Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN atau Bappenas Ervan Maksum mengungkap rencana pengembangan kereta rel ringan alias light rail transit atau LRT Bali. Hal itu dijelaskan dalam acara diskusi bertajuk Strategi Green Financing Sektor Transportasi untuk Daya Saing Perkeretaapian Berkeadilan yang digelar virtual.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Di Bali ini untuk sampai ke bandara butuh waktu bisa 2-3 jam, dan masalah waktu itu menjadi mahal walaupun Bali itu kecil. Solusinya salah satunya menggunakan kereta untuk mempercepat, kita mengintroduksi LRT,” ujar dia dikutip dari akun YouTube Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada bernama Pustralugm pada Senin, 25 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ervan, Bali terkenal dengan pariwisata (tourism) yang terbagi beberapa klaster, ada yang di Jimbaran, Seminyak, Kuta, Nusa Dua, dan Sanur. Akses dari dan menuju ke bandara menjadi salah satu masalah, kata dia, padahal penumpang pesawat yang datang ke Bandara Ngurah Rai itu ada sekitar 58 ribu sehari, sehingga perlu dibangun LRT Bali.
Jika pun nanti dibangun, di Bali juga memiliki syarat di mana bangunan tidak boleh lebih tinggi dari pohon kelapa. Sehingga satu-satunya jalan adalah LRT Bali harus dibangun di bawah tanah.
“Ke bawah itu bisa 3 kali biaya daripada kalau dibangun di atas. Kita total saja misalnya dari Bandara Ngurah Rai itu Rp 5 triliun, karena lewat bawah mahal sekali padahal cuma sekitar 4,5-4,9 kilometer,” kata Ervan.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan mulai mematangkan rencana pengembangan LRT Bali. Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Mohamad Risal Wasal, memastikan lembaganya akan menajamkan desain teknis rencana proyek tersebut bersama mitra bisnis dari Korea Selatan.
"Kami kejar studi kelayakan (feasibility study/FS) LRT Bali agar selesai tahun ini sehingga pembangunannya bisa segera dimulai," ujar dia pada 2 Juni 2023 lalu.
Entitas asing yang digandeng untuk proyek ini adalah Korean National Railway (KNR), operator dan penyedia kereta api milik pemerintah Negeri Ginseng; serta Korea Overseas Infrastructure and Urban Development Corporation (KIND), yang terbiasa menyokong pendanaan proyek kemitraan antar pemerintah. Menurut Risal, Dinas Perhubungan Bali dan tim KNR sudah mengerjakan pra-FS atau studi awal LRT pada 2021,
Dari kajian itu, muncullah rencana pengembangan jalur kereta ringan sepanjang 9,46 kilometer yang akan dibangun dalam dua tahap. Fase pertama berupa jalur sepanjang 5,3 kilometer dari Bandara I Gusti Ngurah Rai ke area Central Park Kuta di Kabupaten Badung.
Sedangkan sisa 4,16 kilometer lainnya disambung ke Kelurahan Seminyak. Dari sejumlah diskusi, jalur itu direncanakan juga bakal tersambung sampai ke daerah Mengwi. "Proyeksi demand dan konsep teknis jalur tersebut akan tergambar dalam FS yang akan disusun," ucap Risal.
Proyek LRT Bali kembali mencuat setelah dibahas Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi ketika bertemu dengan petinggi KNR dan KIND di Korea Selatan pada 30 Mei lalu. Tak hanya soal LRT Bali, Budi pun membicarakan rencana kerja sama pembangunan fase keempat mass rapid transit (MRT) rute Fatmawati- Taman Mini Indonesia Indah.
Sesuai dengan hasil pertemuan, Risal menyebutkan studi kelayakan dan pembangunan fase pertama LRT Bali akan didanai melalui pinjaman atau official development assistance (ODA) dari pemerintah Korea Selatan. Pembiayaan fase berikutnya bakal ditanggung dengan skema kemitraan pemerintah dan badan usaha (KPBU). Proyek ini akan berbasis jalur bawah tanah.
"Jalur layang akan sulit (dikembangkan di Bali). Jadi, paling aman dibuat underground,” kata Risa.
Sebelum Kementerian Perhubungan turun tangan, gagasan pembangunan LRT Bali merupakan inisiasi PT Angkasa Pura I (Persero). Kala itu, operator bandara tersebut ingin membangun jalur LRT untuk membawa penumpang dari Bandara I Gusti Ngurah Rai menuju Kuta.
Di sana terdapat aset milik perseroan. Merujuk pada keterangan di situs web resmi Dinas Perhubungan Bali pada akhir Januari 2020, Angkasa Pura I disebut sudah mengikat kesepahaman dengan perusahaan asal Korea Selatan.
MOH KHORY ALFARIZI | YOHANES PASKALIS