Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

PwC Indonesia: Pertumbuhan Ekonomi Tahun Ini akan Lebih Rendah Dibanding 2022

PwC Indonesia mengungkap laporan terbaru soal perekonomian Indonesia tahun 2023. Pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dibanding 2022

9 Maret 2023 | 14.30 WIB

BPS menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu adalah 5,31 persen dengan total nilai PDB mencapai Rp 11.710,4 triliun.
Perbesar
BPS menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu adalah 5,31 persen dengan total nilai PDB mencapai Rp 11.710,4 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - PwC Indonesia mengungkap laporan terbaru soal perekonomian Indonesia tahun 2023. Head of Economic and Research PwC Indonesia, Denny Irawan, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan menurun dibandingkan tahun 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Kami memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 sebesar 4,8 persen, dan inflasi berada pada 4,0 persen. Proyeksi itu berada di batas atas target inflasi Bank Indonesia sebesar 2-4 persen,” ujar dia dalam konferensi pers virtual pada Kamis, 9 Maret 2023. Pada 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,31 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Denny mengatakan, melihat kembali ke 2022, pemerintah terus menjaga konsumsi dari inflasi global di antaranya dengan memberikan berbagai subsidi, termasuk bahan bakar, listrik dan bantuan sosial. Inflasi, kata dia, sudah melewati puncaknya secara global dan bank sentral di seluruh dunia tetap berhati-hati.

“Kami perkirakan konsumsi domestik Indonesia akan tetap kuat. Upaya terkoordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter sangat penting untuk mempertahankan daya beli,” kata dia.

Di sisi lain, Denny melanjutkan, anggaran pendapatan belanja negara (APBN) sangat penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut dia, harga komoditas yang tinggi memiliki dampak ganda terhadap anggaran fiskal Indonesia.

Denny mencontohkan harga komoditas yang tinggi, terutama bahan bakar minyak (BBM) berdampak negatif, karena pemerintah perlu membayar lebih banyak subsidi. Namun, di sisi lain membawa pemasukan tambahan bagi pemerintah karena ekspor Indonesia masih didominasi batubara dan kelapa sawit, di mana pemerintah menarik bea maupun pajak penghasilan dari ekspor komoditas itu. 

“Kami memperkirakan anggaran pemerintah akan tetap kuat pada 2023. Kami melihat pemerintah akan sanggup melanjutkan program pro-pertumbuhan dan pro-penciptaan lapangan kerja. Serta melanjutkan subsidi untuk melindungi konsumsi dan mengendalikan inflasi,” tutur Denny.

Menurut Denny, pertumbuhan ekonomi Indonesia 4,8 persen itu menurun dibandingkan 2022 utamanya disebabkan tekanan inflasi yang masih berlanjut. Ekspektasi inflasi yang tinggi dan pengetatan kebijakan moneter yang agresif berpotensi menurunkan konsumsi rumah tangga dan menggerus profitabilitas dunia usaha pada 2023. 

Selain itu, perlambatan pertumbuhan ekspor sangat mungkin terjadi seiring perlambatan pertumbuhan global, meski ekspor komoditas utama Indonesia (batu bara, minyak sawit, dan nikel) akan tetap terjaga selama perang Ukraina berlanjut. 

“Risiko penurunan, termasuk lemahnya permintaan global, arus keluar modal, tekanan mata uang, dan kondisi keuangan global yang ketat, di jangka menengah berpotensi menghambat momentum pertumbuhan dari tahun 2025 dan seterusnya,” ucap Denny.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.






M. Khory Alfarizi

Alumnus Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Bergabung di Tempo pada 2018 setelah mengikuti Kursus Jurnalis Intensif di Tempo Institute. Meliput berbagai isu, mulai dari teknologi, sains, olahraga, politik hingga ekonomi. Kini fokus pada isu hukum dan kriminalitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus