Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Rejeki Nomplok <font color=#FF9900>Grup Bakrie</font>

Majalah Forbes Asia menobatkan Aburizal Bakrie sebagai orang terkaya di Indonesia tahun ini. Apa rahasia sukses bisnis keluarga ini?

31 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABAR heboh itu bertiup dari Singapura. Dari Negeri Singa itulah, majalah Forbes Asia edisi 13 Desember lalu dilansir. Isinya, seperti tahun-tahun sebelumnya, memajang daftar orang-orang super-tajir alias terkaya dari Indonesia. Dan yang bikin heboh, jawaranya untuk tahun ini adalah Aburizal Bakrie, pengusaha sekaligus politisi yang pernah tersuruk di masa krisis ekonomi satu dekade silam.

Banyak orang terkesiap. Bagaimana mungkin Ical-panggilan akrab Aburizal-yang tahun lalu masih di urutan keenam dengan kekayaan US$ 1,2 miliar, kini menyodok ke urutan teratas? Jawabannya, menurut hasil riset Forbes, terletak pada kemampuannya melipatgandakan pundi-pundi kekayaannya.

Hanya dalam tempo setahun, kekayaan keluarga Aburizal Bakrie melejit hampir lima kali lipat dari angka tahun lalu menjadi US$ 5,4 miliar atau sekitar Rp 50,2 triliun! Berkat prestasi ini, Aburizal langsung menggusur lima taipan papan atas sekaligus. Bos Grup Raja Garuda Mas, Sukanto Tanoto, yang tahun lalu dinobatkan sebagai orang terkaya, kini turun satu peringkat ke urutan runner-up (lihat tabel)

Sejumlah kolega Aburizal langsung menyambut dengan suka cita pengumuman Forbes itu. Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia, Suryo B. Sulisto, termasuk di antaranya. "Jangan lupa, untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, orang terkaya diduduki oleh pengusaha pribumi," kata Kalla.

Grup Bakrie memang sedang mujur. Menurut seorang bankir investasi, kelompok usaha ini diuntungkan dua berkah sekaligus: harga komoditas yang melonjak di pasar dunia dan serbuan investor global di pasar modal Asia-Pasifik. Itu sebabnya, indeks saham di sejumlah bursa di kawasan ini melesat rata-rata 27 persen sepanjang tahun ini. Bursa Indonesia bahkan diperkirakan tumbuh hingga 52 persen.

PT Bumi Resources Tbk. termasuk salah satu unit usaha Grup Bakrie yang ketiban rezeki nomplok. Produsen batu bara terbesar di Indonesia itu ibarat mendapat durian runtuh. Harga batu bara, produk jualannya, meroket dari US$ 50 per ton pada akhir 2006 menjadi US$ 90 per ton di akhir tahun ini. "Tren ini dipicu oleh lonjakan permintaan dari Cina dan India," ujar Poltak Hotradero, analis Recapital Asset Management.

Dengan pendapatan berlipat itu, saham Bumi kian kinclong. Investor pun memburunya di lantai bursa. Akibatnya, hanya dalam tempo setahun, harga sahamnya meningkat enam kali lipat, dari Rp 920 per saham pada akhir tahun lalu menjadi Rp 6.000 per 26 Desember lalu. Secara otomatis, kapitalisasi pasar Bumi pun melonjak menjadi Rp 116,4 triliun-terbesar kedua setelah PT Telekomunikasi Indonesia.

Keluarga Bakrie sebagai pemilik 40 persen saham Bumi tentu ikut sumringah. Saham yang dikantonginya itu kini bernilai tunai Rp 47 triliun. Ini berarti lebih dari 90 persen dari total kekayaannya yang ditaksir Forbes sekitar Rp 50,2 triliun berasal dari kepemilikan saham perusahaan tambang ini. "Ini bukti pasar percaya," ujar Aburizal di Jimbaran, Bali, pertengahan bulan ini.

Itu baru dari saham Bumi. Keluarga ini masih memiliki tambang duit lain di bursa Indonesia. Harga saham PT Bakrieland Development naik 223 persen, PT Energi Mega Persada 190 persen, PT Bakrie Sumatra Plantations 126 persen, PT Bakrie & Brothers 96 persen, dan PT Bakrie Telecom 75 persen. Umumnya, keluarga ini menjadi pemilik mayoritas di perusahaan-perusahaan publik tersebut.

Lalu apa rahasia di balik kejayaan Grup Bakrie? Sejumlah analis dan eksekutif dari grup bisnis ini menyebut kuncinya terletak pada kepiawaian manajemen melihat peluang dan waktu dalam pengambilan keputusan. Menurut Suryo Sulisto, Presiden Komisaris Bumi Resources, ini tak lepas dari gerak cepat Grup Bakrie membajak para profesional handal, dari dalam dan luar negeri, untuk menduduki posisi teras manajemen.

Ada pula jawaban lain di balik melejitnya bisnis Bakrie. Di mata ekonom Dradjad Wibowo, kunci kesuksesan Bakrie merupakan gabungan tiga hal: keberuntungan, kepiawaian membaca pasar, dan kedekatan dengan lingkar kekuasaan. Seorang bankir investasi menambahkan satu faktor: kemujuran.

Kelihaian Bakrie mencuri peluang dari pesaing bisnisnya tak diragukan lagi. Ingat saja saat Bakrie berebut saham produsen batu bara terbesar di Indonesia, Kaltim Prima Coal (KPC), empat tahun silam. Ketika itu, Nirwan Bakrie, operator utama Grup Bakrie yang juga adik Aburizal, bertarung keras dengan David Salim memperebutkan saham KPC milik Rio Tinto dan BP Plc. Padahal, saat itu David disokong oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah Kalimantan Timur.

Menurut sumber yang terlibat transaksi ini, untuk memuluskan akuisisi, mereka melobi para pejabat. Selain itu, Nirwan bersama Ari S. Hudaya dan Nalinkant Rathod dari Bumi Resources juga berupaya meyakinkan para pemodal. Mereka pun bergerilya ke Singapura, London, hingga New York. Hasilnya, mereka mendapatkan pendanaan dari Credit Suisse First Boston (CSFB) dan United Overseas Bank (UOB). Walhasil, dengan harga US$ 500 juta, Bumi sukses menelikung rivalnya itu.

Transaksi kontroversial KPC ini menandai kebangkitan Grup Bakrie di jagat bisnis Indonesia. Padahal, krisis ekonomi 1998 hampir meruntuhkan kerajaan bisnis yang dirintis Achmad Bakrie, ayah Aburizal, sejak 1942 itu. Akibat terpaan krisis, keluarga Bakrie harus rela tinggal mengantongi 2,5 persen saham di Bakrie & Brothers untuk menyelesaikan restrukturisasi utang dengan para kreditor.

Namun, dari situlah kerajaan bisnis Grup Bakrie akhirnya bisa bangkit kembali. Berbagai langkah akuisisi dan ekspansi bisnis bahkan terus digenjot. Usahanya merambah ke sektor yang menggiurkan, dari bisnis perkebunan sawit hingga proyek properti. Mereka juga sibuk memburu ladang minyak dan tambang baru.

Bumi, misalnya, saat ini disibukkan oleh rencana akuisisi Herald Resources senilai US$ 455 juta. Herald sedang menggarap proyek Dairi, tambang timbal dan seng di Sumatera Utara. "Kami optimistis transaksi sukses," kata Dileep Srivastava, Senior Vice President Investor Relations Bumi.

Mereka juga merambah ke bisnis-bisnis baru. Bakrie mulai masuk ke sektor telekomunikasi, jalan tol hingga air minum. Di bisnis telekomunikasi, mereka sedang giat melebarkan jaringan telekomunikasi Esia, produknya, di luar Jawa. Kelompok usaha ini juga giat menggarap konsesi ruas tol Kanci-Pejagan, bagian dari proyek tol Trans-Java.

Jalan memang tak selalu mulus. Upaya memburu minyak di Blok Brantas, Sidoarjo, Jawa Timur, malah membuahkan petaka. Pada Mei 2006, di areal sumur pengeboran milik Lapindo Brantas Inc., unit usahanya, itu keluar semburan lumpur panas. Bencana ini membuat lebih dari 10 ribu orang mengungsi dan 400 hektare lahan terendam, termasuk sawah, rumah, pabrik dan sekolah. Ekonomi Jawa Timur sempat lumpuh. Tudingan langsung mengarah kepada Grup Bakrie, yang dinilai lalai dalam melakukan pengeboran.

Meski menolak dianggap sebagai biang keladi bencana ini, Bakrie tak bisa lepas tangan. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 telah mengharuskannya memberikan ganti rugi lahan dan pemukiman kepada warga korban bencana. Sebanyak 20 persen harus dibayar di muka, sedangkan 80 persen sisanya mulai Mei 2008. Total biaya yang mesti dikeluarkan sekitar Rp 3 triliun. Sejauh ini, Lapindo sudah merogoh kocek sekitar Rp 632 miliar untuk membayar 20 persen dari pembelian lahan korban Lapindo.

Nah, mumpung mendapat rezeki melimpah, Dradjad Wibowo menyarankan Keluarga Bakrie segera menuntaskan kewajibannya. Toh, kata Dradjad, Bakrie cukup melego beberapa persen sahamnya saja. Dengan hanya menjual lima persen saham Bumi, duit yang bisa dikeruk Rp 5,8 triliun. Angka ini lebih dari cukup untuk menunaikan kewajiban Bakrie kepada warga korban bencana Lapindo. Kinilah saatnya untuk berbagi.

Heri Susanto, Bayu Galih

10 Orang Terkaya Indonesia Versi Forbes Asia
(dalam US$ miliar)

20062007
Sukanto Tanoto2,8Aburizal Bakrie & Keluarga5,4
Putera Sampoerna & Keluarga2,1 Sukanto Tanoto4,7
Eka Tjipta Widjaja & Keluarga2,0 Budi Hartono3,1
Rachman Halim & Keluarga1,8 Michael Hartono3,0
Budi Hartono & Keluarga1,4 Eka Tjipta Widjaja & Keluarga2,8
Aburizal Bakrie & Keluarga1,2 Putera Sampoerna & Keluarga2,2
Eddy W. Katuari & Keluarga1,0 Martua Sitorus2,1
Trihatma K. Haliman0,9 Rachman Halim & Keluarga1,6
Arifin Panigoro0,8 Peter Sondakh1,4
Liem Sioe Liong & Keluarga0,8Eddy W. Katuari & Keluarga1,3

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus