Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

PHK Marak Pengangguran Meningkat, Apa Dalih Menko PMK Muhadjir Effendy?

Menko PMK Muhadjir Effendy sebut peningkatan pengangguran akibat PHK tidak bisa digeneralisasi sebagai cerminan pengangguran tingkat nasional.

7 Agustus 2024 | 15.01 WIB

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy saat Rakor Tingkat Menteri Tindak Lanjut Dukungan Bantuan Kemanusiaan Akibat Bencana Tanah Longsor di Prov. Enga, Papua Nugini di Kemenko PMK, Jakarta, 1 Juli 2024. Muhadjir Effendy mengatakan Indonesia akan mengirimkan bantuan senilai Rp17 miliar untuk korban tanah longsor di Papua Nugini. Rencana pengiriman bantuan ini mulai disalurkan pada 8 Juli 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
material-symbols:fullscreenPerbesar
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy saat Rakor Tingkat Menteri Tindak Lanjut Dukungan Bantuan Kemanusiaan Akibat Bencana Tanah Longsor di Prov. Enga, Papua Nugini di Kemenko PMK, Jakarta, 1 Juli 2024. Muhadjir Effendy mengatakan Indonesia akan mengirimkan bantuan senilai Rp17 miliar untuk korban tanah longsor di Papua Nugini. Rencana pengiriman bantuan ini mulai disalurkan pada 8 Juli 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, memberikan tanggapan terkait maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang mengakibatkan peningkatan jumlah pengangguran belakangan ini, termasuk yang terjadi di Jakarta. Menurutnya, situasi tersebut tidak bisa digeneralisir untuk seluruh wilayah Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pernyataan ini disampaikan Muhadjir sebagai respons terhadap data yang dirilis oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Data tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 32.064 pekerja di Indonesia mengalami PHK dari Januari hingga Juni 2024. Dari jumlah tersebut, mayoritas terjadi di Jakarta, dengan persentase sebesar 23,29 persen atau sebanyak 7.469 pekerja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau dari datanya menurun. Secara nasional turun,” kata Menko PMK Muhadjir Effendy di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin lalu.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), TPT atau persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 5,32 persen atau 7,86 juta orang per Agustus 2023 dari total 147,71 juta angkatan kerja.

Muhadijr mengatakan adanya peningkatan pengangguran di salah satu kota tidak bisa digeneralisasi sebagai cerminan pengangguran di tingkat nasional.

Untuk mengatasi tingkat pengangguran di kota-kota besar, Menko Muhadjir menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja di perkotaan. Menurutnya, inisiatif ini diperlukan untuk mengurangi pengangguran dan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah urban.

Sebelumnya, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan bahwa penyerapan tenaga kerja di Indonesia telah berjalan dengan cukup baik, sehingga mampu menurunkan tingkat pengangguran terbuka. Namun, ia juga mencatat bahwa tenaga kerja informal masih mendominasi di Indonesia.

Menurut Amalia, meskipun penurunan tingkat pengangguran terbuka adalah hal yang positif, fokus berikutnya harus pada peningkatan produktivitas tenaga kerja. Hal ini penting karena tenaga kerja informal biasanya memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan tenaga kerja formal. Oleh karena itu, upaya untuk memperbaiki kualitas tenaga kerja dan mempromosikan pekerjaan formal menjadi langkah penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia ke depannya.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK, Warsito, dalam Seminar Nasional Orkestrasi Vokasi Era Revolusi Industri 4.0 di Jakarta, Selasa, mengungkapkan angka TPT di beberapa negara maju seperti di Amerika Serikat dengan 3,9 persen, Jerman di 3,2 persen, dan Singapura yang berada di bawah 2 persen.

 "Ini menjadi catatan penting, bagaimana kita memberi respons terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka kita, mau tidak mau harus kita beri solusi," ujarnya.

 Warsito juga menyoroti pentingnya memahami substansi dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia. Menurutnya, substansi TPT di Indonesia berbeda dengan yang terdapat di sejumlah negara maju.

Warsito menjelaskan bahwa tingginya angka TPT di Indonesia umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya masyarakat yang belum bekerja, mereka yang masih kuliah atau sekolah dan sedang mencari kerja, lulusan baru yang mulai mencari pekerjaan, serta mereka yang baru saja berhenti bekerja dan sedang mencari pekerjaan baru.

Di sisi lain, lanjut Warsito, di negara maju, angka TPT lebih dipengaruhi oleh dinamika perkembangan industri dan bisnis yang memerlukan keterampilan baru, reskilling, dan upskilling, sebagai indikator ekonomi yang berkembang.

Warsito menekankan bahwa pemerintah sedang berupaya menyiapkan strategi pendidikan vokasi yang dinamis dan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

"Pemerintah Indonesia menyikapi berbagai isu dan tantangan tersebut pemerintah mengeluarkan regulasi Perpres 68/2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Latihan Vokasi," ujarnya.

 Warsito mengajak kepada generasi muda untuk bersikap aktif, evolusif, serta tidak kaku dan jumud guna meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi tantangan kerja di masa depan, demi menurunkan angka pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

SUKMA KANTHI NURANI  | ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus