Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menjaring Investor Proyek Transportasi

Pusat Pembiayaan Infrastruktur Transportasi (PPIT) mencari investor yang mau membiayai proyek infrastruktur transportasi.

17 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PPIT Kementerian Perhubungan mengenjot pembiayaan 16 proyek transportasi.

  • PPIT menawarkan skema pendanan non-APBN.

  • Kementerian Perhubungan hanya menyanggupi 18 persen dari total kebutuhan proyek transportasi.

JAKARTA – Pusat Pembiayaan Infrastruktur Transportasi (PPIT) Kementerian Perhubungan tengah menyeleksi skema pembiayaan non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk 16 proyek infrastruktur transportasi prioritas. Kepala PPIT Siti Maimunah mengatakan lembaganya akan memasarkan proyek-proyek tersebut, terutama yang masih dalam tahap perencanaan, kepada calon investor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kehadiran PPIT diharapkan dapat mempercepat proses pembiayaan sehingga proyek bisa segera dikerjakan. Selama ini, proyek-proyek tersebut ditangani secara terpisah oleh empat direktorat jenderal di Kementerian Perhubungan. "Prosesnya kurang cepat sehingga PPIT muncul untuk memudahkan calon investor. Investasi mereka diarahkan ke satu pintu," ucapnya kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembiayaan kreatif atau pembiayaan non-APBN sudah lama dicetuskan pemerintah untuk memangkas beban kas negara. Merujuk pada Rencana Strategis Kementerian Perhubungan 2020-2024, total kebutuhan dana infrastruktur transportasi bisa menyundul Rp 1.288 triliun. Penggunaan dana swasta menjadi urgen karena negara hanya menyanggupi 18 persen atau sekitar Rp 227 triliun dari total kebutuhan tersebut. 

Lewat Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 17 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan, PPIT dibentuk pada September 2022 sebagai unit kerja yang bertanggung jawab kepada Menteri melalui Sekretariat Jenderal. Lembaga yang dipimpin pejabat setingkat eselon II itu menjadi promotor berbagai skema pembiayaan kreatif, dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), kerja sama pemanfaatan (KSP), hingga kerja sama pemanfaatan infrastruktur (KSPI).

Saat ini, unit kerja anyar itu masih mengembangkan 5 proyek transportasi yang tertahan di tahap perencanaan, 6 proyek di tahap persiapan, 2 proyek yang akan mengikat perjanjian pembiayaan (financial close), 2 proyek yang memasuki tahap konstruksi, serta 1 proyek yang sudah beroperasi sebagian. "Sebelum era PPIT, direktorat teknis ditugasi penyusunan kebijakan, pelayanan, perizinan, keselamatan, dan lainnya," tutur Siti. "Kami dibentuk khusus untuk membantu penyiapan creative financing."

Siti menyatakan fungsi unitnya tak akan tumpang-tindih dengan lembaga sejenis yang dibentuk pemerintah. Pasalnya, PPIT hanya menjaring proyek non-APBN di lingkungan Kementerian Perhubungan. "Tapi tetap berkoordinasi dengan beberapa kementerian dan lembaga, serta kepada PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI)."

Beberapa proyek perkeretaapian urban di antaranya mass rapid transit (MRT) fase 4 di DKI Jakarta serta kereta rel ringan Bali fase 1 masuk daftar proyek terencana di Kementerian Perhubungan. Dari penelusuran Tempo, biaya proyek MRT fase 4 untuk rute Fatmawati-Kampung Rambutan sempat ditaksir mencapai Rp 17-20 triliun. Namun manajemen MRT Jakarta masih berfokus mengejar pembiayaan MRT fase 3 Balaraja-Cikarang sepanjang 84,1 kilometer, yang biayanya Rp 160 triliun. 

Dalam daftar kerja PPIT, hanya proyek kereta api Sulawesi rute Makassar-Parepare yang sudah menembus tahap operasional. Sejak peletakan batu pertama pada 2014, layanan sepur perdana di Sulawesi itu baru diuji secara terbatas pada Oktober 2022. Saat itu, hanya ada jalur sepanjang 71 kilometer di segmen Barru-Maros yang siap dibuka untuk pengujian penumpang, serta jalur 80 kilometer di rute Stasiun Rammang-Rammang hingga Stasiun Garongkong yang diuji untuk jalur barang. Pengujian lanjutannya, pada Maret 2023, sempat diwarnai kendala. Salah satu rangkaian kereta rel diesel elektrik gagal melewati jalur menanjak di jalur Barru-Maros.

Merujuk pada data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), lembaga pengawas proyek strategis nasional (PSN), kebutuhan investasi kereta api Makassar-Parepare menembus Rp 8,25 triliun. Karena rumitnya mengundang pembiayaan kreatif, Rp 6 triliun dari kebutuhan itu masih dibiayai dengan kas negara, belum termasuk Rp 84 miliar dana pembebasan lahan yang disokong kas daerah. Adapun porsi KPBU tercatat sebesar Rp 2,1 triliun—terdiri atas belanja usaha Rp 1 triliun serta ongkos operasi dan perawatan Rp 1,1 triliun. 

Proyek pembangunan CP 201 fase 2A MRT Jakarta Stasiun Thamrin dan Monas, September 2022. TEMPO/Subekti

Kepala Divisi Project Management Office Sektor Energi dan Teknologi KPPIP, Yudi Adhi Purnama, mengakui soal dinamisnya penentuan pembiayaan proyek non-APBN. Tak sebatas soal studi kelayakan, perjanjian investasi juga bisa batal mendadak akibat perbedaan visi peminjam dana, perubahan bunga utang, bahkan menyangkut situasi geopolitik.

Kondisi tersebut berbeda dengan proyek yang disokong langsung dengan dana negara ataupun yang didanai lewat penyertaan modal ke perusahaan pelat merah. "Perjanjian bisnis itu soal cocok dan tidak cocok, tidak bisa seperti kawin paksa," kata Yudi. "Banyak proyek yang awalnya bisa diajukan, kemudian menjadi tidak layak karena perubahan kondisi."

Direktur Center of Economics and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai keberadaan PPIT bisa menjembatani setiap unit kerja di Kementerian Perhubungan. Menurut dia, lembaga ini pun bisa mengintegrasikan pergerakan badan usaha pelaksana proyek. "Selama ini banyak komitmen pembiayaan yang macet karena kurangnya kesiapan teknis. PPIT bisa mengurus proyek dari negosiasi sampai pembangunan."  

Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mengatakan PPIT masih sejenis dengan Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur bentukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Namun skala proyek yang ditangani kedua unit ini berbeda. "Jumlah proyek pekerjaan umum yang banyak harus dipegang eselon I, sementara proyek non-APBN Kementerian Perhubungan lebih minim, jadi sementara bisa di eselon II." 

YOHANES PASKALIS

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus