Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Target pemenuhan TKDN kendaraan listrik 40 persen mundur ke 2026.
Mayoritas pabrik sepeda motor listrik belum memenuhi target TKDN.
Revisi Perpres Kendaraan Listrik bakal menguntungkan produsen asing.
JAKARTA - Wacana pelonggaran yang digulirkan pemerintah ihwal ketentuan kendaraan listrik akhirnya kelar. Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang percepatan program kendaraan listrik pada 8 Desember lalu. Aturan anyar ini merevisi Perpres Nomor 5 Tahun 2019.
Ada beberapa ketentuan baru yang termuat dalam aturan tersebut. Misalnya, perusahaan diperbolehkan mengimpor kendaraan utuh atau completely built-up (CBU), terdapat insentif untuk impor kendaraan utuh, hingga diubahnya target pemenuhan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk kendaraan listrik.
Terbitnya aturan ini tak mengejutkan pelaku industri. Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli) Budi Setiyadi mengatakan substansi revisi peraturan presiden itu sudah diungkapkan pemerintah dalam rapat yang ia ikuti beberapa bulan lalu. “Waktu itu saya pernah dengar dan kemudian saya diskusikan dengan teman-teman di industri,” ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Bagi pelaku industri sepeda motor listrik, aturan ini memberikan ruang bagi pabrikan-pabrikan yang belum memenuhi ketentuan TKDN untuk bernapas. Musababnya, pemerintah memundurkan tenggat penerapan target minimum TKDN 40 persen untuk sepeda motor listrik, yang semestinya dicapai paling lambat pada 2023 menjadi pada 2026. Pasalnya, Aismoli mencatat saat ini, dari 48 pabrik sepeda motor listrik di Indonesia, baru 18 perusahaan yang mencapai TKDN dan menjadi mitra penjualan sepeda motor listrik dengan subsidi pemerintah.
Dengan pelonggaran kebijakan ini, Budi yakin ruang bagi para pemain baru sepeda motor listrik masih terbuka lebar. “Saya melihat gairah industri masih berkembang. Tapi, untuk mencapai TKDN 40 persen pada 2024, memang agak terhambat, misalnya karena ada beberapa suku cadang yang belum diproduksi di Indonesia,” katanya. Ia yakin dalam beberapa waktu ke depan target TKDN akan semakin mudah dicapai seiring dengan berproduksinya pabrik-pabrik baterai anyar pada tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menyitir Perpres Nomor 79 Tahun 2023, pemerintah menggeser target capaian tingkat kandungan dalam negeri untuk mobil dan sepeda motor listrik. Dalam aturan anyar ini, tenggat TKDN 40 persen dimundurkan dari 2024 menjadi 2026. Selanjutnya TKDN 60 persen harus dicapai hingga 2029, TKDN 80 persen pada 2030, dan seterusnya.
Budi yakin aturan anyar ini bisa menarik pemain-pemain baru. Terlebih aturan itu sudah mengendurkan ketentuan soal impor kendaraan jadi dari luar negeri. Sebelumnya, berdasarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2019, hanya perusahaan yang akan membangun fasilitas manufaktur di Indonesia yang boleh mengimpor kendaraan utuh. Impor pun baru bisa dilakukan sejak dimulainya pembangunan fasilitas manufaktur hingga jangka waktu tertentu.
Dalam aturan baru itu, perusahaan yang diperbolehkan melakukan impor kendaraan utuh, antara lain, mereka yang akan membangun fasilitas manufaktur kendaraan listrik di dalam negeri, yang telah berinvestasi manufaktur kendaraan listrik di dalam negeri, dan yang akan meningkatkan kapasitas produksi kendaraan listrik. Impor kendaraan utuh dilakukan dalam jumlah tertentu dengan mempertimbangkan realisasi pembangunan investasi atau peningkatan produksi kendaraan listrik sampai akhir 2025.
Bahkan aturan ini juga mengatur insentif untuk impor kendaraan utuh. Insentif yang dimaksudkan, menyitir Pasal 19A Perpres Nomor 79/2023, antara lain berupa insentif bea masuk, insentif pajak penjualan atas barang mewah, hingga insentif pengurangan pajak daerah. Budi yakin kebijakan ini akan menarik investasi masuk, terutama bagi mereka yang belum mendirikan pabrik di dalam negeri. “Kalau memang sudah dijual dan pasarnya ada, secara tidak langsung dia ada kewajiban untuk membuat pabrik di Indonesia.”
Sebelumnya, rencana pelonggaran aturan ini disampaikan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Agustus lalu. Kala itu menteri dari Partai Golkar ini mengatakan pemerintah sedang menyusun perubahan aturan tentang kendaraan listrik. Selain mengevaluasi subsidi kendaraan listrik, pemerintah akan memberikan insentif kepada calon investor mobil listrik.
“Kita ingin insentif fiskal itu kompetitif dibanding negara kompetitor kita. Misalnya, pajak CBU dan PPN-nya nanti bisa kita nol-kan,” kata Agus pada 1 Agustus lalu. Saat itu dia mengatakan aturan tersebut sedang dimatangkan bersama Kementerian Keuangan, tapi telah disetujui oleh Presiden Jokowi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun aturan mengenai TKDN juga dilonggarkan karena menilik kesiapan industri lokal memasok baterai kendaraan listrik. Musababnya, porsi baterai dalam komponen kendaraan listrik mencapai 40-50 persen. “Ini semua dilakukan pemerintah dengan dasar utama, yaitu percepatan ekosistem, karena pasti berkaitan dengan banyak hal, termasuk nanti ada pajak (dan) perluasan tenaga kerja,” tutur Agus.
Salah satu suku cadang kendaraan bermotor pada pmeran motor Indonesia Motorcycle Show (IMOS+) 2023 di Convention Exhibition (ICE) BSD, Kabupaten Tangerang, 25 Oktober 2023. Tempo/Tony Hartawan
Pro-Kontra Aturan Baru Kendaraan Listrik
Pakar industri otomotif dari Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus Pasaribu, mengatakan adanya pelonggaran ketentuan ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dari sisi industri dan investasi, kebijakan ini dapat membantu mendorong pertumbuhan industri kendaraan listrik di Indonesia dengan memberikan insentif kepada produsen ataupun investasi asing.
Dengan pelonggaran TKDN, pemerintah juga tampak berupaya membangun industri komponen kendaraan listrik di dalam negeri. “Ini adalah langkah penting untuk menciptakan rantai pasokan yang mandiri dan mengurangi ketergantungan pada impor komponen kendaraan listrik,” kata Yannes.
Berbagai insentif dalam Perpres Nomor 79 Tahun 2023 dapat meningkatkan daya tarik bagi produsen kendaraan listrik lokal dan asing untuk berinvestasi di Indonesia. Jika sesuai dengan rencana, langkah ini bisa meningkatkan produksi kendaraan listrik, lapangan kerja baru, dan potensi transfer teknologi.
Namun pelonggaran ini bukannya tanpa risiko. Yannes melihat penurunan target TKDN dapat mengakibatkan penurunan nilai TKDN produsen lokal dalam produk sampai 2026. Pasalnya, produsen lokal bisa saja cenderung mengimpor komponen daripada memproduksinya secara lokal, yang dapat mengurangi nilai TKDN dalam produk hingga 2026. Selain itu, produsen lokal harus bersaing dengan merek-merek internasional yang memiliki sumber daya lebih besar dan teknologi yang lebih canggih lantaran investasi asing yang lebih besar.
Risiko tersebut menjadi sorotan utama Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga. Menurut dia, kebijakan itu rawan memberikan karpet merah kepada produsen kendaraan listrik asing ketimbang para pemain lokal. Padahal semestinya aturan pemerintah menitikberatkan pada akselerasi industri kendaraan listrik lokal sehingga dapat bertumbuh dan berkembang, baik secara skala maupun teknologi. “Target (TKDN) ini juga seharusnya bisa selaras. Sangat disayangkan apabila momentum ini tidak bisa dimanfaatkan dengan baik,” ujar Daymas.
Daymas khawatir Indonesia justru akan kecolongan lagi seperti saat menjamurnya industri kendaraan bermotor sebelumnya. Kala itu Indonesia mulai membuka pintu bagi industri otomotif Jepang dan hingga saat ini produk-produk dari Negeri Sakura-lah yang paling banyak berseliweran di jalan. “Saat itu kita kehilangan momentum untuk pengembangan industri otomotif nasional dan saat ini bisa kembali terulang.”
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengingatkan bahwa inkonsistensi aturan kendaraan listrik dapat membuat pengusaha pabrik dan distributor kendaraan listrik menjadi ragu berekspansi. Mundurnya penerapan target TKDN akan membuat perusahaan yang berencana membangun pabrik dan mencari substitusi bahan baku menjadi mundur lagi.
“Dibanding regulasi combustion engine atau kendaraan BBM, seringnya aturan kendaraan listrik bergonta-ganti menjadi sumber risiko bisnis terbesar,” kata Bhima. “Akibatnya, pengusaha melihat TKDN direlaksasi plus bisa impor CBU, ya, buat apa capek-capek membuat pabrik di Indonesia? Menikmati margin impor kan lebih menarik dan untungnya lebih cepat.”
Tempo telah berupaya meminta konfirmasi ihwal tujuan perubahan aturan ini kepada Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian, Hendro Martoni; serta Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Rachmat Kaimuddin. Namun, hingga laporan ini ditulis, pertanyaan Tempo tidak berbalas.
CAESAR AKBAR | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo