Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemkot Surakarta menaikkan tarif pajak karaoke.
Pelaku usaha mengajukan gugatan uji materi terhadap UU HKPD.
Menteri Sandiaga Uno pertimbangkan pemberian insentif non fiskal kepada pelaku usaha.
JAKARTA — Sejumlah pemerintah daerah sudah mengumumkan kenaikan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk kategori hiburan. Ketetapan itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) yang menetapkan tarif pajak jasa hiburan diskotek, karaoke, klub malam, bar, serta mandi uap atau spa paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Pemerintah Kota Surakarta, misalnya, telah mengumumkan kenaikan tarif PBJT karaoke dari 35 persen menjadi 40 persen berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang ditetapkan pada 28 Desember 2023. Sedangkan jasa hiburan diskotek, klub malam, bar, dan spa sejak 2018 sudah sebesar 40 persen berdasarkan Perda Nomor 11 Tahun 2018 tentang Pajak Daerah.
"Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surakarta bersepakat memilih tarif batas bawah dari ketentuan UU HKPD,” ujar Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Surakarta Tulus Widajat kepada Tempo, kemarin.
Menurut dia, penyusunan ketentuan itu telah melalui proses konsultasi publik dengan mengundang pelaku industri jasa hiburan di Kota Surakarta, yang difasilitasi oleh DPRD Surakarta. Menurut Tulus, perubahan tarif ini membawa dampak signifikan terhadap proyeksi target pajak daerah. Adapun realisasi pajak daerah dari pajak hiburan di Kota Surakarta pada 2023 tercatat Rp 20,33 miliar dari total realisasi pajak daerah sebesar Rp 441,59 miliar, atau sekitar 4,6 persen.
“Target PBJT atas jasa kesenian dan hiburan pada 2024 sebesar Rp 20 miliar. Tapi, dihitung ulang berdasarkan tarif pajak yang baru, sebenarnya ada potensi pendapatan pajak yang hilang,” kata Tulus. Dengan asumsi dasar pengenaan realisasi 2023 dan pada 2024 tidak ada peningkatan omzet, PBJT jasa hiburan yang diterima Pemkot Surakarta pada 2024 sebesar Rp 13,56 miliar, atau ada potensi kehilangan Rp 6,76 miliar.
Kehilangan itu disebabkan oleh adanya beberapa tarif pajak hiburan kategori lainnya yang justru diturunkan oleh UU HKPD. Di antaranya pajak permainan ketangkasan yang dulunya 35 persen sekarang menjadi 10 persen. Lalu tarif pajak panti pijat dari 40 persen menjadi 10 persen serta pajak konser musik dari 15 persen menjadi 10 persen. “Sementara itu, kenaikan tarif pajak karaoke sebesar 5 persen akan memberikan tambahan potensi sebesar Rp 86,64 juta,” ucap Tulus.
Tarif Pajak Hiburan di Jakarta Mulai Naik
Petugas mensterikan ruangan bernyanyi karaoke di Blok M Square, Jakarta. Dok. TEMPO/Daniel Christian D.E.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun telah menetapkan PBJT hiburan sebesar 40 persen yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tarif itu dibebankan kepada jasa hiburan meliputi diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan spa. Adapun sebelumnya pajak yang dibayarkan oleh konsumen sebesar 25 persen. Ketentuan tarif baru itu berlaku mulai 5 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Badan Pendapatan Daerah DKI Jakarta Lusiana Herawati menuturkan pemerintah provinsi mengacu sepenuhnya pada arahan UU HKPD. “Namun saat ini kami sedang mengusulkan melalui Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) agar tarif pajak hiburan tetap 25 persen,” katanya.
RUU DKJ menyebutkan tarif pajak hiburan sebesar 25-75 persen. Kekhususan DKJ memungkinkan wewenang tarif pajak hiburan dikecualikan dari aturan pemerintah pusat dan mengikuti kebijakan pemerintah daerah terkait. Batas bawahnya juga dapat berbeda dengan ketentuan UU HKPD yang sebesar 40 persen. “Sekarang, selama RUU DKJ belum disahkan, aturannya masih mengacu pada UU HKPD,” kata Lusi.
Uji Materi UU HKPD
Petugas mensterilkan ruangan bernyanyi karaoke di Blok M Square, Jakarta. Dok. TEMPO/Daniel Christian D.E.
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengimbau pemerintah daerah tidak buru-buru menetapkan aturan baru tarif pajak hiburan. Terlebih, saat ini sejumlah asosiasi dan pelaku industri jasa hiburan tengah mengajukan gugatan uji materi UU HKPD ke Mahkamah Konstitusi.
“Prosesnya baru masuk permohonan dan sekarang sedang dipersiapkan jadwal pembahasannya. Jadi, mari kita gunakan kesempatan ini untuk berdiskusi mencari solusi yang memajukan industri pariwisata dan ekonomi kreatif sekaligus membantu keuangan negara,” ucapnya.
Sandi berujar jasa hiburan merupakan salah satu tulang punggung industri pariwisata. Jika jasa hiburan dibebani pajak yang terlalu besar, ujar dia, kondisinya menjadi tidak sehat. Ia berjanji akan mencari titik keseimbangan sehingga pelaku usaha bisa berbisnis sembari tetap memenuhi komitmennya terhadap penerimaan negara.
Dia mengimbuhkan, besaran tarif pajak yang ideal seharusnya tak terlalu jauh dari yang diterapkan oleh negara-negara tetangga, seperti Singapura yang menetapkan besaran tarif 15 persen. “Mungkin kita bisa 20-25 persen. Kalaupun pajak hiburan harus tetap 40 persen, pengusaha bisa diberi insentif non-fiskal."
GHOIDA RAHMAH | SEPTIA RYANTHIE (SURAKARTA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo