Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Penghambat Investasi Elon Musk. Apa Saja Faktornya?

Elon Musk belum memberi kepastian untuk berinvestasi di Indonesia. Apa saja faktor yang menghambatnya?

22 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Presiden Joko Widodo kembali menawarkan investasi industri baterai kendaraan listrik dan turunannya kepada Elon Musk.

  • Minimnya jumlah industri tengah dan hilir di dalam negeri membuat calon investor mundur.

  • Indonesia kesulitan tenaga kerja dengan keterampilan tinggi di sektor teknologi.

Berulang kali gagal membujuk Elon Musk, Presiden Joko Widodo masih belum menyerah. Di sela World Water Forum ke-10 di Bali pada Senin, 20 Mei 2024, Jokowi menyempatkan diri bertemu dengan pemilik SpaceX dan Tesla tersebut.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam, Jokowi kembali mengundang Elon Musk untuk mengembangkan bisnisnya ke Indonesia. Elon baru-baru ini meluncurkan layanan Internet berbasis satelit Starlink.

“Mr. Musk, Indonesia saat ini sedang menjalani percepatan transformasi digital nasional dan membuka banyak potensi investasi di sektor infrastruktur, teknologi pemerintah, ekonomi digital, dan masyarakat digital,” ucap Jokowi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang hadir dalam pertemuan itu, Presiden secara spesifik menawarkan investasi pada industri baterai kendaraan listrik dan turunannya. Alasannya, Amerika Serikat berencana menaikkan sampai 11 kali lipat produksi kendaraan listrik hingga 2030. 

“Tanpa bantuan nikel Indonesia, rencana itu tidak akan pernah bisa tercapai. Kami ingin berkolaborasi,” kata Luhut. Pertemuan tersebut juga membahas program pembangunan landasan peluncuran roket di Biak, Papua. Dia berujar perusahaan Elon Musk berencana meluncurkan 150 roket dalam setahun. 

Dalam video yang diunggah Sekretariat Presiden di akun YouTube mereka, Elon Musk merespons tawaran tersebut secara positif. “Saya percaya diri perusahaan saya yang lain akan berinvestasi di Indonesia dalam jangka panjang,” katanya.



Presiden Joko Widodo serta CEO SpaceX dan Tesla, Elon Musk, di sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) World Water Forum ke-10 di Bali International Convention Center (BICC), Kabupaten Badung, Bali, 20 Mei 2024. BPMI Setpres/Rusman

Janji Berulang Elon Musk

Sayangnya, janji serupa sudah beberapa kali dilontarkan Elon, terutama saat berbicara soal rencana bisnis Tesla. Pada Desember 2020, Jokowi menelepon Elon Musk untuk menawarkan keterlibatan dalam pengembangan industri dan baterai kendaraan listrik. Presiden mengklaim Indonesia sedang bersiap memasuki rantai pasok baterai kendaraan listrik global. 

Menanggapi undangan Jokowi itu, Elon Musk menawarkan janji timnya akan terbang ke Indonesia pada Januari 2021. Namun tim yang ditunggu-tunggu tidak kunjung hadir. Pembahasan perihal pembangunan pabrik kendaraan listrik dan baterainya meredup hingga pada Agustus 2023 Luhut menyambangi Amerika Serikat dan bertemu dengan bos Tesla itu. 

Setelah bertemu selama sekitar 2,5 jam, Luhut membaca isyarat bahwa Tesla tidak akan merealisasi rencana investasinya. “Dia melihat ekonomi global tidak baik,” ujar Luhut dalam akun Instagram miliknya, @luhut.pandjaitan, Senin, 14 Agustus 2023. 

Salah satu alasan Elon adalah kebijakan bank sentral Amerika, The Federal Reserve, yang mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,25-5,5 persen. Namun saat itu Luhut juga membahas potensi investasi bisnis Elon Musk lainnya, yaitu Starlink. 

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan wajar jika Elon Musk terus berkelit sembari mengumbar janji. Menurut dia, investor asal Amerika Serikat memiliki karakteristik yang sulit dibujuk. 

Faisal berkaca pada sejarah 10 tahun lalu saat pemerintah meminta sejumlah perusahaan teknologi, seperti Apple dan Samsung, masuk ke Indonesia. Perusahaan asal Amerika Serikat itu tak kunjung merealisasi pembangunan pabrik. Berbeda dengan Samsung yang langsung mendirikan fasilitas produksi. Apple hanya berkomitmen mendirikan pusat pendidikan Apple Developer Academy. 

Indonesia Tidak Memiliki Industri Hilir

Sebuah truk mengangkut mobil Tesla baru di pabrik Tesla di Shanghai, Cina, 2021. REUTERS/Aly Song

Kesulitan ini tak lepas dari kesiapan Indonesia sendiri. Faisal menuturkan minimnya industri tengah dan hilir di dalam negeri menimbulkan kekhawatiran investor. “Komponennya tidak bisa dipenuhi di dalam negeri karena keterbatasan produksi dari sisi kuantitas, kontinuitas, ataupun kualitas,” ujarnya. 

Sementara itu, jika perusahaan harus mengimpor bahan baku, ongkos produksi bakal meningkat. Faisal menyebutkan tugas pemerintah adalah menghadirkan ekosistem industri tengah dan hilir jika ingin berperan dalam rantai pasok dunia, apa pun industrinya. 
 
Peneliti dari Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Deni Friawan, menyebutkan penghiliran yang belum masif membuat kebijakan tingkat kandungan dalam negeri atau TKDN kontraproduktif dengan keinginan pemerintah menarik investasi. Karena itu, kata Deni, tidak mengherankan jika investor beralih ke negara lain, seperti Vietnam atau Malaysia.

Apalagi Indonesia masih menghadapi masalah klasik yang menghambat realisasi investasi, bukan cuma dari grup Elon Musk. “Ketidakpastian bisnis di Indonesia besar sekali,” Deni mengungkapkan. Cerita lama soal aturan yang mudah berganti masih saja terdengar. Dia mencontohkan langkah Kementerian Perdagangan yang merevisi peraturan soal larangan terbatas impor hingga tiga kali dalam kurun dua bulan. 

Itu sebabnya iming-iming cadangan nikel terbesar dunia belum mempan. Terlebih jika praktik pertambangan hingga pengolahan nikel di Indonesia belum memenuhi standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) yang tinggi. “Tesla punya pasar yang konsumennya memiliki kesadaran tinggi terhadap ESG,” ujarnya.

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede pun mencatat bahwa masalah birokrasi masih menjadi kekhawatiran terbesar investor asing. Dia mencontohkan, pemerintah masih belum menyelesaikan aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja yang sebenarnya dibuat untuk mengatasi kendala akibat regulasi. Belum lagi ketidaksesuaian antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. “Hal ini menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintahan selanjutnya supaya semua masalah tadi ditangani dengan baik,” kata Josua.

Minim Tenaga Kerja Terampil

Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual menyoroti masalah sumber daya manusia. Perusahaan milik Elon Musk berfokus pada teknologi tinggi yang membutuhkan keterampilan khusus, sehingga upah murah di Indonesia tidak menarik jika minim keterampilan. “Kita kesulitan tenaga kerja dengan keterampilan tinggi di beberapa sektor, terutama yang berkaitan dengan teknologi,” ujarnya. 

Contohnya terlihat dari langkah Apple yang memilih mendirikan pusat pelatihan saat diminta membangun pabrik. “Itu menunjukkan mereka masih khawatir soal ketersediaan pekerja dengan keterampilan tinggi,” kata David. Kondisi ini pula yang membuat Indonesia tidak menjadi hub produksi perusahaan padat teknologi, seperti Vietnam dan Thailand.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Daniel A. Fajri dan Grace Gandhi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus