Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Ombudsman menemukan potensi maladministrasi dalam penyaluran pupuk bersubsidi.
Perlu perbaikan kriteria petani penerima subsidi pupuk demi pembenahan tata kelola.
Penyaluran pupuk bersubsidi hanya 9 juta ton per tahun dan total kebutuhan 24 juta ton per tahun.
JAKARTA — Penyaluran pupuk bersubsidi masih menyimpan segudang masalah. Kajian Ombudsman Republik Indonesia menemukan potensi maladministrasi dalam distribusi pupuk murah untuk petani.
Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, mengatakan masalah yang menghambat penyaluran pupuk bersubsidi adalah akurasi data penerima, mekanisme distribusi, efektivitas penyaluran, serta mekanisme pengawasan distribusi. "Masalah dalam tata kelola pupuk bersubsidi bisa menimbulkan maladministrasi. Karena itu, perlu dicegah," kata dia, kemarin.
Salah satu temuan Ombudsman adalah kriteria petani penerima pupuk bersubsidi tidak sesuai dengan rujukan aturan, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, serta UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Petani membawa pupuk bersubsidi untuk kebutuhan tanaman padi di Aceh Besar, Aceh, 21 Februari 2021. ANTARA/Irwansyah Putra
Ombudsman juga menemukan ketidakakuratan data petani penerima subsidi pupuk. Menurut Yeka, pendataan petani penerima pupuk bersubsidi berjalan setiap tahun dengan proses lama dan berujung pada ketidakakuratan. "Jika kondisi ini dibiarkan terus-menerus, kami melihat adanya potensi maladministrasi dalam proses pendataan yang berakibat buruknya perencanaan dan kisruhnya penyaluran,” kata Yeka.
Persoalan lainnya adalah keterbatasan akses bagi petani untuk memperoleh pupuk bersubsidi. Menurut Yeka, ada pula persoalan transparansi proses penunjukan distributor dan pengecer resmi. Mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi juga belum selaras dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik dan prinsip 6T, yakni tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu. Temuan yang tak kalah penting adalah pengawasan yang belum efektif sehingga rawan akan penyimpangan.
Ombudsman pun memberi sejumlah rekomendasi. Yeka mengatakan harus ada perbaikan kriteria petani penerima pupuk bersubsidi dengan beberapa opsi, misalnya alokasi pupuk bersubsidi diberikan 100 persen kepada petani tanaman pangan dan hortikultura sesuai dengan kebutuhan lahannya dengan luas lahan garapan di bawah 0,1 hektare. Ombudsman juga menyarankan pendataan penerima pupuk subsidi dilakukan setiap lima tahun sekali dengan evaluasi setiap tahun.
Selain itu, kata Yeka, penyusunan mekanisme distribusi harus melibatkan aparatur desa dalam pendataan, verifikasi, dan validasi rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). “Kami akan mengawasi dan memberi pendampingan,” ujar dia.
Maladministrasi pupuk bersubsidi.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, Ali Jamil, mengatakan anggaran pupuk bersubsidi terus menurun setiap tahun. Jumlah petani yang terdaftar kini mencapai 17 juta orang yang terbagi dalam 70 ribu jenis komoditas. Menurut dia, pemerintah siap memperbaiki tata kelola pupuk bersubsidi, terutama dari sisi kriteria penerima. “Rekomendasi dari Ombudsman dapat ditindaklanjuti untuk penyaluran 2022.”
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, menyatakan ada persoalan dalam tata kelola pupuk bersubsidi, di antaranya data penerima dan mekanisme penyaluran. Kementerian Perdagangan, kata dia, akan menyempurnakan kembali Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian. "Aturan ini sebetulnya sudah tepat. Tapi, karena implementasinya multitafsir, sehingga menjadi salah,” ujar dia.
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Bakir Pasaman, mengatakan distribusi pupuk bersubsidi dari lini 1 ke lini 4 sudah sesuai dengan aturan. Menurut dia, masalah sering terjadi pada lini 5 atau pada kios penyalur. Bakir mengakui reformasi pupuk bersubsidi yang ditempuh perseroan belum sepenuhnya tuntas. Saat ini Pupuk Indonesia memproduksi 13,5 juta ton pupuk per tahun dan 9 juta ton di antaranya disalurkan sebagai pupuk bersubsidi.
LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo