Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pembangkit Listrik Tenaga Uap alias PLTU disebut sebagai kontributor utama polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Continuum Indef, misalnya, menganalisis perbincangan warganet di Twitter mengenai polusi udara di Jakarta dari 31 Juli sampai 20 Agustus 2023. Ada 44.268 perbincangan mengenai topik itu dari 34.590 akun yang sudah terverifikasi. Dari jumlah perbincangan tersebut, 9,5 ribu menyebut penyebabnya adalah dari sektor energi, yakni PLTU.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soal ini, Direktur Utama PLN Indonesia Power (PLN IP) Edwin Nugraha Putra mengatakan teknologi ramah lingkungan telah diadopsi pada PLTU di sekitar Jakarta. “Ada Electrostatic Precipitator (ESP) serta Continuous Emission Monitoring System (CEMS),” kata Edwin dalam keterangan tertulis pada Tempo, Rabu, 23 Agustus 2023.
Teknologi tersebut, kata dia, terpasang pada tiap-tiap cerobong pembangkit listrik untuk memastikan emisi gas buang, termasuk PM 2.5 mampu ditekan dengan maksimal. PM 2.5 adalah partikel udara berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron.
“ESP merupakan teknologi ramah lingkungan pada PLTU yang berfungsi untuk menangkap debu dari emisi gas buang dengan ukuran sangat kecil,” beber Edwin.
Sedangkan CEMS, lanjut Edwin, merupakan teknologi untuk memantau emisi pembangkit secara terus menerus. Dengan begitu, emisi yang keluar dari cerobong bisa dipantau secara real time, serta dipastikan tidak melebihi baku mutu udara ambien yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Lebih jauh, dia menjelaskan prinsip kerja ESP. ESP memberi muatan negatif kepada abu hasil pembakaran melalui beberapa elektroda. Jika abu itu diteruskan ke dalam sebuah kolom yang terbuat dari plat yang memiliki muatan lebih positif, secara alami abu akan tertarik oleh plat bermuatan positif tersebut.
Selanjutnya: Abu hasil pembakaran itu lalu ...
Abu hasil pembakaran itu lalu terakumulasi, kemudian sebuah sistem rapper khusus membuat abu tersebut jatuh ke bawah dan keluar dari sistem ESP. "Efisiensi penyaringan abu dengan ESP mampu mencapai 99,99 persen," tutur dia.
Edwin menjelaskan, selain pemasangan ESP, pihaknya juga melakukan pemasangan Low NOx Burner dan pemilihan batubara rendah sulfur (coal blending) pada setiap PLTU. Sehingga, kata dia, emisi yang dikeluarkan oleh PLTU selalu aman dan berada dibawah ambang batas pemenuhan baku mutu sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor 15 Tahun 2019.
Dia lantas mencontohkan hasil monitoring CEMS per 15 Agutus 2023 mencatat, emisi masih di bawah baku mutu yang ditentukan oleh KLHK. Edwin juga menyebut KLHK telah menyematkan penghargaan Proper (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan) kepada PLTU.
"KLHK menyematkan sedikitnya sembilan penghargaan proper emas pada PLTU, 10 hijau 2 biru pada 2022," ungkap Edwin.
Pembangkit listrik tersebut antara lain PLTU Suralaya 1-7, PLTU Banten 1 Suralaya, PLTU Lontar dan PLTU Pelabuhan Ratu. Pembangkit-pembangkit tersebut menopang kebutuhan listrik Jakarta dan sebagian Jawa Barat.