Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono berharap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan serius menanggulangi kemiskinan dan penguatan daya beli masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yusuf mengatakan pemerintah mesti fokus pada dua kebijakan utama, yaitu pemberdayaan ekonomi melalui Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan penciptaan lapangan kerja. “Selayaknya penanggulangan kemiskinan dan penguatan daya beli masyarakat berfokus pada 2 kebijakan utama,” kata Yusuf saat dihubungi pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo Subianto dalam pemerintahannya resmi membentuk Badan Pengentasan Kemiskinan. Prabowo menunjuk Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional dalam Pilpres 2024 Budiman Sudjatmiko untuk memimpin badan ini.
Usai dilantik pada Selasa 22 Maret 2024, Budiman mengatakan orang miskin harus diberdayakan. Sementara, kelompok yang terancam miskin harus diselamatkan.
“Siapa yang terancam miskin? Ya mungkin pekerja-pekerja pabrik yang melakukan mekanisasi, digitalisasi, robotisasi ter-PHK. Atau mereka menjadi korban bencana alam, atau ya akibat-akibat mekanisasi banyak sekali perusahaan-perusahaan yang bangkrut, segala macam," kata Budiman.
Menurut dia, kemiskinan itu terjadi karena kurang pendapatan, akses, dan aset. Karena itu, pengentasan kemiskinan bukan sekadar menyebuhkan gejalanya saja. “Bukan sekadar ngasih uang tunai, tapi pembedayaan, pembangunan, inklusif. Mulai dari sektor industri, juga kebijakan investasi,” kata dia.
Selanjutnya baca: Fokus pengentasan kemiskinan via pemberdayaan UMKM dan lapangan kerja
Yusuf yang juga pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu mengatakan pemerintah mesti fokus di sektor pertanian dalam memberdayakan ekonomi rakyat karena masih menjadi tumpuan 28,4 juta rumah tangga di seluruh Indonesia. Namun, dalam 10 tahun terakhir, jumlah petani gurem atau yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar justru bertambah.
Ia mengatakan jumlah petani gurem bertambah dari 14,25 juta rumah tangga pada 2013 menjadi 16,89 juta rumah tangga pada 2023. “Fokus utama pemberdayaan ekonomi rakyat seharusnya adalah di sektor pertanian,” kata dia.
Sementara itu, ia mengatakan pemerintah juga mesti fokus dalam menciptakan lapangan kerja formal yang berkualitas karena semakin terbatas. Dalam dekade terakhir, kata dia, daya saing industri padat karya semakin melemah.
“Bahkan kini telah terjadi gelombang PHK massal seiring tutupnya pabrik-pabrik tekstil hingga alas kaki,” kata dia.
Menurut dia kondisi ini karena investasi yang masuk ke Indonesia lebih banyak mengalir ke sektor ekstraktif seperti hilirisasi tambang. Padahal sektor ini padat modal dan minim menyerap tenaga kerja.
Dia mencontohkan, pada 2013 setiap Rp1 triliun investasi bisa menyerap 4.594 tenaga kerja. Namun, pada 2023 setiap Rp1 triliun hanya mampu menyerap 1.285 tenaga kerja. “Kita harus mendorong industrialisasi, bukan hilirisasi tambang,” kata Yusuf.
Karena itu, kata dia, lemahnya pemberdayaan ekonomi rakyat dan penciptaan lapangan kerja dalam 10 tahun terakhir membuat lambat penanggulangan kemiskinan.
Dia berharap Prabowo bisa menunjukkan keberpihakannya pada masyarakat miskin dengan mendorong kebijakan afirmatif. Cara ini bisa memberdayakan rakyat miskin, membuka akses pada kapital. “Tidak seharusnya penanggulangan kemiskinan diselesaikan secara sederhana hanya dengan pemberian bansos,” kata dia.
Selain itu, Yusuf juga berharap Prabowo mengambil langka untuk mereforma aset, terutama reforma agraria. Menurut dia, aset produksi sangat penting bagi rakyat. “Karena tanah adalah aset produksi terpenting bagi rakyat miskin dimana mereka menggantungkan penghidupan mereka,” kata dia.