Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Industri penerbangan berbiaya rendah akan lebih cepat pulih dibandingkan segmen lain,
Maskapai penerbangan murah diminati pelancong yang sensitif terhadap harga.
Super Air Jet bisa menjadi alternatif bagi pengguna jasa penerbangan.
JAKARTA – Segmen low cost carrier (LCC) atau penerbangan berbiaya rendah masih menjanjikan bagi pemain baru. Pengamat penerbangan dan mantan anggota Ombudsman Republik Indonesia Bidang Transportasi, Alvin Lie, mengatakan LCC akan lebih dulu pulih setelah seluruh industri penerbangan lesu akibat pandemi Covid-19. “LCC lebih atraktif karena konsumen semakin sensitif dengan harga,” kata dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemunculan Super Air Jet di kelas LCC, menurut Alvin, menjadi tanda bahwa bisnis transportasi udara belum ditinggalkan. Apabila jeli, kata dia, pengusaha akan bisa membaca kebutuhan mobilitas masyarakat yang mulai kembali bergairah. Daya beli yang masih lemah membuat masyarakat semakin selektif. Alvin mengatakan, selain membandingkan harga, pengguna jasa penerbangan memperhatikan ketersediaan jadwal dan rute. “Perhatian terhadap pasar pun menentukan kelanjutan bisnis ini,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Manajemen Super Air Jet mengklaim akan melayani penerbangan domestik antarkota secara point to point, sambil mengembangkan rute internasional. Pada tahap awal, maskapai ini mengoperasikan pesawat Airbus A320-200 berkapasitas 180 kursi. Sejumlah data yang diperoleh Tempo menunjukkan Super Air Jet dekat dengan lingkaran Grup Lion Air. Namun Corporate Communications Strategic Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro, mengatakan perusahaannya tidak terkait dengan Super Air Jet.
Deretan pesawat Lion di Terminal Cargo Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 18 April 2021. ANTARA/Muhammad Iqbal
Konsultan CommunicAvia, Gerry Soejatman, mengatakan Super Air Jet memungkinkan penumpang mendapat pilihan baru. Selama ini segmen LCC dilayani dua grup maskapai besar, yaitu Garuda Indonesia dan Lion Air. Super Air Jet, menurut dia, akan membidik pelancong milenial. “Upaya ini memanaskan kompetisi dengan dua grup maskapai yang mendominasi segmen LCC,” katanya.
Presiden Direktur Aviatory Indonesia, Ziva Narendra Arifin, memperkirakan pemodal akan berani berinvestasi ke maskapai penerbangan bila sudah memahami seluk-beluknya. Meski risiko usahanya masih tinggi, masa pandemi Covid-19 sudah menjadi pelajaran bagi pengusaha, terutama dalam mengantisipasi perubahan kebijakan dan risiko kerugian. “Prospek selalu ada, walaupun kondisi industri penerbangan komersial diperkirakan baru pulih pada 2024,” ucapnya.
Kajian White Paper Indonesia National Air Carriers Association (INACA) dan Universitas Padjadjaran menyebutkan industri penerbangan domestik akan lebih cepat pulih dibanding penerbangan global. Bisnis angkutan udara diperkirakan sudah akan membaik awal tahun depan, sementara penerbangan asing masih butuh waktu untuk pulih hingga 2023.
Peneliti hukum penerbangan dan pembiayaan pesawat udara Unpad, Prita Amalia, mengatakan kajian tersebut berbasis aspek kesehatan terkait dengan pengaturan vaksin dan distribusinya. Stimulus ekonomi dan rangkaian regulasi dari pemerintah untuk sektor transportasi udara pun turut menentukan pemulihan industri penerbangan. “Dukungan pemerintah diperlukan, seperti bantuan fiskal untuk pengurangan beban operasional," katanya.
Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja, mengatakan pergerakan pesawat pada 2020 merosot 43 persen dibanding pada 2019, dari 2,1 juta dalam setahun menjadi 1,2 juta penerbangan. Pergerakan penumpang turun 70 persen, dari 91,6 juta orang sepanjang 2019 menjadi 35,4 juta.
FRANSISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo