Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Imparsial Hussein Ahmad membeberkan soal permintaan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk belanja alat utama sistem persenjataan atau alutista sebesar Rp 1.700 triliun. Hussein mengungkapkan, calon presiden nomor urut dua itu meminta tambahan anggaran tersebut pada awal masa jabatannya sebagai menteri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Dari anggaran yang sebelumnya sekitar Rp 100 triliun, Prabowo meminta naik ke anggaran jadi Rp 1.700 triliun. Dia mau tarik anggaran sampai 2045," ujar Hussein dalam diskusi publik di Jakarta pada Senin, 15 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Prabowo, kata Hussein, ingin agar anggaran pertahanan diambil jadi satu gelondongan pembelian besar-besaran pada tahun itu. Artinya, besaran Rp 1.700 triliun tersebut adalah anggaran Kemenhan hingga tahun 2025 yang diambil di muka.
Dana sampai 2025 itu rencananya dikumpulkan jadi satu dalam bentuk kredit atau utang ekspor. "Dia mau beli pesawat macam-macam buat dia mau beli kapal macam-macam dari situ," ucap Hussein.
Masalahnya, ujar Hussein, keputusan tersebut akan menjadi masalah apabila seandainya Indonesia membutuhkan senjata. Sebab, uang belanja alutista Kementerian Pertahanan sudah diserap saat di bawah Prabowo.
Bersamaan dengan permintaan tersebut, Hussein mengatakan telah bocor sebuah surat yang ditandatangani oleh Prabowo. Surat itu berisi penunjukan PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) untuk mengurus pembelian alutista dan urusan yang berkaitan dengan itu.
Imparsial mengungkapkan, PT TMI merupakan perusahaan milik kroni dekat Prabowo yaitu Glenny H Kairupan yang menjabat sebagai komisaris utama. Lalu ada Judi Magio Yusuf sebagai komisaris yang merupakan teman seangkatan Prabowo di Akademi Militer yang juga aktif di Partai Gerindra. Selain itu, ada Nugroho Widyotomo sebagai Komisaris yang juga merupakan lulusan Akademi militer 1983 dan Mundasir lulusan Akademi Militer 88A.
Selanjutnya: "Ini sudah sampai pada tahapan ..."
"Ini sudah sampai pada tahapan ada rancangan perpresnya ada penunjukan ke PT TMI dan lain sebagainya," ujarnya.
Ia menduga ada hal yang tidak beres setelah Rancangan Perpres muncul tiba-tiba yang memberikan pendanaan kepada Kementerian Pertahanan untuk modernisasi alutista dengan angka 1.700 triliun melalui KE.
Menurut Rancangan Perpres itu, ucap Hussein, disebutkan harus bahwa dana harus dihabiskan sebelum 2024. Padahal angka tersebut adalah anggaran untuk 25 tahun ke depan sampai 2044.
Hussein menilai pembelian alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpahankam) yang dibeli melalui skema utang luar negeri ini akan membebani neraca keuangan Indonesia. Pasalnya, utang luar negeri saat ini pada 2021 adalah Rp 6.000 triliun. Jika ditambah dengan utang alpahankam ini, jumlahnya akan membengkak menjadi sekitar Rp 7.700 triliun atau bertambah sekitar 20 persen.
"Belanja alutsista di Kemenhan pada periode Pak Prabowo ini vulgar sekali. Bahkan dunia internasional pun menyoroti itu dan pihak ketiganya dengan bangga dan vulgar mempromosikan di website sendiri," ujar Hussein.