Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Asosiasi Penyelenggaran Jasa Internet Indonesia (APJII) meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika mematangkan isi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Ketua Bidang Hubungan Antar-Lembaga Dewan Pengurus APJII, Tedi Supardi Muslih, mengatakan tengah menanti kepastian ihwal penempatan pusat data atau data center yang diatur dalam regulasi tersebut. "Kami ingin melihat bagaimana pemerintah mengatur klasifikasi data," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perombakan PP Nomor 82 Tahun 2012 dicetuskan pemerintah demi perlindungan data pribadi konsumen. Namun, sejak tahun lalu, proses revisi aturan ini menuai perdebatan lantaran berpotensi merugikan bisnis digital di Tanah Air. Aturan ini mengharuskan perusahaan digital pengelola data menempatkan basis datanya di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam perbincangan terakhir dengan pemerintah, kata Tedi, aturan pengalokasian data center diatur di Pasal 17 pada draf tersebut. Pengelola data, menurut dia, mengharapkan kategorisasi yang jelas dalam aturan tersebut. Data sensitif seperti nomor induk kependudukan (NIK) disepakati akan dijaga agar tidak bocor. Namun, ia melanjutkan, terdapat data berisiko rendah untuk kepentingan bisnis yang bisa dikelola dari luar negeri lewat sistem komputasi awan. "Selain soal investasi, pelaku usaha menimbang jaminan infrastruktur kalau harus membangun basis, misalnya listrik," ujarnya. "Kalau black out (listrik padam), data center bisa kacau."
Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Ahmad Alamsyah Saragih, memastikan lembaganya mengawasi penerapan revisi PP Nomor 82 Tahun 2012. Awal tahun ini, kata dia, Ombudsman sempat menampung keluhan pelaku industri digital. "Kominfo sudah meminta agar data center disimpan di Indonesia, tapi ada yang menganggap infrastruktur lokal belum memungkinkan."
Adapun Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, menargetkan revisi aturan rampung bulan depan. Rancangannya sedang diperiksa dan diproses sejumlah lembaga, termasuk Kementerian Sekretariat Negara, selama 30 hari sejak 16 Agustus lalu.
Perusahaan swasta, terutama penyedia konten digital seperti Google dan Facebook, bakal diwajibkan mendaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik. "Sektor privat atau swasta yang tadinya tak diatur sekarang diatur. Kami masih harus membuat beberapa peraturan menteri setelahnya," ucap Semuel, kemarin.
Google, melalui divisi penyedia layanan komputasi awannya, Google Cloud, sudah berencana membuka data center pertamanya di Indonesia pada semester pertama 2020. "Indonesia merupakan kekuatan digital dan pasar yang penting untuk kami di Asia Tenggara," ujar Regional Director Google Cloud South East Asia, Tim Synan, Kamis lalu.
CAESAR AKBAR | DIAS PRASONGKO | MOHAMMAD KHORY ALFARIZI | YOHANES PASKALIS PAE DALE
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo