Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengerek Porsi Listrik dari Energi Baru

RUPTL 2021-2030 dirancang dengan proyeksi pertumbuhan konsumsi listrik 4,9 persen.

6 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PLN dan Kementerian ESDM menyelesaikan RUPTL 2021-2030 yang dirancang sejak 2020.

  • Porsi energi baru terbarukan bertambah dalam RUPTL 2021-2030.

  • Hingga 10 tahun ke depan, tidak akan ada pembangunan pembangkit listrik batu bara.

JAKARTA – PT PLN (Persero) merancang Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 dengan porsi energi terbarukan yang lebih besar demi mendukung target pengurangan emisi gas rumah kaca pada 2060.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini, menyebutkan ada penambahan kapasitas pembangkit listrik dari energi baru terbarukan. Dari total rencana instalasi pembangkit anyar sebesar 40,6 gigawatt hingga 2030, kapasitas pembangkit energi baru mencapai 51,6 persen atau 20,9 gigawatt.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Zulkifli, target tersebut salah satunya akan dipenuhi dari pembangunan pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 4,7 gigawatt. Proyek ini menjadi andalan lantaran teknologinya sudah semakin murah dan pengembangannya relatif cepat. "Inisiatif lainnya adalah meningkatkan keberhasilan commercial operation date (COD) pembangkit tenaga panas bumi dan pembangkit tenaga air," kata dia, kemarin.

PLN menargetkan tambahan kapasitas dari pembangkit panas bumi sebesar 3,35 gigawatt dan pembangkit tenaga air hingga 10,3 gigawatt. Dalam jangka pendek, kata Zulkifli, porsi energi baru akan ditambah dengan cara mengganti pembangkit listrik bertenaga diesel yang tersebar di berbagai daerah dengan pembangkit tenaga surya. Strategi lainnya adalah penerapan co-firing biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Pengujian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) IPP Kalbar-1 unit 2 yang dilakukan PLN di Bengkayang, Kalimantan Barat, Juni 2021. Dok. PLN

Direktur Perencanaan Korporat PLN, Evy Haryadi, menyatakan penambahan kapasitas pembangkit listrik energi baru hingga 2025 mencapai 10,6 gigawatt. Pada 2026, tambahan kapasitas salah satunya dipenuhi dari pembangkit beban dasar menggunakan energi baru.

Pembangkit beban dasar yang sebelumnya menggunakan PLTU batu bara diganti dengan pembangkit energi baru berkapasitas 1 gigawatt. "Diharapkan energy storage-nya sudah mulai kompetitif dan bisa mulai menggantikan PLTU base load yang ada," tutur Evy. Secara paralel, sebanyak 1,1 gigawatt PLTU subcritical di Muarakarang, Priok, Tambaklorok, serta Gresik mulai distop pada 2030.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan, hingga 10 tahun ke depan, tidak akan ada lagi pembangunan pembangkit listrik menggunakan batu bara. Sebanyak 13,8 gigawatt tambahan instalasi PLTU dalam RUPTL 2021-2030 merupakan bagian dari proyek 35 gigawatt yang berlangsung sejak 2015. "Pembangunan PLTU yang baru tidak lagi menjadi opsi, kecuali yang saat ini sudah commited dan ada di tahap konstruksi," katanya.

Menurut Arifin, peralihan ke energi bersih sudah harus dilakukan, mengingat komitmen Indonesia untuk turut mengurangi emisi gas kaca. Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris dan harus mengurangi emisi sebesar 29 persen pada 2030 dengan upaya sendiri. Selain itu, kata dia, tuntutan penggunaan energi rendah karbon juga datang dari pasar internasional. Industri yang menghasilkan emisi tinggi akan kesulitan menjajakan produknya.

Rincian Penambahan Kapasitas Pembangkit dan Target Bauran Energi

Karena itu, Arifin mewanti-wanti PLN untuk melaksanakan RUPTL sesuai dengan rencana dan tepat waktu. "Akan sia-sia jika RUPTL yang sudah disepakati bersama tidak dilanjutkan ke tahap pengadaan dan direalisasikan," ujar dia.

RUPTL 2021-2030, yang dibahas sejak 2020, disepakati oleh pemerintah pada 28 September lalu. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi, Rida Mulyana, menyatakan pandemi membuat pembahasan rencana usaha itu molor sekaligus menurunkan permintaan tenaga listrik. "Perlu waktu untuk penyesuaian asumsi yang digunakan," katanya.

RUPTL ini dirancang dengan proyeksi konsumsi tenaga listrik hanya tumbuh rata-rata 4,9 persen. Selain itu, penyusunan rencana pengadaan listrik perlu mempertimbangkan tuntutan global terhadap energi bersih.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menyebutkan rancangan RUPTL 2021-2030 merupakan langkah awal yang baik untuk rencana dekarbonisasi pada 2060. Terlebih dengan komitmen pemerintah untuk tak lagi membangun PLTU setelah proyek 35 gigawatt selesai.

Namun Fabby menghitung target penambahan kapasitas yang dirancang belum cukup untuk memenuhi rencana netral karbon. "PLN harus melakukan phase out PLTU lebih banyak dari rencana 1,01 gigawatt yang mereka bilang," ujarnya.

Menurut Fabby, masih ada peluang dari rencana pembangunan PLTU yang mungkin batal karena masalah pendanaan. Sebab, Cina sudah memutuskan tidak lagi membiayai proyek PLTU di luar negeri. Jika hal tersebut terjadi, PLN diingatkan untuk segera melakukan terminasi proyek tersebut dan menggantinya dengan pembangkit listrik dari energi terbarukan.

VINDRY FLORENTIN 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus