Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kabar mengenai penggunaan bahan pengawet kosmetik dalam roti Aoka dan Okko telah menggemparkan masyarakat Indonesia beberapa hari ini. Berdasarkan laporan yang beredar, kedua merek roti kemasan ini diduga menggunakan sodium dehydroacetate untuk menjaga keawetan produk mereka, bahkan setelah melewati masa kedaluwarsa. Namun, produsen roti Aoka dan Okko dengan tegas membantah klaim tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PT Indonesia Bakery Family, produsen roti Aoka, melalui Kemas Ahmad Yani, Head of Legal, menegaskan bahwa roti buatan mereka tidak menggunakan sodium dehydroacetate. Menurutnya, 16 produk roti Aoka telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang menunjukkan keamanan produk tersebut dari segi bahan baku dan formula yang digunakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, PT Abadi Rasa Food, yang memproduksi roti Okko, juga membantah keras penggunaan bahan pengawet kosmetik dalam produk mereka. Jimmy, pengelola pabrik PT Abadi Rasa Food, menjelaskan bahwa keawetan roti Okko tidak terkait dengan penggunaan sodium dehydroacetate, melainkan karena proses produksi yang sangat higienis dan menggunakan kemasan yang steril, sebagaimana standar internasional yang ketat.
Namun, penemuan ini bermula dari uji laboratorium yang dilakukan oleh Paguyuban Roti dan Mie Ayam Borneo (Parimbo) terhadap sampel roti Aoka dan Okko. Hasil uji dari laboratorium SGS Indonesia menunjukkan bahwa sampel roti Aoka mengandung sodium dehydroacetate sebanyak 235 miligram per kilogram, sedangkan roti Okko mengandung 345 miligram per kilogram. Namun, hasil uji yang dilakukan BPOM menghasilkan hasil yang berbeda, di mana mereka tidak mendeteksi keberadaan bahan pengawet kosmetik tersebut dalam kedua produk tersebut.
Emma Setyawati, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, menyatakan bahwa BPOM telah melakukan pengujian berbasis risiko beberapa kali dan tidak menemukan adanya sodium dehydroacetate dalam roti Aoka dan Okko. Dia juga menegaskan bahwa BPOM selalu melakukan pengawasan dan pengujian secara acak terhadap produk makanan yang beredar di pasaran untuk memastikan keamanannya.
Kontroversi ini semakin membingungkan masyarakat, karena ada perbedaan hasil uji antara laboratorium independen dengan BPOM. Para produsen dan pihak terkait sepakat bahwa kebersihan dalam proses produksi menjadi kunci utama dalam menjaga keawetan produk, tanpa bergantung pada bahan pengawet yang kontroversial.
Dalam konteks ini, kekhawatiran terhadap keamanan konsumen harus menjadi prioritas utama, dengan memastikan transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Masyarakat diharapkan untuk lebih selektif dan kritis terhadap produk yang mereka konsumsi, serta selalu memeriksa label dan izin edar dari lembaga yang berwenang sebelum membeli produk makanan kemasan.
Kasus roti Aoka dan Okko ini juga menunjukkan pentingnya kolaborasi antara pihak produsen, BPOM, dan lembaga uji independen untuk memastikan keamanan pangan yang lebih baik di Indonesia. Dengan demikian, transparansi dan kepercayaan publik terhadap produk-produk makanan dapat terjaga dengan baik, demi kesehatan dan keselamatan konsumen.
KARUNIA PUTRI | ANDIKA DWI
Pilihan editor: Pengusaha Roti di Cina dan Jepang Heran Ada Roti yang Tidak Berjamur