Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Setelah berkurang dari 65 menjadi 40 BUMN pada tahun ini, PT Danareksa (Persero) menyatakan ada potensi enam perusahaan lagi harus tutup.Â
Menteri BUMN Erick Thohir bahkan menargetkan jumlah BUMN bisa berkurang jadi hanya 30 perusahaan.
Keputusan untuk menyelamatkan perusahaan butuh modal besar, dari evaluasi kondisi perusahaan, restrukturisasi utang, hingga reformasi bisnis.
JUMLAH badan usaha milik negara (BUMN) berpotensi makin tipis. Setelah berkurang dari 65 menjadi 40 perusahaan pada tahun ini, PT Danareksa (Persero) menyatakan ada enam perusahaan lagi yang terancam tutup.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Danareksa merupakan induk holding BUMN Spesialis Transformasi dan Investasi. Sejak dibentuk pada 2020, perusahaan mendapat tugas dari pemerintah untuk mengobati 22 BUMN sakit. Seluruh perusahaan tersebut dilebur menjadi anak usaha Danareksa untuk dirawat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Direktur Utama Danareksa Yadi Jaya Ruchandi, enam perusahaan itu di antaranya berisiko tak selamat. "Mereka more than likely akan kita stop, apakah itu lewat likuidasi atau pembubaran BUMN," ujarnya dalam rapat panitia kerja penyehatan dan restrukturisasi BUMN di gedung DPR, Jakarta, pada Senin, 24 Juni lalu.
Mereka adalah PT Indah Karya (Persero), PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), serta PT Amarta Karya (Persero). Selain itu, ada PT Barata Indonesia (Persero), PT Varuna Tirta Prakasya (Persero), dan PT Semen Kupang (Persero). Perusahaan yang kinerja keuangannya buruk ini sedang dalam penanganan dengan metode operasi minimum. Artinya, Danareksa membatasi kegiatan perusahaan dan memfokuskan penyelesaian beban utang perusahaan di masa lalu.
Yadi mencontohkan PT Indah Karya yang menawarkan jasa konsultasi. Perusahaan tersebut sedang menjalani proses penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU. Setelah urusan utang selesai, Danareksa berencana menjual aset perusahaan itu. "Karena di Danareksa sudah ada tiga perusahaan konsultan," tuturnya.
Jika keenam perusahaan itu ditutup, Danareksa bakal menambah panjang daftar pembubaran BUMN. Saat ini perusahaan sedang memproses penutupan enam perusahaan yang terdiri atas PT Istaka Karya (Persero), PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), dan PT Kertas Leces (Persero). Ketiganya sudah pailit dan akan ditutup pada 2027.
Selain itu, ada PT Kertas Kraft Aceh (Persero) dan PT Industri Gelas (Persero) yang dibereskan pada 2028 serta PT Industri Sandang Nusantara (Persero) pada 2029. Danareksa juga sedang mengurus payung hukum untuk membubarkan PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (Persero) dan PT PANN Multi Finance (Persero).
Direktur Utama Danareksa Yadi Jaya Rachandi di Jakarta, November 2023. ANTARA/Maria Cicilia Galuh
Saat mengumumkan pembubaran tujuh BUMN pada 29 Desember lalu, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan proses pembubaran dilakukan melalui kepailitan yang melibatkan kurator. Pembubaran baru dilakukan jika restrukturisasi gagal.
Dia menjelaskan, proses pembubaran akan selesai jika peraturan pemerintah atau PP sudah keluar. Jika aturan itu sudah keluar, kurator baru bisa menjual aset BUMN yang dibubarkan. Saat itu, dari tujuh BUMN yang resmi dibubarkan, hanya PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional alias PT PANN yang belum terbit PP pembubarannya. Sebab, Kementerian BUMN masih berdiskusi dengan kreditor.
Ia melanjutkan, kecepatan penjualan aset tergantung kurator. Namun diperkirakan rata-rata 1-2 tahun. Menurut dia, dalam proses penjualan aset, akan ada ranking atau peringkat mengenai siapa saja yang berhak atas hasil penjualan aset.
Tiko menjelaskan, peringkat klaim aset paling atas adalah pajak. Baru kemudian pegawai, kreditor, dan terakhir pemegang saham. Dia mencontohkan, penjualan aset Merpati Airlines digunakan juga untuk menyelesaikan kewajiban pensiunnya.
Pada 2019, jumlah BUMN masih sebanyak 113. Setelah itu, berangsur berkurang menjadi 108 pada 2020, 91 pada 2021, 74 pada 2022, dan 65 pada 2023.
Perampingan ini bagian dari program restrukturisasi BUMN pemerintah. Dengan mengurangi badan usaha, pemerintah berharap efisiensi dan efektivitas kinerja BUMN bisa meningkat. Menteri BUMN Erick Thohir bahkan menargetkan BUMN bisa berkurang jadi hanya 30 perusahaan. "Kita kurangi lagi supaya berfokus ke jenis-jenis yang kita harus hadir sebagai negara, tidak perlu semuanya," ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR pada 19 Maret lalu.
Associate Director BUMN Research Group Lembaga Manajemen FEB Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan keputusan menutup BUMN penting untuk perusahaan dengan catatan finansial buruk dan bisnis yang redup lantaran terlalu banyak pesaing bisnisnya. Dengan penutupan BUMN, Indonesia bakal punya perusahaan yang lebih sehat dan daya saing lebih kuat meski jumlahnya sedikit.
Penutupan atau likuidasi BUMN, menurut Toto, akan mengurangi sisi ketidakpastian. "Beberapa BUMN sudah berhenti operasi atau beroperasi dengan kapasitas terbatas sehingga secara kinerja tidak performed," kata dia.
Selain itu, bakal ada keuntungan dari sisi beban negara. Pemerintah tidak lagi harus mensubsidi BUMN rugi lewat penyertaan modal negara atau bantuan dana dalam bentuk lain. Dana pemerintah yang terbatas bisa dipakai untuk berfokus mengembangkan bisnis BUMN yang masih sehat dan punya prospek bisnis yang bagus. Dengan begitu, potensi laba serta dividen dari perusahaan pelat merah bisa lebih besar.
Gedung Kementerian BUMN di Jakarta. ANTARA/Aprillio Akbar
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talatov, pun menyoroti dampak positif penutupan BUMN dari sisi fiskal. Pasalnya, keputusan untuk menyelamatkan perusahaan butuh modal besar, dari evaluasi kondisi perusahaan, restrukturisasi utang, hingga reformasi bisnis. Buktinya, pemerintah sudah mengusulkan penyertaan modal negara sebesar Rp 2 triliun untuk pengembangan usaha Danareksa pada 2025.
Namun dia memberi catatan agar Danareksa hingga pemerintah lebih transparan mengenai pemanfaatan dana. Salah satunya untuk mengukur efektivitas modal yang telah digelontorkan. Abra mengatakan selama ini belum ada data mengenai korelasi perampingan jumlah BUMN dengan laba perusahaan pelat merah secara umum dan besaran setoran ke negara lewat dividen.
Saat BUMN ditutup, risikonya memang ada pengurangan tenaga kerja. Perusahaan pelat merah semestinya bisa memenuhi hak pekerja yang kehilangan mata pencariannya dengan diawasi pemerintah. Opsi lainnya adalah mengalihkan para pekerja di perusahaan sakit tersebut ke badan usaha lain. Tentu saja, dengan mempertimbangkan kapasitas dan kompetensi karyawan tersebut.
Abra menilai kinerja buruk BUMN hingga berakhir pembubaran seharusnya bisa dicegah. Kuncinya ada di pengawasan internal lewat komisaris, di level kementerian, serta Dewan Perwakilan Rakyat. Dari sisi pemerintah, Kementerian BUMN perlu membuat konsolidasi laporan kinerja BUMN untuk mengawasi kinerja seluruh perusahaan. "Karena sering kali BUMN dalam perjalanannya melaksanakan bisnis saling terkait," kata dia.
Strategi ini juga penting untuk menghindari risiko sistemik. Lantaran bisnisnya beririsan, gangguan kinerja pada satu perusahaan bisa membuat perusahaan lain ikut terpuruk. "Bisa menular," kata Abra.
Dia juga menilai perlu ada transparansi kinerja perusahaan pelat merah kepada publik. Dengan cara ini, ada tambahan mata untuk mengawasi kondisi BUMN. Penanganan masalah bisa lebih cepat.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, pun menggarisbawahi pentingnya peran pengawasan di balik kondisi BUMN saat ini, khususnya dari komisaris. "Stop menjadikan BUMN wadah untuk menampung politikus dan calon anggota legislatif yang gagal," katanya.
Said juga menyarankan pemerintah tak ragu memangkas BUMN yang memiliki kinerja buruk dan perannya bisa digantikan swasta. Dengan catatan, perusahaan tersebut tidak mempengaruhi kedaulatan negara, ketahanan, serta layanan terhadap publik.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga tak menampik fakta bahwa sejumlah komisaris perusahaan pelat merah ditunjuk dari kalangan politikus. Arya berdalih tak ada larangan bagi orang dengan latar belakang politik menduduki jabatan komisaris. "Selama ia kompeten, ya enggak masalah dong," katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Amelia Rahma Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.