Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Terpukul Lonjakan Harga Pupuk

Tingkat produksi gabah pada 2023 diprediksi merosot lantaran minimnya pemupukan, serangan hama, dan tingginya curah hujan.   

14 Maret 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Produksi padi nasional bisa turun hingga 30 persen karena minimnya pemupukan.

  • Jokowi menyebutkan masalah pupuk disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina.

  • Pemerintah diminta menambah anggaran subsidi pupuk.


JAKARTA - Panen raya padi pada 2023 dibuka dengan kabar kurang sedap. Sebab, Serikat Petani Indonesia (SPI) memperkirakan rata-rata produksi pada tahun ini akan berkurang 20-30 persen dibanding pada tahun lalu. Beberapa faktor utama yang menekan tingkat produksi adalah minimnya pemupukan, serangan hama dan penyakit, serta curah hujan yang tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum SPI, Henry Saragih, mengatakan jatah pupuk bersubsidi petani saat ini kurang-lebih hanya 4 kuintal per hektare atau 40 persen per hektare per musim dibanding pada tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh harga pupuk dunia yang melonjak sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pupuk nonsubsidi harganya empat kali lipat dari pupuk bersubsidi. Itu pun stoknya terbatas," ujar Henry kepada Tempo, kemarin. Berdasarkan pantauan SPI, jumlah pupuk nonsubsidi di kios-kios pertanian terbatas karena banyak pedagang tidak berani memasok dalam jumlah besar. Para pedagang, ia menambahkan, khawatir stok pupuk tidak terjual dan harganya berubah-ubah.

Untuk periode 2023, Kementerian Pertanian melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 734 Tahun 2022 menetapkan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi sebesar Rp 2.250 per kilogram untuk pupuk urea, Rp 2.300 per kilogram untuk pupuk NPK, dan Rp 3.300 per kilogram untuk pupuk NPK dengan formula khusus kakao.

Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia, Muhammad Nuruddin, mengatakan anggota Aliansi di sejumlah sentra pertanian padi, seperti Banyuwangi, Probolinggo, Pemalang, Blitar, Tulungagung, Kediri, dan Tuban, melaporkan bahwa pupuk bersubsidi makin langka. Kelangkaan ini, menurut dia, dapat menurunkan hasil panen gabah dan beras pada masa panen 2023.

"Kalau kekurangan pupuk, produktivitas bisa turun 10-15 persen. Bisa-bisa hasil panen tidak sampai 5 ton per hektare," ujar Nuruddin.

Biasanya, ia menambahkan, tingkat produksi gabah petani bisa mencapai 5-8 ton per hektare pada masa panen raya. Menurut Nuruddin, padi membutuhkan banyak pupuk kimia, seperti urea, Phonska, dan SP-36, untuk mendorong pertumbuhan akar dan batang pada masa pertumbuhan vegetatif. Kuantitas anakan tidak akan banyak apabila kekurangan pupuk. Akibatnya, produktivitas pun berkurang.

Presiden Mengaku Belum Bisa Memenuhi Kebutuhan Pupuk

Pekerja memuat pupuk urea ke truk di gudang PT Pupuk Indonesia (Persero), Kota Bengkulu, 13 Februari 2023. ANTARA/Muhammad Izfaldi

Persoalan tingginya harga pupuk nonsubsidi sudah didengar pula oleh Presiden Joko Widodo. Ia menyebutkan pemerintah belum bisa memenuhi kebutuhan pupuk nasional yang sebanyak 13 juta ton per tahun. "Indonesia baru bisa memproduksi pupuk sebanyak 3,5 juta ton,” ujar Jokowi pada Jumat pekan lalu.

Selain dari produksi dalam negeri, Presiden menuturkan, Indonesia mengimpor 6,3 juta ton pupuk. Meski begitu, gabungan produksi lokal dan impor masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. "Masih kurang sekitar 3,2 juta ton," ujar Jokowi.

Persoalan pupuk ini diperkeruh oleh kendala impor bahan baku pupuk dan pupuk jadi akibat perang antara Rusia dan Ukraina. Selama ini, Indonesia banyak mengimpor pupuk dari kedua negara di timur Eropa itu. Ia mengungkapkan, konflik itu tak hanya berimbas pada kenaikan harga pupuk di Tanah Air, tapi juga di banyak negara. Musababnya, pasokan dunia berkurang pada saat kebutuhan sedang tinggi.

Untuk mengatasi persoalan ini, Jokowi berujar, pemerintah mengoperasikan kembali PT Pupuk Iskandar Muda untuk menambah kapasitas produksi pupuk nasional. “Sudah berproduksi 570 ribu ton, tapi tetap itu masih jauh dari kebutuhan kita.”

Adapun Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero), Wijaya Laksana, menjelaskan, saat ini kapasitas produksi pupuk perusahaan badan usaha milik negara mencapai 13,9 juta ton. Kapasitas produksi tersebut terdiri atas 8,8 juta ton urea, 3,5 juta ton NPK, dan sisanya pupuk jenis lainnya.

Dari kapasitas produksi tersebut, Pupuk Indonesia ditugaskan untuk menyediakan 7,8 juta ton pupuk bersubsidi pada 2023, dengan rincian 4,6 juta ton urea dan 3,2 juta ton NPK. Wijaya mengatakan Pupuk Indonesia mampu memproduksi urea dalam jumlah memadai, tapi kesulitan memproduksi pupuk NPK.

Musababnya, dua bahan baku NPK, yaitu kalium dan fosfor, harus diimpor lantaran produksi di dalam negeri terbatas. Fosfor selama ini dipasok dari Cina dan negara-negara Timur Tengah. Sementara itu, kalium didatangkan dari Rusia dan Belarus. "Selama perang, sepertiga pasokan kalium dunia hilang sehingga otomatis harganya gila-gilaan," ujar Wijaya. Harga kalium yang normalnya US$ 300-400 per ton melambung mencapai US$ 1.200.

Meski harga kalium sudah mulai turun, untuk menjamin keamanan pasokan, Pupuk Indonesia telah menyepakati perjanjian impor dengan Kanada, Mesir, dan Laos. Dengan begitu, ketersediaan bahan baku NPK dipastikan aman hingga akhir tahun ini. "Tapi harganya pasti tinggi," kata dia.

Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian, Tommy Nugraha, menuturkan saat ini pengalokasian pupuk bersubsidi menggunakan sistem e-Alokasi. Data petani calon penerima dikelola oleh pemerintah daerah setelah diverifikasi oleh petugas. Petani yang belum terakomodasi dalam sistem e-Alokasi akan didata secara manual dan dimasukkan ke Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian (Simluhtan). “Apabila sistem e-Alokasi dibuka, petani yang terdaftar di Simluhtan bisa diproses, dengan catatan memenuhi persyaratan.”

Sekretaris Direktorat Jenderal Pangan Kementerian Pertanian, Bambang Pamudji, menambahkan, pemerintah juga mendorong pengembangan pupuk selain pupuk kimia, seperti pupuk kompos dan pupuk nonkimia lainnya.
 

Nilai Subsidi Pupuk Terus Turun 

Petani memupuk tanaman bawang merah di Anggeraja, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, 14 Februari 2023. ANTARA/Arnas Padda

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai biang keladi masalah pupuk bersubsidi adalah terus berkurangnya anggaran subsidi. Ia melihat belanja subsidi pupuk konsisten turun dari Rp 34,3 triliun pada 2019 menjadi Rp 25 triliun pada 2023. Di sisi lain, harga pupuk dunia melambung.

"Karena itu, solusi pupuk bersubsidi ini adalah penambahan kapasitas produksi BUMN pupuk, peningkatan anggaran subsidi, serta memastikan distribusi pupuk tepat sasaran dan tepat waktu," ujar dia. Cara lainnya adalah menjaga ketersediaan gas murah untuk bahan baku pupuk.

Ia mengingatkan bahwa masalah pupuk bisa membuat inflasi pangan pada 2023 dan 2024 meningkat apabila tidak segera diselesaikan. "Jika inflasi pangan mengulang tahun lalu yang sempat di atas 10 persen, daya rusaknya terhadap perekonomian akan cukup dalam dan menaikkan angka kemiskinan serta melemahkan kurs rupiah," ujar Bhima.

Adapun Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono, menyarankan pemerintah mengubah format subsidi pertanian dari subsidi komoditas menjadi subsidi petani. "Dengan sistem saat ini, penyaluran subsidi pupuk sering kali salah sasaran. Banyak petani yang tidak mendapatkan pupuk bersubsidi," kata Yusuf.

CAESAR AKBAR

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus