Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pusat Muhammadiyah gelar rapat pleno pada Sabtu, 13 Juli 2024 untuk mengkaji kebijakan pemerintah soal izin tambang untuk organisasi kemasyarakatan atau ormas keagamaan termasuk memutuskan sikap jika mendapat tawaran mengelola tambang dari pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Jadi kami akan cari mekanisme di Muhammadiyah untuk membahas soal tambang ini lewat forum yang lebih besar. Kemungkinan itu akan kami bahas dalam pleno diperluas yang mengundang pimpinan wilayah seluruh Indonesia," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti di Jakarta pada Kamis, 11 Juli 2024
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sikap Muhammadiyah
Menurut Abdul Mu'ti, Muhammadiyah tak akan sembarangan dalam mengambil keputusan soal izin tambang untuk ormas ini. Ia menilai, seluruh elemen dalam organisasi harus terlibat, termasuk pengurus di tingkat daerah.
Keterlibatan seluruh elemen diperlukan karena jika tawaran izin tambang itu mereka terima maka waktunya akan berlangsung puluhan tahun lamanya. Abdul Mu'ti juga menekankan, Muhammadiyah sangat berhati-hati dalam mengambil sikap mengenai persoalan izin tambang ini untuk meminimalisir terjadinya perpecahan internal di Muhammadiyah sendiri.
"Jangan sampai dapat tambang tapi kita kemudian tarik tambang di dalam rumah gitu," kata Abdul.
Meski belum ada tawaran dari pemerintah mengenai izin tambang ini, kata dia, pihaknya sudah mulai meminta pendapat dari para ahli soal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang mengizinkan Ormas mengelola usaha pertambangan. Mereka khawatir peraturan tersebut belum kuat untuk dijadikan dasar hukum karena belum memiliki aturan turunan.
"Soal dasar PP ini, kan memang juga harus dijelaskan dulu. Dalam pengertian, akan masih ada ya perselisihan pendapat bahwa PP ini bertentangan dengan undang-undang. Muhammadiyah mengundang para pakar, ini yang benar bagaimana?” kata Abdul.
Abdul Mu’ti menegaskan Muhammadiyah juga masih akan mengkaji dampak baik dan buruk mengenai pengelolaan tambang.Karenanya, mereka meminta masukan dari para ahli lingkungan. Abdul Mu'ti berharap setelah rapat pleno diperluas, pihaknya bisa memberikan pandangan yang komprehensif mengenai izin tambang untuk ormas itu.
Sebelumnya, usai diskusi di ruang rapat Komisi IX di Senayan, Rabu, 26 Juni 2024 lalu, Pengamat Kebijakan Publik Muhammadiyah sekaligus Wakil Ketua Badan Arbitrase Syariah Nasional MUI, Ihsan Tanjung mengatakan, Muhammadiyah belum menentukan menerima atau menolak wilayah izin usaha pertambangan khusus itu.
“Tak ada kami menolak, belum pernah Muhammadiyah menolak. Karena kami belum menyatakan sikap apapun. Jadi kalau ada yang menolak itu personal bukan Muhammadiyah. Yang resmi dari Ketua Umum Muhammadiyah,” kata dia.
Ia mengungkapkan, memang ada perbedaan pendapat di internal Muhammadiyah, namun itu hal yang wajar.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menyetujui pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI I HAN REVANDA PUTRA I CICILIA OCHA