Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar merespons Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengungkap hasil pekerjaan atas Penyertaan Modal Negara (PMN) pada 2015-2016 di 13 badan usaha milik negara (BUMN) yang belum bisa dimanfaatkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Adapun nilainya mencapai Rp 10,49 triliun, rinciannya belum selesai dikerjakan sebesar Rp 10,07 triliun, dan operasional yang belum bisa dimanfaatkan Rp 424,11 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita menjelaskan, perkara efisiensi dan efektivitas alokasi kapital negara di BUMN ini memang acapkali menjadi persoalan.
“Karena tak jarang yang tersandera moral hazzard di balik logika uang negara,” ujar dia saat dihubungi pada Rabu, 21 Juni 2023.
Karena, menurut Ronny, jika proyek tidak selesai, ujungnya perusahaan pelat merah dengan santai meminta tambahan PMN kepada pemerintah dengan berbagai alasan. Jika proyeknya terhimpit utang, BUMN-nya pun akan mencari berbagai cara agar negara menutup utang tersebut.
“Alasannya macam-macamlah. Apakah ini merugikan? Jawabannya jelas merugikan. Proyek tak selesai jadwal, pasti merugikan. Jika itu di sektor swasta, bisa berperkara mereka toh, digugat atau ganti rugi,” tutur Ronny.
Selanjutnya: Namun, di BUMN Indonesia tidak....
Namun, di BUMN Indonesia tidak demikian. Karena mekanisme pertanggungjawabanya tidak jelas, menurut Ronny, tidak ada pemisahan yang tegas antara politisi dan regulator di satu sisi serta regulator dan eksekutor di sisi lain.
Di Indonesia, kata Ronny, negara mewakilkan kepemilikannya di BUMN melalui Kementerian BUMN. “Hanya di Indonesia satu-satunya sepengetahuan saya yang ada Kementerian BUMN,” tutur dia.
Dalam laporan BPK dijelaskan bahwa PMN sebagai salah satu bentuk dukungan pendanaan kepada BUMN, harus digunakan sesuai dengan peruntukkannya yang dituangkan dalam kajian bersama. Di dalam kajian bersama telah disampaikan rencana penggunaan dana tambahan PMN.
“Namun, meskipun digunakan sesuai dengan rencana penggunaan, dalam pelaksanaannya, masih ada pekerjaan yang didanai dari tambahan PMN yang masih belum dapat diselesaikan seluruhnya,” demikian bunyi laporan BPK.
Pada 2015, terdapat pencairan PMN pada 35 BUMN seluruhnya sebesar Rp 44,32 triliun dan pada 2016 terdapat pencairan PMN sebesar Rp 41,81 triliun untuk 14 BUMN. Hasil pemeriksaan terhadap dokumen penggunaan tambahan PMN, menunjukkan terdapat tambahan PMN 2015 dan 2016 yang belum terserap 100 persen.
“Pada 13 BUMN dengan nilai tambahan PMN sebesar Rp 11,67 triliun dan yang belum terealisasi sebesar Rp 3,74 triliun. Penyerapan dana tambahan PMN tersebut bervariasi antara 28,03-99,11 persen. Sedangkan progres pekerjaan fisik bervariasi antara 38,67-99,67 persen,” tulis BPK.
Selanjutnya: Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia....
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, juga ikut angkat suara soal proyek BUMN yang belum bisa dimanfaatkan. “Ya berarti ada masalah yang terjadi dengan eksekusi atas PMN tersebut. Bisa karena feasibility study project yang tidak sempurna, kesalahan spec teknis dalam belanja capex, atau sebab lain,” ucap dia.
Intinya, kata Toto, setiap tahun ada juga audit BPK untuk monitoring laporan keuangan BUMN. Itu seharusnya menjadi temuan dan akan ada rekomendasi untuk perbaikan di tahun berikutnya. “Jadi kalo sampai 6 tahun masih belum juga selesai, ada persoalan serius di sini,” ucap Toto.
Dulu, Toto melanjutkan, penyaluran PMN tidak dimonitor dengan baik. Namun aturan PMN sejak 2022 sudah berubah. Regulasi baru itu mengatur bahwa persetujuan PMN harus disetujui tiga pihak, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan kementerian teknisnya.
Lalu, ada key performance indicator atau KPI yang harus dipenuhi direksi perusahaan penerima PMN. Ditambah lagi adanya monitoring dan evaluasi atas kinerja implementasi PMN. Sehingga jika hasil kinerja buruk maka usulan PMN di tahun berikutnya bisa di tunda atau dibatalkan.
“DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bisa menggunakan referensi di atas sebagai acuan atas usulan pemerintah untuk permintaan PMN,” kata Toto.
Sementara Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury hanya menjawab singkat ketika dimintai tangapan soal laporan BPK itu. Dia mengatakan bahwa proyek-proyek tersebut masih bisa diselesaikan. “Terutama untuk PMN ke PTPN dan Bulog yang ditargetkan akan bisa selesai dalam 6-12 bulan mendatang,” tutur dia kemarin.
MOH KHORY ALFARIZI | CAESAR AKBAR