Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini Rabu, 3 Juli 2024 masih akan ditutup melemah. "Mata uang rupiah fluktuatif, namun ditutup melemah di rentang Rp 16.380 - Rp 16.470," kata dia dalam analisis rutinnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Selasa kemarin, nilai tukar rupiah ditutup melemah 75 poin menjadi Rp 16.396 per dolar AS. Sedangkan pada hari sebelumnya, kurs rupiah terhadap dolar AS tercatat pada level Rp 16.321.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ibrahim mengatakan, indeks dolar kembali stabil terhadap mata uang lainnya, setelah pulih dari pelemahan tipis pada Senin. Dia menilai, dolar AS mengalami sedikit pelemahan pekan lalu karena para pedagang menaikkan taruhan mereka terhadap penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada September. "Namun, sejumlah pejabat The Fed menyatakan bahwa bank sentral memerlukan lebih banyak kepercayaan diri dalam mengendalikan inflasi sebelum memangkas suku bunga," kata Ibrahim dalam analisis rutinnya pada Selasa.
Dari dalam negeri, ada sentimen kinerja Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia turun ke level 50,7 pada Juni 2024. Pada bulan sebelumnya, kinerja PMI manufaktur Indonesia berada di angka 52,1. Meski alami perlambatan ekspansi, namun industri manufaktur nasional masih menunjukkan kondisi ekspansif yang mampu dipertahankan selama 34 bulan berturut-turut hingga Juni 2024.
Ibrahim menambahkan, sektor industri saat ini sudah masuk ke kondisi mengkhawatirkan. "Para pelaku industri menurun optimismenya terhadap perkembangan bisnis mendatang," kata dia.
Dia menjelaskan bahwa sejalan dengan laporan dari perusahaan penyedia analisis dan informasi keuangan S&P Global, manufaktur nasional kehilangan momentum pada Juni 2024 lantaran beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain kenaikan output, permintaan baru, hingga penjualan yang melambat.
Pada akhirnya, membuat level PMI manufaktur Indonesia bulan lalu mengalami penurunan mendalam. "Kondisi tersebut mempengaruhi kepercayaan diri industri terhadap kondisi output 12 bulan mendatang yang belum bergerak dari posisi terendah dalam 4 tahun pada Mei lalu, sekaligus salah satu yang terendah dalam rekor," kata Ibrahim.