Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Bersih-bersih Kredit Macet UMKM

Perbankan bersiap menghapusbukukan kredit macet UMKM.  Tindakan ini bisa membantu UMKM, tapi berisiko terhadap modal bank.

20 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah akan mengizinkan bank menghapus kredit macet UMKM.

  • Bank BUMN selama ini tidak berani menghapus kredit macet UMKM.

  • Penghapusan kredit macet bisa berdampak pada permodalan bank.

JAKARTA – Perbankan nasional bersiap menghapusbukukan kredit macet segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sebagaimana yang direncanakan pemerintah serta tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, selaku bank penyalur kredit UMKM terbesar di Tanah Air, menyatakan dukungan terhadap rencana itu. Menurut Direktur Utama Bank BRI Sunarso, sejak 2021, perseroan telah mengusulkan kepada regulator untuk meninjau kembali ketentuan ihwal hapus buku dan hapus tagih (write off) kredit UMKM.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia berujar potensi penyaluran kredit dan pembiayaan UMKM sangat besar, tapi terhambat aturan peminjaman dan adanya kredit yang tidak terbayar. "Kami sebagai bank pemberdaya UMKM sekaligus perusahaan milik negara tidak berani menghapuskan kredit macet karena dapat masuk sebagai aset negara," ucapnya kepada Tempo, kemarin.

Guna memuluskan penghapusbukuan kredit macet UMKM, Sunarso mengimbuhkan, dibutuhkan skenario write off sebagaimana rencana pemerintah. "Untuk menambah kelincahan dan menumbuhkan kredit UMKM, masalah-masalah seperti kredit bermasalah itu harus kami selesaikan," kata Sunarso.

Pasal 251 UU PPSK menyebutkan kerugian yang dialami bank atau non-bank BUMN dalam melaksanakan hapus buku merupakan kerugian perusahaan masing-masing. Aturan itu juga mengatur kerugian yang timbul bukan termasuk kerugian keuangan negara, sepanjang dapat dibuktikan berdasarkan iktikad baik, sesuai dengan ketentuan hukum, dan mengacu pada prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

Menurut Sunarso, jumlah nasabah UMKM yang tercatat sebagai penunggak kredit dari berbagai program mencapai jutaan nasabah. "Ini merupakan sisa-sisa program zaman dulu. Kalau itu masih diperlakukan sebagai aset negara, bank tidak punya keleluasaan memberikan kredit." Dia yakin, jika kredit macet telah teratasi, bank akan lebih mudah menarik UMKM yang unbankable masuk sistem keuangan formal.

Pengunjung mengamati produk UMKM lokal yang dijual di Pasar Keliling Plesiran di Taman Lingkar Lokananta, Solo, Jawa Tengah, 14 Juli 2023. ANTARA/Maulana Surya

Dukungan dan kesiapan serupa disampaikan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, Rudi As Aturridha, mengatakan rencana penghapusbukuan sejalan dengan komitmen perseroan untuk mendukung segmen UMKM. 

Rencana penghapusbukuan kredit macet UMKM sebelumnya dilontarkan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Dia menuturkan, berdasarkan catatan pemerintah, jumlah debitor UMKM yang masuk kategori non-performing loan (NPL) alias macet mencapai 246.324 ribu debitor.

"Jumlah debitor yang masuk kolektabilitas dua ada 912.259 dan kolektabilitas lima ada 246.324 debitor," ujarnya. Kolektabilitas lima merupakan kolektabilitas terendah yang menunjukkan bahwa debitor telah menunggak pembayaran pokok atau bunga utang lebih dari 180 hari atau enam bulan.

Airlangga menyatakan pemerintah tengah menyiapkan aturan baru soal hapus buku dan hak tagih kredit macet UMKM dengan plafon di bawah Rp 350 juta. Ketentuan itu sebetulnya juga termuat dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, yang menyebutkan bank bisa melakukan hapus buku kredit macet jika kegiatan usahanya terancam.

Hapus buku dan hak tagih kredit hanya bisa dilakukan jika kredit tersebut telah direstrukturisasi serta melalui upaya penagihan yang optimal tapi tetap tidak terbayar. "Kriterianya akan dibahas dalam satu atau dua pekan ke depan untuk kemudian diturunkan menjadi peraturan pemerintah, turunan dari UU PPSK," kata Airlangga.

Baca juga: Jerat Kredit Macet Bank Perkreditan Rakyat

Membantu UMKM Bangkit Kembali

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia, Hermawati Setyorinny, menyatakan pelaku usaha menyambut baik rencana hapus buku kredit macet UMKM. Kebijakan ini, ucap dia, dibutuhkan untuk membantu keberlanjutan usaha. Apalagi program kredit usaha rakyat (KUR) mikro sudah dijamin oleh lembaga penjamin.

"Kebijakan ini dapat menghidupkan UMKM yang mati suri karena tidak mampu membayar pinjaman akibat pandemi Covid-19, ditambah krisis ekonomi global dan tren kenaikan harga," ujarnya.

Hermawati optimistis kebijakan ini akan memudahkan pelaku UMKM mendapat kredit atau pembiayaan kembali. Pasalnya, salah satu kendala UMKM untuk bangkit adalah tidak terpenuhinya syarat kelayakan catatan kredit ketika meminjam ke bank atau lembaga jasa keuangan lainnya.

"Hampir sebagian besar UMKM masih tercatat sebagai penunggak kredit dari sisa-sisa pinjaman KUR di masa pandemi, meski sudah direstrukturisasi dengan bunga yang rendah," kata dia.

Dalam analisis kredit selama ini, terdapat persyaratan wajib lolos Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP). SLIK memuat riwayat kredit calon debitor yang sering kali menjadi ganjalan dalam proses pengajuan kredit. "Karena itu, penghapusan buku kredit macet akan sangat membantu UMKM untuk bangkit dan bergairah mengajukan kredit lagi."

Dihapus tapi Tetap Ditagih

Pelaku UMKM membuat konten promosi produknya saat mengikuti pelatihan pemasaran melalui media sosial di Desa Pagutan, Kecamatan Batukliang, Praya, Lombok Tengah, NTB, 7 Juli 2023. ANTARA/Ahmad Subaidi

Pengamat perbankan yang juga mantan Assistant Vice President BNI, Paul Sutaryono, berujar hapus buku dan hak tagih kredit macet merupakan hal yang wajar di industri perbankan. Namun tindakan itu harus dilakukan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

"Sebaiknya kredit macet UMKM cukup dihapus buku, tidak hapus tagih. Ini merupakan upaya untuk memitigasi risiko aji mumpung," ujarnya. Dengan demikian, nasabah akan lebih berhati-hati dalam mengelola kredit dari mana pun sumbernya, termasuk bank.

Paul berpendapat, bagi UMKM, penghapusan kredit macet dapat membuat pelaku usaha kembali bergairah menjalankan bisnis setelah dihantam pandemi selama tiga tahun terakhir. Sedangkan bagi bank, hapus buku kredit macet akan membuat laporan keuangan menjadi positif.

Adapun posisi NPL kredit UMKM per April 2023 tercatat sebesar 3,84 persen, membaik dari posisi April 2022 sebesar 4,38 persen, dengan ambang batas aman 5 persen. "Tingkat NPL itu akan turun signifikan ketika rencana hapus buku dan tagih kredit UMKM terlaksana," kata Paul.

Berdampak pada Modal Bank

Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, mengungkapkan dampak kebijakan hapus buku dan hak tagih kredit UMKM sangat bergantung pada kebijakan setiap bank, khususnya perihal seberapa besar pencadangan yang dilakukan terhadap kredit UMKM. Jika sebuah bank telah melakukan pencadangan hingga 100 persen dari nilai kredit UMKM, jumlah kerugian menjadi minimal atau tidak ada sama sekali.

"Sebaliknya, apabila pencadangan di bawah 100 persen, penghapusbukuan akan timbul sebagai kerugian dan pada akhirnya menggerus modal bank," ucap Josua. Walhasil, dampak realisasi kebijakan ini terhadap perbankan nasional akan dilihat dari seberapa besar cakupan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang sudah disediakan jika kredit macet UMKM dihapusbukukan. "Jika CKPN belum menutupi itu, perlu diperhitungkan berapa besar kerugian yang bakal timbul."

Josua mengimbuhkan, kebijakan hapus buku dan hak tagih harus didefinisikan secara jelas karena keduanya memiliki perlakuan yang berbeda. Hapus buku hanya menghapus catatan dalam neraca bank dan tidak menghapus hak tagih bank terhadap kewajiban debitor. Dengan demikian, ada potensi pendapatan di kemudian hari apabila penagihan berhasil dilakukan.

"Catatan NPL tentu juga mempengaruhi bank dalam menyalurkan kredit. Bisa saja bank menjadi lebih selektif terhadap debitor yang mengalami NPL meski sudah dihapusbukukan," ucapnya.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan, dalam melakukan penghapusbukuan, perbankan harus memprioritaskan UMKM sektor produktif yang menyerap tenaga kerja besar. "Meski porsi kredit UMKM yang macet saat restrukturisasi sebenarnya kecil, efek positif dari penghapusbukuan sangat besar," tuturnya.

Demi keberlanjutan kebijakan, kata dia, skema ini perlu melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Karena sifatnya mendukung penyaluran kredit baru dan mendorong UMKM bangkit, anggaran hapus buku yang ditaksir berkisar Rp 6 triliun ini bisa diambil dari dana pencadangan kementerian/lembaga," ujar Bhima.

GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus