Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memastikan tak ada lagi minyak goreng curah mulai 1 Januari 2020. Setiap produk minyak goreng wajib dibungkus kemasan bermerek dan dilengkapi komposisi kandungannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan kebijakan ini dibuat untuk menjamin kualitas produk. Minyak goreng curah dinilai tak higienis. Produk itu di pasar tradisional dengan menggunakan gayung khusus. Minyak goreng curah yang dipasarkan juga ditengarai berupa minyak bekas yang telah dipakai berulang kali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kadang ditempatkan di wadah berwarna hitam agar terlihat bening,” ujarnya, di Jakarta, Ahad 6 Oktober 2019 . Tak ada kemasan yang mencantumkan merek, produsen, hingga komposisi produk tersebut.
Pemerintah telah berencana menyetop peredaran minyak curah sejak 2011 dengan mewajibkan minyak berkemasan. Implementasinya sempat diperkirakan baru bisa terlaksana pada 2014 lantaran butuh persiapan fasilitas pengemasan. Namun hingga kemudian, targetnya dimundurkan menjadi 1 April 2017, kebijakan ini belum juga terlaksana. Pengusaha kembali meminta waktu. Terakhir, pemerintah menetapkan masa transisi selama dua tahun hingga 2019 berakhir.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia Sahat Sinaga menyatakan saat ini pengusaha sudah sepenuhnya siap. Perusahaan akan menghentikan suplai minyak curah dan mengemas semua produk yang dihasilkan.
Sahat mengatakan pengusaha selama ini kesulitan mendatangkan mesin pengemas. "Salah satunya karena harga mesin yang mahal," ujarnya. Harga satu unit mesin pengemas berkisar antara Rp 450-800 juta per unit. Di sisi lain, pengusaha harus menekan biaya produksi agar harga jual minyak goreng curah tak melebihi Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan Rp 11 ribu per liter.
Sahat menuturkan, pengusaha terbantu dengan mesin buatan PT Pindad (Persero) yang berkolaborasi dengan PT Rekayasa Engineering, anak usaha PT Rekayasa Industri (Persero). Perusahaan tersebut menciptakan mesin bernama Anjungan Minyak Goreng Higienis Otomatis (AMH-O).
Dengan mesin ini, pengusaha tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengemas satu per satu produknya. Produsen tinggal mengirim minyak dalam di jerigen yang telah mencantumkan merek serta data kandungan minyak gorengnya. Produk itu kemudian dipindahkan ke AMH-O untuk didistribusikan ke pembeli. Konsumen dapat membawa wadahnya sendiri saat membeli minyak untuk membantu mengurangi sampah plastik.
Mesin ini juga membantu pengusaha menghemat biaya transportasi. "Kalau pakai kemasan dari pabrik, satu truk hanya bisa mengangkot 8 ton minyak goreng. Dengan jerigen, bisa angkut 14 ton," ujarnya. Perusahaan bisa menghemat ongkos transportasi dengan jarak 40 kilometer sebesar Rp 140 per liter.
Sahat menyatakan produsen minyak goreng membutuhkan banyak sekali mesin tersebut untuk bisa menjangkau seluruh Indonesia. Ratusan unit, menurut dia, saat ini sudah tersebar di beberapa daerah. Dia memperkirakan perlu 4.800 unit lain untuk bisa menjangkau hingga Papua.
Marketing Engineering PT Pindad (Persero) Bahrum Chaniago menyatakan AMH-O sengaja dirancang untuk program minyak goreng wajib kemas. Perusahaan telah menerima pesanan untuk merakit sekitar 12 ribu unit dalam waktu tiga bulan. "Kami bisa produksi 125-130 unit per hari," ujarnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Suhanto optimistis peredaran minyak curah bisa dihentikan tahun depan. Menurut dia, para penyalur minyak curah telah sepakat untuk bekerja sama dengan produsen minyak goreng besar demi proses pengalihan ini. “Dari sekarang sampai Januari, kami akan sosialisasikan, kami kerja sama dengan pemerintah daerah,” katanya.
FAJAR PEBRIANTO