Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Pertamina dan Petronas mengambil alih hak partisipasi Shell.
Blok Masela ditargetkan bisa berproduksi pada 2029.
Penjualan gas Blok Masela perlu dipastikan sejak awal.
JAKARTA – Pertamina dan Petronas resmi mengambil alih hak partisipasi Shell Upstream Overseas Services Limited di Blok Masela, kemarin. Kedua operator baru ladang gas yang terletak di Kepulauan Tanimbar, Maluku, tersebut mendapat tugas untuk menyelesaikan pengerjaan proyek strategis nasional yang tertunda ini pada 2029.Â
Perusahaan pelat merah Indonesia dan Malaysia itu masuk ke Blok Masela lewat anak usaha mereka, Pertamina Hulu Energi Indonesia dan Petronas Masela Sdn Bhd. Masing-masing mengantongi hak partisipasi sebesar 20 persen dan 15 persen dari total 35 persen yang dilepas Shell. Sisa hak partisipasi 65 persen di lapangan ini dimiliki oleh Inpex Masela Ltd.
Shell Global dalam keterangan persnya menyatakan hak tersebut dilepas dengan nilai US$ 325 juta dalam bentuk tunai. Selain itu, ada tambahan kontingen sebesar US$ 325 juta yang dibayarkan saat keputusan investasi akhir atau final investment decision (FID) diteken, sehingga total nilainya sebesar US$ 650 juta atau sekitar Rp 9,76 triliun. Direktur Shell Zoë Yujnovich mengatakan transaksi tersebut efektif sejak 1 Januari 2023. "Targetnya rampung pada kuartal ketiga tahun ini," ujarnya.Â
Baca juga: Larangan Dini Ekspor Gas
Pengelolaan Blok Masela digarap oleh Inpex dan Shell sejak 1998. Keduanya mendapat kontrak eksplorasi selama 30 tahun, kompensasi selama tujuh tahun, serta perpanjangan 20 tahun hingga 2055. Pada 2008, operator mengajukan rencana pengembangan alias plan of development (POD) ladang tersebut menjadi pabrik LNG atau gas alam cair di lepas pantai. Namun pemerintah mengubah rencana tersebut pada 2016 dengan memindahkan fasilitas produksinya ke darat.
Perubahan ini yang disebut sejumlah sumber Tempo menjadi pemicu hengkangnya Shell. Kebijakan pemerintah membuat biaya investasi membengkak dan menimbulkan ketidakpastian. Meskipun kemudian pemerintah menyatakan kepergian Shell yang dideklarasikan pada 2020 dipicu kebijakan perusahaan untuk beralih lini bisnis ke energi terbarukan. Akibatnya, potensi sumber daya gas hingga 27,9 triliun kaki kubik hingga kini belum tersentuh.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo