Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Serikat pekerja kereta api mempersoalkan dampak masalah LRT Jabodebek terhadap kondisi keuangan PT KAI.
Para karyawan mendesak PT KAI meminta audit atas proyek LRT Jabodebek.
Beban keuangan PT KAI tak hanya dari biaya tambahan, tapi juga potensi pemasukan yang hilang.
KENDALA operasional light rail transit Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (LRT Jabodebek) berulang kali diungkit Ketua Umum Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) Edi Suryanto ketika bersamuh dengan anggota direksi PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI. Dia mengungkapkan kekhawatiran lebih dari 20 ribu pekerja tetap KAI mengenai ancaman baru terhadap keuangan perseroan akibat beban yang ditimbulkan oleh pengoperasian kereta ringan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kekhawatiran para karyawan tersebut didasari berbagai kendala pada LRT Jabodebek kendati belum genap tiga bulan beroperasi. “Masalah operasi ini akan mengganggu arus kas dalam jangka menengah atau panjang, termasuk biaya kepegawaian,” ucap Edi kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masalah teranyar LRT Jabodebek adalah keausan roda yang membuat 17 dari 31 rangkaian kereta sonder masinis itu harus masuk bengkel selama sebulan terakhir. Dari penelusuran Tempo dan dokumen evaluasi yang disusun oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, roda sepur ringan diduga terkikis akibat ketidakcocokan desain rel lengkung pendek LRT Jabodebek dengan ketentuan teknis dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012.
Untuk memuluskan laju kereta di atas rel berjenis 1.435 milimeter (mm), sesuai dengan aturan tersebut, harus ada pelebaran hingga 20 mm di setiap jalur menikung yang radiusnya kurang dari 250 meter. Desain tikungan pendek LRT Jabodebek ditengarai tak sesuai dengan kewajiban tersebut sehingga terjadi pengikisan yang memperpendek umur roda. Selain harus membubut belasan rangkaian kereta ringan di sebuah depo di Bekasi, KAI memesan 1.000 unit roda baru dari PT Industri Kereta Api (Persero) atau Inka.
Kereta LRT melintas di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta, 7 November 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Para karyawan berkali-kali mengutarakan kekhawatiran mereka soal kondisi keuangan perusahaan. Saat berjumpa dengan Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum KAI Suparno di Jakarta pada 10 November 2023, Edi menyampaikan suara para anggota SPKA soal masalah perkeretaapian domestik, termasuk soal pengeluaran jumbo KAI untuk kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dan LRT Jabodebek.
Pembengkakan ongkos atau cost overrun LRT Jabodebek diketahui mencapai Rp 2,6 triliun. Karena peluncurannya tertunda beberapa tahun, nilainya mengembang dari Rp 29,9 triliun menjadi Rp 32,5 triliun. Nilai ini jauh di bawah cost overrun KCJB, sebesar US$ 723,58 juta atau sekitar Rp 10,8 triliun, yang ditanggung Indonesia setelah bernegosiasi dengan Cina. Namun serikat pekerja tetap risau akan biaya-biaya lain seputar kereta ringan. Penundaan operasi itu juga membuat KAI kehilangan potensi pendapatan pertama sekitar Rp 587,7 miliar—angka yang seharusnya didapat jika LRT bisa dikomersialkan sejak pertengahan 2022.
“Mungkin belum tahun ini. Tapi beban cost KAI akan naik menjelang masa tenggang pemenuhan pokok utang berakhir,” tutur Edi. “Setahu kami, tenggat pinjaman untuk LRT Jabodebek itu pada 2026 dan 2027.”
Sebelum diambil alih KAI di tengah jalan, LRT Jabodebek digagas dan digarap oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Akibat beban keuangan Adhi Karya, Presiden Joko Widodo menambah tugas KAI yang awalnya hanya operator, tapi kini sekaligus menjadi investor.
Melihat nilai proyek LRT Jabodebek saat ini—sebesar Rp 32,5 triliun—artinya KAI sudah beberapa tahun memburu pinjaman sindikasi sebesar Rp 22,3 triliun. Sisa biaya investasi itu ditambal oleh pemerintah lewat penyertaan modal negara dalam beberapa tahap senilai total 10,2 triliun.
Merujuk pada laporan keuangan KAI per 30 Juni lalu yang dimuat majalah Tempo edisi 20 November 2023, saat ini PT KAI masih terikat pinjaman sindikasi senilai Rp 18,76 triliun dari 13 bank. Pinjaman bertenor 17 tahun itu untuk pembiayaan LRT Jabodebek. “Jika pendapatan LRT terganggu, seperti sekarang, kami khawatir neraca KAI kesulitan membayar pinjaman ketika jatuh tempo,” kata Edi.
Gerbong LRT menuju Stasiun Jatimulya dari Stasiun Dukuh Atas, Jakarta, 7 November 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Desakan pembenahan masalah LRT kembali diungkit Edi ketika bertemu dengan Direktur Keselamatan KAI Sandry Pasambuna dalam acara hari ulang tahun SPKA ke-115 di Medan pada 14 November lalu. Saat itu Edi meminta manajemen mengusulkan audit total terhadap operasional LRT Jabodebek kepada Kementerian Perhubungan, baik soal sarana maupun prasarana. Pasalnya, klarifikasi Kementerian sejauh ini baru sebatas upaya perawatan roda LRT, tanpa pembahasan spesifik mengenai kelainan rel lengkung pendek.
Untuk menguatkan desakan ke pemerintah, kata Adi, SPKA melebur dengan serikat karyawan dari entitas anak KAI lain serta Inka. Tuntutan perihal masalah-masalah perkeretaapian domestik kini didengungkan oleh Federasi Serikat Pekerja Perkeretaapian (FSPP) yang terdiri atas SPKA, Serikat Pekerja Inka, serta dua forum yang masing-masing berasal dari PT KA Property Management dan PT Reska Multi Usaha atau KAI Services. Jika ditotal, federasi ini beranggotakan lebih dari 100 ribu pekerja.
Ketua Umum Serikat Pekerja Inka Rudy Handoko mengatakan organisasinya juga sudah berkumpul membahas tudingan soal kelemahan produk kereta dalam negeri, setelah masalah beruntun LRT Jabodebek. Menurut dia, semua pihak yang terlibat dalam proyek sepur ringan harus berkumpul dan mencari akar persoalan bersama-sama. “Yang penting duduk bersama dulu agar pernyataannya tidak saling beda. Jangan nanti manufaktur bilang apa, operator apa, lalu pihak lain juga,” ucapnya kepada Tempo.
Forum pekerja Inka ini menyatakan berani membawa pihak ketiga—bisa berupa konsultan atau perwakilan manufaktur asing yang mumpuni—untuk membuktikan keandalan rangkaian LRT buatan Inka. Namun, berbeda dengan SPKA, Rudy berucap organisasinya belum bertemu lagi dengan manajemen Inka untuk membahas isu tersebut.
Sampai berita ini ditulis, manajemen KAI belum menggubris upaya permintaan konfirmasi Tempo mengenai beban keuangan akibat masalah LRT Jabodebek. Pekan lalu, Vice President Public Relations KAI Joni Martinus hanya mengkonfirmasi soal adanya alokasi biaya baru untuk perbaikan 17 rangkaian sepur ringan yang sedang masuk bengkel. Namun dia tak menjawab soal besaran ongkos tersebut. “Ada biaya maintenance bubut roda,” katanya.
Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia Aditya Dwi Laksana mengatakan pengadaan dan pembubutan sudah masuk dalam rencana anggaran wajib KAI, mengingat banyaknya aset yang dikelola perseroan. Yang jadi masalah, biaya pembubutan terlalu cepat dikeluarkan oleh KAI untuk LRT Jabodebek yang baru menempuh perjalanan sekitar 20 ribu kilometer—termasuk jarak tempuh di masa pengujian. Pembiayaan dini inilah yang bisa menekan kas perseroan. “Selain potential loss, ada additional cost,” katanya.
Anggota Komisi Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat Suryadi Jaya Purnama berniat menanyakan langsung opsi jalan keluar masalah LRT Jabodebek kepada Kementerian Perhubungan dalam agenda rapat terdekat. Bila jawaban persoalan ini belum bisa diuraikan, dia akan meminta audit perihal dampak teknis, keselamatan, dan finansial dari rentetan masalah LRT Jabodebek.
Selain menyertakan pemangku kepentingan utama, pemeriksaan itu bisa melibatkan profesional, perwakilan masyarakat, serta auditor resmi seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. “Akan saya bahas dalam agenda bersama Kemenhub dan KAI berikutnya. Perlu ada audit supaya kita tidak saling menduga siapa yang salah.”
YOHANES PASKALIS | MAJALAH TEMPO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo