Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Kementerian Perindustrian mencatat neraca perdagangan industri furnitur mengalami surplus pada Januari 2019 dengan nilai ekspor US$ 113,36 juta. "Kemajuan industri furnitur dan kerajinan Indonesia bukan hanya usaha dari pemerintah semata, namun juga semua pihak dari hulu ke hilir," kata Direktur Jenderal Industri, Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nilai ekspor selama Januari lalu naik 8,2 persen dibanding capaian pada Desember 2018. Selama tahun lalu nilai ekspor furnitur nasional menembus US$ 1,69 miliar atau naik 4 persen dibanding 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini industri kerajinan di Indonesia sebanyak 700 ribu unit usaha dengan menyerap tenaga kerja 1,32 juta orang. Untuk itu, Gati melanjutkan, pihaknya berharap agar sektor industri kecil dan menengah (IKM) yang menjadi produsen furnitur dan kerajinan agar tetap menjaga kualitas bahan baku dan produknya serta selalu berinovasi. "Yang tidak kalah penting juga adalah after sales service kepada para buyer agar mereka menjadi loyal customer," kata dia seperti dikutip Antara, kemarin.
Indonesia tercatat sebagai penghasil 80 persen rotan dunia untuk bahan baku furnitur selain kayu. Daerah penghasil utama rotan di Indonesia tersebar di berbagai pulau, terutama di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. "Indonesia punya 312 jenis spesies rotan, yang dapat dimanfaatkan untuk industri furnitur dan kerajinan," tutur Gati.
Gati mengatakan Kementerian menargetkan dalam lima tahun mendatang industri furnitur berperan lebih besar dalam perekonomian nasional melalui peningkatan nilai ekspor US$ 5 miliar pada 2024. "Kami berharap target ekspor itu tercapai, ini juga tergantung pengusaha untuk mencapai target itu butuh apa, pemerintah siap memfasilitasi," ujarnya di Yogyakarta, pekan lalu.
Saat ini pemerintah berusaha agar industri furnitur dan kerajinan dapat meningkatkan kontribusinya kepada produk domestik bruto (PDB). "Kendalanya untuk peningkatan ekspor bukan soal SDM (sumber daya manusia) saja, tapi juga bahan baku dan peralatan yang harus ikut di-support pemerintah," ujarnya. Selain itu, Gati menyoroti soal pelaksanaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang belum optimal dijalankan pelaku usaha perkayuan.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan berupaya memacu produk potensial Indonesia, yaitu hasil olahan kayu ringan, seperti jabon dan sengon, untuk menguasai pasar global. "Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pemain ekspor utama dalam produk kayu ringan dari jenis sengon dan jabon yang inovatif ke pasar global," kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Arlinda. PRIBADI WICAKSONO | ALI NUR YASIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo