Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Para peternak sapi terus menunggu realisasi janji pemerintah mengenai ganti rugi hewan ternak yang mesti dipotong paksa karena terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK), serta janji-janji lain dalam penanganan wabah tersebut. Musababnya, hingga saat ini penanganan hawar tersebut masih dianggap lambat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Katanya sudah ada vaksin, dana bantuan tidak terduga yang dibelikan obat-obatan, APD, cairan disinfektan, hingga dana penggantian untuk peternak. Tapi masih banyak peternak yang belum menerima, hanya janji belaka," ujar Sekretaris Jenderal Komunitas Sapi Indonesia (KSI), Fitri R. Sunarya, kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal bantuan dari pemerintah tersebut sangat dibutuhkan oleh para peternak, terutama yang sapi-sapinya terkena PMK. Karena musibah ini, banyak peternak anggota KSI yang menanggung rugi. Begitu pula dengan peternak sapi perah. "Yang baru saja berkomunikasi dengan saya, kawan di Cikarang, minimum merugi Rp 500 juta pada momen Idul Adha ini," ujar Fitri.
Ia mengatakan estimasi tersebut muncul dari hitungan sederhana dengan asumsi modal membeli sapi Rp 25-30 juta per ekor. Apabila terkena PMK, sapi-sapi tersebut bisa mati atau dipotong paksa dengan harga di bawah Rp 5 juta per ekor.
Pemerintah sebelumnya menyepakati ganti rugi untuk sapi dengan PMK yang dimusnahkan atau dimatikan paksa bisa mencapai Rp 10 juta per ekor. Namun program tersebut sampai saat ini belum berjalan. Padahal pemusnahan sapi yang terjangkit PMK diperlukan untuk menghambat penyebaran penyakit tersebut.
Fitri menyayangkan lambatnya gerak pemerintah dalam mencegah dan menangani kasus yang kadung menyebar ke mana-mana ini. Dalam hal vaksinasi, misalnya, peternak belum mengetahui mekanisme pembagian dan prioritas distribusi vaksin.
"Seharusnya pemerintah memberikan prioritas bagi kandang-kandang yang belum terpapar untuk meminimalkan kerugian peternak yang belum terkena dampak PMK," ujar dia.
Pemberian jamu dan vitamin pada sapi di Petukangan, Jakarta, 1 Juli 2022. TEMPO/Amston Probel
Prosedur Ganti Rugi Belum Jelas
Anggota Dewan Pakar Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia, Rochadi Tawaf, mengatakan prosedur penggantian sapi yang mati akibat PMK belum jelas. "Kalau diganti, itu yang mati kapan? Di awal, di akhir, yang dipotong, atau bagaimana?" kata pengajar di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran itu.
Rochadi mengimbuhkan, masyarakat sangat membutuhkan penggantian tersebut, meskipun nominalnya belum dapat menutupi seluruh kerugian. "Yang penting pemerintah hadir, rakyat sudah senang. Sekarang kan baru janji-janji," tutur dia. Rochadi berpendapat, sebenarnya ada skema penggantian yang lebih menguntungkan peternak ketimbang pemberian dana tunai, misalnya dengan menyediakan pelonggaran kredit dan mengganti fisik ternak agar kegiatan usaha bisa dilanjutkan.
Senada dengan Rochadi, Ketua Dewan Peternak Rakyat Nasional, Teguh Boediyana, mengatakan kebijakan pemerintah seharusnya tidak berfokus pada penggantian sapi yang mati. Ia menganggap kebijakan tersebut belum cukup adil dan layak. "Kami ingin pemerintah memulihkan usaha peternak yang sapinya mati ataupun yang sapinya sembuh," ujar dia. Pasalnya, kalaupun sapi sudah sembuh dari PMK, produktivitasnya akan turun dan tidak akan menguntungkan untuk tetap dipelihara.
Teguh mendesak pemerintah menyediakan solusi bagi peternak, seperti mencarikan bibit, serta mendukung permodalan yang cukup besar agar usaha peternak bisa pulih. "Bagi kami di sektor persusuan, yang paling penting adalah pemulihan usaha peternak rakyat karena kondisi kami turun terus," tuturnya.
Kerugian Mencapai Triliunan Rupiah
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, juga mendorong pemerintah segera melindungi peternak dari wabah PMK. Musababnya, penyakit ini diperkirakan menimbulkan kerugian bagi peternak sapi tidak kurang dari Rp 788,81 miliar. Nilai kerugian itu belum termasuk kerugian yang diderita peternak sapi perah yang produksi susunya turun drastis.
Yeka memperkirakan potensi kerugian di sektor sapi perah bisa mencapai Rp 6 miliar per hari. "Dalam satu bulan bisa mencapai Rp 1,7 triliun," kata dia. Penurunan produksi susu sapi rakyat ini pun bisa berimbas meningkatnya impor susu.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Suharyanto, mengatakan janji ganti rugi untuk hewan ternak segera ditunaikan. Namun ia masih belum memastikan tanggal pelaksanaannya. Ia berujar, Kementerian Pertanian sedang menyusun aturan teknis dan rincian pelaksanaan di lapangan. "Semoga pekan depan sudah jelas."
Direktur Pembiayaan Pertanian Kementerian Pertanian, Indah Megahwati, mengatakan pengucuran bantuan masih menunggu persetujuan pejabat yang berwenang. Ia menyebutkan akan ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi peternak sebelum mendapat penggantian. Contohnya, harus ada surat keterangan dari dokter hewan dan surat dari dinas peternakan yang mengkonfirmasi bahwa hewan ternak mati karena PMK serta bisa mendapat bantuan dari pemerintah.
"Untuk penilaiannya, kami akan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan dokter hewan. Ini adalah penggantian untuk sapi dan kambing yang terkena dampak PMK yang dipotong paksa," tutur dia.
CAESAR AKBAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo