Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengingatkan untuk waspada terhadap pola baru tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berbasis teknologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jokowi merujuk pada data crypto crime report, yang mana ditemukan indikasi pencucian uang melalui aset kripto sebesar US$ 8,6 miliar pada 2022 atau setara dengan Rp 139 triliun. Angka yang sangat besar tersebut, kata Jokowi, menunjukkan bahwa pelaku TPPU tak kehabisan akal dalam mencari cara pencucian uang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini bukan besar, tapi besar sekali. Artinya, pelaku TPPU terus-menerus mencari cara-cara baru,” kata Jokowi dalam Peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Rabu, 17 April 2024 di Istana Negara, Jakarta, dikutip dari siaran resminya.
Dia menegaskan, penanganan TPPU harus dilakukan secara komprehensif. Dengan demikian, penegakan hukum dapat lebih maju dan tak pandang bulu.
“Kita harus dua atau tiga langkah lebih maju dari para pelaku dalam membangun kerja sama internasional, dalam memperkuat regulasi dan transparansi dalam menegakkan hukum yang tanpa pandang bulu, serta pemanfaatan teknologi. Ini yang penting,” katanya.
Selanjutnya: Dalam antisipasi pemberantasannya, kata Jokowi, harus bergerak....
Dalam antisipasi pemberantasannya, kata Jokowi, harus bergerak dengan cepat dan tak boleh kalah canggih dari para pelaku TPPU. Cara-cara yang dilakukan mesti teranyar dan penuh perhitungan.
“Kita tidak boleh kalah, tidak boleh kalah canggih, tidak boleh jadul, tidak boleh kalah melangkah, harus bergerak cepat, harus di depan mereka. Kalau ndak ya kita akan ketinggalan terus,” tutur RI 1 itu.
Jokowi juga berpesan agar jajarannya terus mengupayakan penyelamatan dan pengembaliaan uang negara melalui Undang-Undang Perampasan Aset dan Undang-Undang Pembatasan Uang Kartal. Dia menyatakan, peraturan tersebut saat ini masih bergulir di DPR.
“Bolanya ada di sana, karena kita harus mengembalikan apa yang menjadi milik negara. Kita harus mengembalikan apa yang menjadi hak rakyat, pihak yang melakukan pelanggaran semuanya harus bertanggung jawab atas kerugian negara yang diakibatkan."