Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengungkapkan total tunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan sekitar 2.000 perusahaan di DKI Jakarta kini mencapai Rp1,1 Triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahmad Hafiz, Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta menyatakan hal tersebut di sela-sela acara pembinaan perusahaan penunggak iuran BPJS di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Rabu 5 Desember 2018.
"Ya, bukan nakal lah, tidak patuh. Totalnya Rp1,1 Triliun tunggakan yang terjadi di DKI [Jakarta]. Dari awal 2015 kalau tidak salah," ujar Hafiz.
Dia mengungkapkan perusahaan di Jakarta yang menunggak iuran BPJS tersebut akan diserahkan di Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri untuk diberi pembinaan. Tetapi, nantinya akan diproses secara hukum bila masih belum membayar juga.
"Bertahap kita serahkan ke Kejati DKI. Ada juga yang ke Kejari ya ada 2000 perusahaan. Kejati ada 80 perusahaan," kata Hafiz.
Hafiz menyebut dari 80 perusahaan yang diserahkan ke Kejati DKI, hari ini 64 perusahaan telah hadir memenuhi panggilan.
Hafiz berharap pembinaan ini bisa memfasilitasi perusahaan-perusahaan "nakal" tersebut untuk bisa membayar saat itu juga, atau paling tidak kembali membayar iuran secara bertahap.
"Jadi pemerintah memang memberikan atensi yang luar biasa kepada BPJS Ketenagakerjaan melalui Kejati. Ayo kita buat kegiatan yang masif, tapi tetap smooth lah kita arahkan ke pembinaan," tambahnya.
Perusahaan penunggak iuran BPJS ini telah dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu lancar, tersendat, ragu-ragu, dan macet. Hafiz menyebut separuh dari perusahaan-perusahaan ini termasuk dalam kategori macet.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Kepala Kejati DKI Jakarta Pathor Rohman menjelaskan sanksi yang bisa menjerat perusahaan nakal ini. Tetapi Pathor menggarisbawahi, Kejati akan lebih mengedepankan pembinaan untuk perusahaan penunggak tersebut.
"Perusahaan yang tidak patuh, akan dikenakan sanksi administratif, denda Rp1 miliar, dan kurungan 8 tahun. Tapi saya kira kita tidak mengedepankan itu," katanya.
"Bayangkan, sanksi administratif itu tidak gampang, tidak ringan. Dia akan tertutup izin usahanya, izin memasukkan tenaga kerjanya, banyak sekali, izin ikut tender juga, itu dia akan dibatasi," tambah Pathor.
Sebelumnya, Kejati DKI Jakarta sepanjang tahun 2018 telah menerima permohonan selaku kuasa hukum dari BPJS kesehatan kanwil DKI sebanyak 81 Surat Kuasa Khusus (SKK) untuk melaksanakan upaya penegakkan hukum pada perusahaan penunggak iuran BPJS.
Angka tunggakan beberapa perusahaan diketahui cukup besar dengan rata-rata di atas Rp50 juta sampai yang tertinggi Rp5 miliar. Sehingga kegiatan itu diharapkan dapat meminimalisir iuran tunggakan para debitur BPJS.