Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pengrajin dari amuntai

Pengrajin sepatu amuntai dari hulu sungai utara, di kenal sejak tahun 1920, kalah bersaing dengan sepatu impor. pasaran naik lagi berkat dibukanya jalan darat. mereka sadar bahwa mesinnya sudah kuno. (eb)

27 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR tahun 1920-an orang Belanda mulai memperkenalkan kebiasaan bersepatu di Kalimantan. Sejak itu Amuntai di Hulu Sungai Utara berkembang sebagai pusat pengrajin sepatu dan sandal, selain kopiah. Ciri khas orang Amuntai pun sudah dikenal jauh ke luar kampung halamannya. Maka sekarang bila orang bertanya dari mana datangnya para tukang sepatu, sandal dan kopiah di banyak kota di Kalsel dan Kaltim, sebagian besar pasti menjawab: Amuntai atau Alabio (juga termasuk HSU). Demikian pula kiranya jawaban mereka yang menjual barang itu. Hasil kerajinan Amuntai itu malah sampai dijual orang di Sumatera. Pedagang Cina, tentu saja, turut mempopulerkan Amuntai sarnpai ke luar Kalimantan. Antara lain di Banjarmasin, pernah ada perusahaan sepatu Cina milik Hoo Hien memakai pengrajin dari Amuntai yang produknya cukup dikenal. Tapi Amuntai boleh dikatakan kehilangan daya-tarik mulai 1960, karena sepatu dan sandal yang diimpor dari Jepang membanjiri pasaran lokal. Barang impor itu mendesak usaha inclustri runah tangga. Walhasil, demikian Rachmat Marlim dari Martalpura melaporkan untuk TEMPO, produk Amuntai bak kerakap di atas batu - cuma bisa beredar di pasaran kota-kota Hulu Sungai. Namun karena sudah merupakan kerja turun-temurun, mereka terus bertahan sedaya mampu. Belakangan ini, dengan dibukanya jalan darat Banjarmasin-Samarinda (Balikpapan) lewat Panajam, pasaran bagi sepatu Amuntai terbuka lagi. Pertamina pun sudah memesan sepatu Amuntai untuk karyawannya di wilayah itu dalam jumlah besar. Maka lahirlah Persatuan Industri Sepatu Amuntai (PISA), yang ternyata effektif untuk berurusan dengan bank dan Dinas Perindustrian Kalsel. KIK (Kredit Industri Kecil) sudah mulai dinikmati para anggota PISA itu. Malah persatuan itu suda11 mengirim pula sekretaris Syukeri dan pengusaha Baderi yang dikenal dengan merek Berlian untuk meninjau ke Cibaduyut, pusat pengrajin sepatu di Jawa Barat. Baderi, sesudah pulang dari peninjauan itu, berkata: "Kami tak memiliki peralatan seperti yang ada di sana." Sadarlah ia betapa sudah kuno mesin jahit sepatu-sandal yang ada di Amuntai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus