Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Pro-Kontra Sejumlah Pihak Soal Kebijakan Tapera, Apindo: Memberatkan Pekerja dan Pemberi Kerja

Tapera yang awalnya hanya bagi PNS kemudian diwajibkan bagi karyawan swasta dan pekerja mandiri menuai protes dari sejumlah pihak.

1 Juni 2024 | 19.35 WIB

Seorang ASN menunjukan formulir pendaftaran dari situs BP Tapera, untuk mengajukan permohonan pembiayaan untuk memliki rumah, di Vila Gading Royal, Parung, Bogor, Jawa Barat, 17 Juni 2021. Tahun ini BP Tapera menargetkan pembiayaan 51.000 unit rumah bagi Aparatur Sipil Negara, hingga Pekerja Mandiri, dan Pekerja Swasta, serta WNA yang bekerja di Indonesia lebih dari 6 bulan. Tempo/Jati Mahatmaji
Perbesar
Seorang ASN menunjukan formulir pendaftaran dari situs BP Tapera, untuk mengajukan permohonan pembiayaan untuk memliki rumah, di Vila Gading Royal, Parung, Bogor, Jawa Barat, 17 Juni 2021. Tahun ini BP Tapera menargetkan pembiayaan 51.000 unit rumah bagi Aparatur Sipil Negara, hingga Pekerja Mandiri, dan Pekerja Swasta, serta WNA yang bekerja di Indonesia lebih dari 6 bulan. Tempo/Jati Mahatmaji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Aturan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang awalnya hanya bagi PNS menuai protes dari sejumlah pihak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pada 20 Mei 2020 Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengubah aturan tersebut di mana peserta yang termuat Tapera juga termasuk pekerja swasta dengan usia paling rendah 20 tahun, sudah menikah, dan memiliki penghasilan minimal sebesar upah minimum gaji akan dipotong 2,5 persen tiap tanggal 10 dan 0,5 persen dibayarkan tempat kerja, aturan terbaru tersebut dituangkan dalam PP Nomor 21 Tahun 2024. Berikut pendapat kontra terkait Tapera dari sejumlah pihak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1. Ketua MPR Minta Aturan Tapera Dikaji Ulang

Dikutip dari Antara, merespons aturan Tapera bagi pekerja swasta, Bambang Soesatyo selaku ketua MPR meminta pemerintah untuk mengkaji ulang aturan tersebut. Pria yang akrab disapa Bamsoet tersebut mengungkapkan kebijakan tersebut cukup memberatkan pekerja, terutama pegawai swasta. Bambang juga menyarankan adanya dialog keterbukaan antara pemerintah dengan para pekerja serta ahli terkait untuk penerapan regulasinya. Seharusnya kebijakan pemerintah diputuskan tidak gegabah apalagi hal ini berkaitan dengan ekonomi masyarakat Indonesia.

2. Pemberlakuan Tapera Saat Ini Kurang Tepat karan Ekonomi Masyarakat Sedang Tidak Berdaya

Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menilai pemotongan gaji untuk Tapera bagi pekerja swasta dirasa kurang tepat mengingat saat ini ekonomi masyarakat Indonesia sedang tidak berdaya. Ia berencana akan memanggil pemerintah untuk menjelaskan bagaimana regulasinya serta akan mengevaluasi kebijakan. Selain itu Muhaimin juga akan memanggil kelompok buruh dan industri perbankan yang terlibat dalam program tersebut.

3. Tapera Memberatkan Pekerja dan Pemberi Kerja

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Khamdani aturan Tapera yang baru saja diterapkan pemerintah. Shinta mengatakan bahwa adanya aturan tersebut memberatkan baik dari sisi pekerja maupun pemberi kerja. Terlebih pekerja telah menanggung iuran BPJS mencapai 18,24 persen hingga 19,74 persen. Jika ditambah iuran Tapera tentu semakin berat, menurut Shinta fasilitas perumahan pekerja bisa memanfaatkan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dari sumber dana program Jaminan Hari Tua (JHT).

4. Pakar Sebut Tapera Bertentangan dengan UUD 1945

Komunikolog Politik dan Hukum Nasional, Tamil Selvan menyampaikan PP Tapera bisa batal karena menyalahi amanah Pasal 28H Ayat 1 yang mendasari lahirnya UU 4/2016 tentang Tapera. Pasal 28H ayat 1 berisi hak warga negara untuk mendapatkan perumahan yang layak, tetapi menurut Tamil pemerintah seolah 'memaksa' aturan ini sebagai bentuk kewajiban untuk ikut program Tapera. Secara hukum harusnya sudah cacat syarat dan dikatakan batal jika Indonesia masih menjunjung tinggi hukum konstitusi.

Meskipun banyak pihak yang memprotes keras kebijakan baru pemotongan upah pekerja swasta untuk Tapera. Namun, sebagian pejabat bahkan pakar ahli ekonomi menilai bahwa kebijakan tersebut akan membawa dampak positif misalnya dengan mengatakan bahwa simpanan Tapera akan membantu masyarakat sebagai jaminan hari tua. 

Berikut pernyataan dari berbagai pihak yang mendukung aturan PP Nomor 21 tahun 2024.

1. TPR Bukan Uang yang Hilang, Dapat Dimanfaatkan untuk Membeli Rumah

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono di Jakarta pada Selasa, 28 Mei 2024 menyebut tabungan yang disetor tiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya tersebut merupakan jaminan hari tua. Ia juga menerangkan bahwa dengan adanya TPR masyarakat bisa memanfaatkannya sebagai bantalan ekonomi untuk memiliki rumah.

"Kalau menurut saya yang dulu Tapera itu tabungan, bukan dipotong terus hilang, itu tabungan anggota untuk nanti dia mendapatkan bantuan untuk membangun rumahnya. Itu sudah sejak lima tahun lalu,” ujarnya saat ditemui di The 19th ITS Asia Pacific Forum 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta. 

2. Masyarakat Perlu Melihat Manfaat Tapera untuk Perolehan atau Renovasi Rumah

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengomentari kritik atas pemotongan gaji karyawan sebesar 3 persen untuk Tapera. Menurutnya aturan yang masih akan disosialisasikan  tersebut perlu dipahami benefitnya oleh masyarakat, terutama untuk perumahan. "Perlu dilihat benefit apa yang bisa diperoleh para pekerja terkait perolehan perumahan maupun renovasi perumahan," ujar Airlangga pada Rabu 29 Mei 2024.

3. Tapera Membantu Masyarakat yang Kurang Mampu Mendapatkan Rumah dengan Harga Terjangkau

Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla atau JK mendukung kebijakan Tapera. Menurutnya, Tapera dapat membantu masyarakat kurang mampu atau yang berpenghasilan rendah memiliki rumah dengan harga terjangkau. "Pemerintah menghidupkan kembali Tapera, agar masyarakat memiliki rumah," kata Jusuf Kalla, dilansir Antara, Rabu.

4. Tapera Punya Efek Ganda Penciptaan Lapangan Kerja dan Sumbang Pertumbuhan Ekonomi

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Fithra Faisal mengatakan kebijakan Tapera menjadi solusi persoalan masyarakat yang tidak punya rumah karena pemasukan atau pendapatan terbatas. Kebijakan ini akan memaksa pekerja dengan sistem iuran untuk memudahkan mereka mendapatkan rumah.

"Ya karena pada akhirnya iuran ini juga subsidi silang bentuknya," ujar Fithra kepada Antara di Jakarta, Selasa, 28 Mei 2024.

Dari sisi positif, lanjutnya, aturan yang ditetapkan pada 20 Mei 2024 ini, dinilai mampu menghasilkan efek dampak ganda bagi ekonomi yang meliputi penciptaan lapangan kerja, penggunaan input produksi sehingga bermuara pada sumbangan pertumbuhan ekonomi juga.

5. Tapera Sebagai Investasi

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Himpura Ari Tri Priyono menganggap banyak pihak yang salah paham mengenai Tapera. Padahal iuran ini adalah salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan rumah atau backlog yang saat ini tercatat masih sebanyak 9,7 juta unit. “Bisa dimanfaatkan untuk punya rumah atau jika tidak mau, bisa dicairkan sebagai investasi. Jadi ruginya dimana?,” ujar Ari di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Rabu.

Jokowi pun menanggapi sejumlah kritik yang dilayangkan pengamat serta masyarakat atas kebijakan baru ini, kebijakan ini sudah melalui tahap perhitungan yang telah disesuaikan atas kemampuan masyarakat. Sama seperti BPJS, Tapera juga nantinya masyarakat akan merasakan manfaatnya. Pro dan kontra sangat wajar terjadi selama kebijakan belum berjalan. 

TIARA JUWITA | MELINDA KUSUMA NINGRUM | RIRI RAHAYU|HENDRIK KHORUL MUHID | RIRI RAHAYU | DANIEL A. FAJRI|ILONA ESTHERINA | YUDONO YANUAR

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus