Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Perbankan berupaya mengantisipasi pengetatan likuiditas dengan mencari alternatif sumber pendanaan selain yang berasal dari penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Berdasarkan statistik perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terjadi kenaikan rasio pinjaman terhadap simpanan (loan-to-deposit ratio) perbankan, khususnya yang berada di kategori bank menengah kecil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu opsi yang ditempuh bank untuk mendiversifikasi sumber pendanaannya adalah melalui penerbitan obligasi. Direktur Utama PT Bank Victoria International Tbk, Ahmad Fajar, mengatakan pencarian pendanaan dari pasar modal harus dilakukan untuk mengimbangi pertumbuhan kredit yang ekspansif, sekaligus menjaga rasio kecukupan modal agar tetap sehat. "Kami sedang menggalang dana obligasi subordinasi berkelanjutan II tahap II sejumlah Rp 150 miliar," kata Fajar kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menuturkan penerbitan obligasi juga dimaksudkan untuk memperbaiki struktur liabilities bank agar tak hanya didominasi oleh dana yang bersifat jangka pendek. Sebelumnya, Bank Victoria telah menerbitkan obligasi subordinasi berkelanjutan II tahap I senilai Rp 250 miliar pada akhir Juni lalu. Adapun obligasi yang diterbitkan ini memiliki tenor 7 tahun dengan tingkat bunga 11,25 persen.
Langkah penerbitan surat utang juga direncanakan oleh PT Bank Mandiri Taspen dalam skema penawaran umum berkelanjutan (PUB) tahap I dengan target penggalangan mencapai Rp 1 triliun. Direktur Utama Bank Mandiri Taspen, Josephus K. Triprakoso, mengatakan dana yang dihimpun nantinya akan digunakan untuk mendukung ekspansi penyaluran kredit perseroan, termasuk mengantisipasi ketatnya persaingan industri perbankan. "Obligasi ini merupakan bagian dari rencana PUB kami sebesar Rp 4 triliun hingga 2022, dengan tingkat kupon yang ditawarkan berkisar 7,90-8,35 persen," kata Josephus.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk memberikan sinyal ancang-ancang penerbitan obligasi pada tahun depan. Menurut Wakil Direktur Utama BNI, Herry Sidharta, sebagaimana yang tercantum dalam rencana bisnis bank, total pendanaan non-konvensional akan dijaga pada kisaran 15-20 persen. Sedangkan BNI pada tahun ini juga telah menerbitkan negotiable certificate deposit dengan nilai Rp 2,39 triliun.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan persoalan likuiditas yang ketat masih akan membayangi perbankan. "LDR perbankan secara rata-rata 94,6 persen. Artinya, bank harus mati-matian berebut dana murah," ujarnya. Terlebih, pertumbuhan DPK sepanjang tahun ini juga cenderung melambat, yaitu berada di kisaran 6-7 persen.
Bhima berujar pilihan menawarkan obligasi di satu sisi memang dapat menjadi pendanaan alternatif bagi perbankan. "Tapi di tengah risiko pasar yang juga meningkat, tidak semua bank bisa menerbitkan obligasi dan laku," ucapnya.
Bhima mencontohkan bank-bank berskala kecil. Di tengah kondisi seperti saat ini, misalnya, mereka akan cenderung konservatif. "Karena mau menerbitkan obligasi juga bunganya mahal dan segmentasi pembelinya terbatas."
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memastikan lembaganya akan terus menjaga likuiditas perbankan tetap memadai. "Likuiditas akan dipastikan lebih dari cukup," ujar dia. Terlebih bank sentral telah berturut-turut melakukan pelonggaran moneter dan makroprudensial, termasuk merelaksasi kewajiban giro wajib minimum perbankan sebesar 50 basis point. GHOIDA RAHMAH
Perbankan Bersiap Terbitkan Obligasi
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo