Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Proyeksi Ekspor Food Estate Mangga

Presiden Joko Widodo meresmikan proyek food estate mangga di Kabupaten Gresik. Food estate itu diharapkan dapat memulihkan produksi mangga. 

23 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Presiden Joko Widodo meresmikan proyek lumbung pangan (food estate) mangga seluas 1.000 hektare di empat kecamatan di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Mangga hasil proyek tersebut rencananya diekspor ke Timur Tengah, Cina, Jepang, dan Eropa. "Mangga di sini bisa berbuah kira-kira dalam tiga tahun," kata Jokowi di salah satu lokasi proyek di Kecamatan Panceng, Gresik, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, proyek lumbung pangan mangga bakal dikembangkan ke sejumlah wilayah di luar Gresik yang kondisi lahannya cocok untuk mangga. Keinginan tersebut, Jokowi mengimbuhkan, muncul setelah menyaksikan metode penanaman mangga di Gresik yang sudah tertata dengan baik. "Supaya kualitas mangga Gresik meningkat, kami mengharapkan para pembeli memberikan pendampingan, terutama dalam hal pengendalian mutu."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Proyek food estate mangga ini adalah proyek tanaman pangan ketiga yang diluncurkan Jokowi sepanjang Agustus. Sebelumnya, pada 4 Agustus lalu, ia meresmikan proyek pencetakan lahan untuk tanaman sorgum seluas 154 ribu hektare di Nusa Tenggara Timur. Lalu, pada 11 Agustus, Jokowi memulai proyek penanaman 1 juta pohon kelapa genjah di Desa Giriroto, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Sebelum ketiga proyek pangan baru itu, selama dua tahun terakhir Presiden Jokowi sudah mengembangkan beberapa lumbung pangan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara; Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas, Kalimantan Tengah; serta Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur.

Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, menyebutkan kontribusi mangga Gresik terhadap produksi mangga nasional mencapai 24 persen. Tingginya kontribusi itu menandakan bahwa Gresik merupakan daerah yang cocok untuk penanaman mangga.

Menurut Eliza, pembukaan food estate mangga merupakan tindakan yang tepat di tengah penurunan produksi mangga nasional. Selama 2021, produksi mangga nasional hanya 2,83 juta ton, turun dari produksi pada 2020 yang sebesar 2,89 juta ton. "Penanaman yang masif ini diharapkan dapat menggenjot produksi mangga nasional," ujar dia. 

Eliza mengimbuhkan, pertumbuhan perdagangan mangga internasional dalam lima tahun terakhir sebesar 10 persen, yang menandakan baiknya permintaan pasar global terhadap mangga. Bersamaan dengan itu, ekspor mangga Indonesia juga tumbuh 85 persen dalam lima tahun terakhir. Sayangnya, pangsa pasar mangga Indonesia di dunia saat ini baru sebesar 1,9 persen.

Bahaya Food Estate

Sebaliknya, juru kampanye senior Greenpeace Asia Tenggara, Syahrul Fitra, skeptis terhadap semua proyek lumbung pangan pemerintah. Ia berpendapat, proyek-proyek besar tersebut didesain secara top-down karena hampir semua pekerjaan dibangun dari atas tanpa melibatkan masyarakat, termasuk perihal pemilihan komoditas. 

Dia meminta pemerintah belajar dari kasus lumbung pangan Humbang Hasundutan yang hanya mengembangkan komoditas kentang untuk kepentingan industri. Ia menyarankan agar proyek food estate tidak diarahkan pada komoditas tertentu saja.

"Misalnya mangga. Kalau kita bicara ancaman krisis pangan, mangga bukan kebutuhan utama yang harus disediakan. Untuk sumber vitamin, ada banyak jenis buah lain yang bisa disediakan tanpa harus membuka lahan besar-besaran," Syahrul mengungkapkan. 

Eliza dan Syahrul menekankan pentingnya pemerintah melibatkan masyarakat setempat dalam proyek food estate. Eliza mendesak pemerintah memaksimalkan peran kelompok tani dan koperasi, terlebih karena proyek ini menghabiskan dana besar dengan tingkat keberhasilan panen yang rendah. 

"Jika pangsa pasarnya sudah jelas, para petani tidak akan ragu menanam. Jadi, alangkah baiknya pemerintah berkolaborasi dengan para petani yang sudah ada," kata Eliza. 

Selain itu, Syahrul menolak pengembangan food estate di kawasan hutan. Menurut dia, perambahan hutan untuk food estate berpotensi menghilangkan hutan, khususnya hutan yang di dalamnya tumbuh banyak buah asli Indonesia. "Terminologi food estate saja sudah salah karena berupa pertanian skala besar. Konsep itu sulit dilaksanakan di Indonesia yang memiliki karakter lahan pertanian terbatas," ucap Syahrul. 

JELITA MURNI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus