Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah telah mengurangi komoditas impor yang termasuk kategori larangan terbatas (lartas) mulai 1 Februari 2018. Kebijakan ini bertujuan menyederhanakan tata niaga di bidang impor dengan menggeser pengawasan sejumlah barang impor lartas dari wilayah pabean (border) ke luar wilayah pabean atau post border.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Namun Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menekankan tak ada perubahan dalam ketentuan atau persyaratan impor. Para importir tetap harus memenuhi tujuh dokumen yang ditetapkan pemerintah dalam tata niaga impor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tujuh dokumen tetap harus dipenuhi. Bedanya, hanya tiga dokumen yang harus dilengkapi di border atau pelabuhan. Empat dokumen kelengkapan lainnya nanti diperiksa setelah barang masuk," kata Oke dalam acara Sosialisasi dan Coaching Clinic Regulasi, Pengawasan Tata Niaga Impor di Post Border bersama dengan Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (Hippindo) di Hotel Santika Premiere, Jakarta Barat, Kamis, 22 Maret 2018.
Empat dokumen kelengkapan lainnya itu, menurut Oke, akan diperiksa dalam jangka lima tahun. Untuk itu, importir harus membuat surat pernyataan sudah memiliki empat dokumen itu lewat self-declaration yang bisa diunggah secara online.
"Jadi selama lima tahun akan kami awasi. Kemendag bisa datang kapan pun untuk mengecek kelengkapan dokumen tersebut. Jika kedapatan berbohong, akan diberi sanksi tegas," ujarnya. Tapi dia tidak menjelaskan secara terperinci sanksi seperti apa yang akan diberlakukan.
Oke menjelaskan, sejak peraturan tersebut diberlakukan pada 1 Februari 2018, sudah banyak importir yang memahami peraturan post border ini. Namun sosialisasi dan coaching clinic tetap dilakukan karena permasalahan teknis dan operasional yang belum sepenuhnya dipahami.
Bahkan, selama peraturan hampir dua bulan diberlakukan, kata dia, ada beberapa kejadian dilaporkan terkait dengan pihak yang memanfaatkan kelonggaran aturan yang diberikan dengan adanya post border. "Jadi ini yang kami antisipasi, mungkin permasalahannya ada di sistem," katanya.
Adapun barang impor yang digeser pengawasannya ke post border terdiri atas 21 komoditas. Komoditas itu antara lain pelumas, produk tertentu, intan kasar, semen clinker dan semen, bahan baku plastik, keramik, perkakas tangan, dan ban. Selain itu, besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya, produk kehutanan, jagung, serta mesin multifungsi, fotokopi, dan printer berwarna.
Komoditas lain adalah mutiara, kaca lembaran, barang berbasis sistem pendingin, barang modal tidak baru, hewan dan produk hewan, serta produk hortikultura. Adapun alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya asal impor, minyak bumi, gas bumi, dan bahan bakar lainnya, serta sakarin, siklamat, dan preparat bau-bauan mengandung alkohol, juga dialihkan ke post border.
Kebijakan pengaturan tata niaga impor ini diharapkan bisa mendukung iklim investasi di dalam negeri, menurunkan dwelling time dan biaya logistik, serta bisa mendorong peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia.
Ketua Umum Hippindo Budiharjo Iduansjah mengatakan, dengan adanya kebijakan ini, berbisnis menjadi lebih mudah. "Semua menjadi lebih sederhana dan banyak kemudahan. Kami berharap setelah ini rekomendasi untuk impor barang cukup dengan satu pintu saja," ujarnya di lokasi yang sama.