Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEREKA kini aman, pemilik rumah yang dibangun dengan fasilitas kredit BTN (Bank Tabungan Negara) di Cilegon itu. Setidaknya 146 penghuni, yang pekan lalu menerima sertifikatnya. Mereka kebanyakan karyawan PT Krakatau Steel. Tapi, menurut Menpera Siswono Judo Husodo, dari 177.482 unit rumah yang laku belasan tahun silam, baru sekitar 22% yang sudah diterbitkan sertifikatnya. Dan memang, dana developer yang masih parkir di BTN sekitar Rp 54,5 milyar kebanyakan -- hampir 70% -- bersumber dari jaminan penyelesaian sertifikat. Banyak masalah lainnya lagi, dan semuanya hendak diselesaikan Siswono. Soal tunggakan para debitur BTN, misalnya, yang dua bulan lalu sampai Rp 84,4 milyar. Kendati itu bukan dana macet, uang sebanyak itu -- jika lancar -- sebenarnya bisa dipakai membangun 25 ribu unit rumah. Rupanya, banyak juga penghuni yang suka menunggak. "Saya dulu pernah nunggak sampai dua tahun lamanya," ujar Ny. Donald, 37 tahun, istri seorang karyawan Pertamina, yang tinggal di perumahan Pekayon Jaya, Bekasi. Alasannya, uang itu dipakai untuk keperluan lain. Seorang debitur di kompleks Bintara Cibening, Bekasi, yang juga nunggak dua tahun, merasa bahwa terlambat bayar pun tak ada sanksinya. Kalaupun rajin membayar -- membayar beberapa bulan sekaligus misalnya -- tidak pula mendapat keringanan. Tapi penunggak yang alot akhirnya bayar juga, setelah ditegur resmi lengkap dengan penempelan stiker "rumah ini di bawah pengawasan BTN". Anehnya, Ny. Donald, yang pernah membayar 10 kali angsuran, eh, ternyata di BTN cuma tercatat 9 kali. Hal seperti itu pun terjadi pada beberapa debitur lain. "Jadi, saya terpaksa mengurus lagi," tutur Ny. Donald yang menempati unit dengan luas bangunan 36 m2. Sementara itu, Menpera siap melancarkan beberapa gebrakan. Misalnya mengenai Kapling Siap Bangun (KSB), yang bisa dijual oleh developer swasta maupun Perum Perumnas. Struktur bunga juga bakal diubah mulai April tahun depan (lihat Ayunan Langkah Siswono). "Saya ingin mengejar agar akhir Maret 1989 segalanya telah tertib," kata Siswono. Menurut Dirut Perum Perumnas, Suradi Wongsohartono, KSB itu ditujukan kepada masyarakat golongan bawah, seperti sopir dan tukang becak. Dan itu akan dicobakan di lima kota: Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, Surabaya. Di kota-kota itu bakal disediakan masing-masing 100 unit, dan 50 unit di antaranya diserahkan ke swasta. Harga per kapling kira-kira Rp 1,2 juta, dan setoran per harinya cuma Rp 300. Enteng kelihatannya. "Saya sekarang masih memikirkan cara seleksi calon pembelinya," ujar Suradi yang rencananya dimulai Oktober nanti. Namun, bagi developer swasta mungkin sudah terbayang trik-trik untuk menggaruk untung dari sistem itu. Bayangkan saja bila kapling-kapling itu berada di samping rumah bertipe sedang. Peminat rumah BTN yang koceknya lumayan tentu tak segan membeli rumah tipe sedang plus kapling-kapling kreditan itu. Kalau hal itu sampai terjadi, berarti rencana yang baik ini tak menjangkau golongan ekonomi lemah. Kalaupun benar dibeli oleh seorang tukang becak, toh untuk membangun rumahnya masih perlu biaya, yang belum tersedia. Yang jelas, belum ada kebijaksanaan secara tertulis. Dalam pada itu, Siswono sudah mengumumkan rencana perubahan suku bunga April tahun depan. "Bangunlah rumah cebanyak-banyaknya," kata Siswono yang mesti menyelesaikan target pembangunan perumahan 300 ribu sampai akhir Pelita IV, Maret 1989. Dan untuk mewujudkan gagasan-gagasan Siswono, semua aparat tentu tidak diharapkan tinggal diam, tak terkecuali Perum Perumnas dan BTN. Suhardjo Hs, Ahmadie Thaha, Bachtiar Abdullah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo