Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Profil Evergrande, Pengembang Properti Cina yang Terbelit Utang Rp 4.200 Triliun

Nama Evergrande menjadi sorotan karena terbelit utang terbesar di dunia atau sebesar US$ 300 miliar atau setara dengan Rp 4.200 triliun.

22 September 2021 | 20.01 WIB

 Evergrande Grup. Shutterstock
Perbesar
Evergrande Grup. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Nama Evergrande mendadak menjadi sorotan. Raksasa pengembang properti asal Cina ini tengah terbelit utang terbesar di dunia atau sebesar US$ 300 miliar atau setara dengan Rp 4.200 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Rencananya, perusahaan itu akan membayar bunga utang sebesar US$ 84 juta pada Kamis besok, 23 September 2021. Seperti apa profil perusahaan tersebut, siapa yang berada di baliknya dan kenapa sampai terjerat utang sebesar itu?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adalah pengusaha Hui Ka Yan yang mendirikan Evergrande, yang sebelumnya dikenal sebagai Grup Hengda, pada 1996 di Guangzhou, Cina Selatan. Evergrande Real Estate saat ini memiliki lebih dari 1.300 proyek di lebih dari 280 kota di seluruh Cina.

Bisnis Grup Evergrande kini tak hanya mengurusi real estat. Bisnisnya bervariasi mulai dari manajemen kekayaan, memproduksi mobil listrik hingga manufaktur makanan dan minuman. 

Evergrande bahkan memiliki salah satu tim sepak bola terbesar di negara itu, yakni Guangzhou FC. Mengacu pada data Forbes, Hui memiliki kekayaan pribadi sekitar US$ 10,6 miliar.

Lalu mengapa Evergrande akhirnya menghadapi masalah?

Evergrande seiring berjalannya waktu berkembang secara pesat menjadi salah satu perusahaan terbesar di Cina dengan meminjam lebih dari US$ 300 miliar. Utang itu setara dengan Rp 4.200 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per dolar AS).

Tahun lalu, Beijing memberlakukan aturan baru untuk mengontrol jumlah utang pengembang real estat besar. Kebijakan baru pemerintahan Xi Jinping tersebut membuat Evergrande menawarkan propertinya dengan diskon besar untuk memastikan uang masuk untuk menjaga bisnis tetap bertahan.

Evergrande kini berjuang untuk memenuhi pembayaran bunga atas utangnya. Ketidakpastian ini telah membuat harga saham Evergrande jatuh sekitar 85 persen pada tahun ini. Obligasinya juga telah diturunkan oleh lembaga pemeringkat kredit global. 

Apa saja yang membuat masalah Evergrande bisa dianggap sangat serius?

Pertama, banyak orang membeli properti dari Evergrande bahkan sebelum pekerjaan pembangunan dimulai. Mereka yang sudah membayar deposit, berpotensi kehilangan uangnya jika perusahaan dinyatakan bangkrut.

Kedua, banyak perusahaan berhubungan bisnis dengan Evergrande. Perusahaan termasuk perusahaan konstruksi dan desain serta pemasok material berisiko merugi dan bisa jadi ikut bangkrut.

Ketiga, akan ada dampak potensial terhadap sistem keuangan Cina. "Kejatuhan keuangan akan jauh jangkauannya. Evergrande dilaporkan berutang uang kepada sekitar 171 bank domestik dan 121 perusahaan keuangan lainnya," kata Mattie Bekink dari Economist Intelligence Unit (EIU) dilansir dari BBC pada Rabu, 22 September 2021.

Lebih jauh, investor asing juga akan melihat Cina sebagai tempat yang kurang menarik untuk menginvestasikan uang mereka. Jika Evergrande jatuh, bank dan pemberi pinjaman lainnya mungkin terpaksa memberi pinjaman lebih sedikit.

Walhasil, bakal muncul krisis kredit, ketika perusahaan berjuang untuk meminjam uang dengan harga terjangkau. Krisis kredit akan menjadi berita yang sangat buruk bagi ekonomi terbesar kedua di dunia, karena perusahaan yang tidak dapat meminjam merasa sulit untuk tumbuh, dan dalam beberapa kasus tidak dapat terus beroperasi.

Pertanyaan berikutnya, apakah Evergrande 'terlalu besar untuk gagal'?

Potensi kejatuhan yang sangat serius dari perusahaan yang dililit utang besar seperti itu telah menyebabkan beberapa analis menyarankan agar Beijing turun tangan untuk menyelamatkannya.

"Daripada mengambil risiko mengganggu rantai pasokan dan membuat marah pemilik rumah, kami pikir pemerintah mungkin akan menemukan cara untuk memastikan bisnis inti Evergrande bertahan," ujar Mattie Bekink.

Namun dalam sebuah posting di aplikasi obrolan Cina dan platform media sosial WeChat, pemimpin redaksi berpengaruh dari surat kabar Global Times yang didukung negara Hu Xijin mengatakan Evergrande tidak boleh bergantung pada bailout pemerintah dan sebaliknya perlu menyelamatkan dirinya sendiri. Hal ini juga sejalan dengan tujuan Beijing untuk mengendalikan utang perusahaan, yang berarti bahwa bailout profil tinggi seperti itu dapat dilihat sebagai contoh yang buruk.

BISNIS

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus