"MESIN sepatu tidak beda jauh dari mesin jahit," kata Direktur Multi Media Promo, Sonny Pasaka, setengah bergurau. Maka, digelarlah pameran Leather & Footwear (Kulit & Sepatu) dan Garment & Textile (Pakaian Jadi & Tekstil), 30 Oktober-2 November 1991 di Arena Pekan Raya Jakarta. Dimeriahkan oleh 50 peserta lokal dan 45 perusahaan asing, pameran dibuka oleh Dirjen Aneka Industri Soesanto Sahardjo. Juga 45 produsen mesin tekstil dan kulit dari Taiwan ikut meramaikan. Peserta dari luar negeri, di antaranya Jepang, Korea Selatan, Australia, AS, Inggris, Prancis, dan Jerman. "Dengan pameran ini, kita lebih dikenal oleh para pembeli," kata Robby Loekito, Direktur PT Dhaya Tuhumitra. Ia telah dua kali berpartisipasi dalam pameran yang sudah terselenggara lima kali itu, dan ia tahu betul manfaatnya. Dalam pameran sebelumnya, ia mendapat pesanan dalam jumlah besar. Robby lalu menggenjot kapasitas sampai 800 pasang per hari. Sekalipun begitu, ia terpaksa menolak pesanan tahun ini. Sepasang sepatunya ratarata berharga US$ 8, dan banyak diekspor ke Australia dan Selandia Baru. Sepatu Indonesia memang kompetitif. Itu sebabnya, Soesanto memasang target 10-15% pangsa pasar dunia bagi Indonesia. Tahun lalu, pangsa pasar yang dicapai baru sekitar 3%, dengan nilai ekspor Rp 406 milyar. Sedangkan omset sepatu dunia Rp 60 trilyun. "Saya yakin, target dapat dicapai pada akhir 1993," ujar Soesanto. Nilai ekspor sepatu, hingga pertengahan tahun ini, meningkat sampai Rp 930 milyar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini