
Selain itu, pengembangan bahan baku solder untuk industri elektronik di Indonesia masih menghadapi kendala ihwal volume produksi dan standardisasi yang belum terpenuhi oleh produsen elektronik dari luar negeri. Untuk mengatasi masalah ini, kata dia, pemerintah perlu memperkuat industri solder, komponen elektronik, baterai kendaraan listrik, dan industri turunan lainnya yang berkaitan dengan timah.
Penataan ulang terhadap izin usaha pertambangan dan penanganan yang tegas terhadap penambangan ilegal juga harus menjadi fokus utama. “Kondisi industri pengolahan timah dalam negeri perlu ditingkatkan, termasuk substitusi impor produk timah, seperti tin plate, dan peningkatan penggunaan komponen dalam negeri pada industri timah,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Savero Aristia Wienanto berkontribusi dalam penulisan artikel ini