Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bertumpu pada Realokasi Anggaran

Tambahan anggaran kesehatan mengandalkan realokasi dan refocusing anggaran belanja pemerintah pusat dan daerah.

24 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penyesuaian kebutuhan anggaran banyak terjadi pada awal tahun.

  • Tambahan anggaran mengandalkan dana SILPA.

  • Pembiayaan lainnya berasal dari pembelian surat berharga negara (SBN) oleh bank sentral.

JAKARTA — Anggaran belanja sektor kesehatan menjadi prioritas pemerintah pada 2021. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan pemerintah mengupayakan tambahan anggaran kesehatan sebesar Rp 130 triliun dengan mengandalkan kebijakan realokasi dan refocusing anggaran belanja pemerintah pusat dan daerah. “Kami melakukan kombinasi keduanya sesuai dengan postur dan kebutuhan penggunaan anggaran,” ujar Askolani, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan perhitungan Kementerian Keuangan, porsi anggaran yang harus dipenuhi melalui realokasi dan refocusing belanja pemerintah pusat adalah Rp 88 triliun. Sedangkan Rp 42 triliun sisanya ditanggung oleh daerah dengan mengutak-atik anggaran transfer ke daerah dan dana desa. “Kami berupaya memberikan dukungan secara komprehensif, dari kebutuhan vaksinasi, penanganan pasien, pembelian peralatan medis, sampai insentif untuk tenaga kesehatan,” ucap Askolani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kebutuhan belanja kesehatan memang diproyeksi membengkak karena adanya sejumlah penyesuaian kebijakan strategis, khususnya terkait dengan program vaksinasi dan penanganan Covid-19. Saat ini alokasi anggaran kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 mencapai Rp 176,3 triliun atau naik 177,6 persen dibanding realisasi anggaran kesehatan pada 2020 sebesar Rp 63,5 triliun.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengungkapkan bahwa total anggaran transfer ke daerah dan dana desa yang akan digunakan untuk penanganan pandemi secara keseluruhan mencapai Rp 54,7 triliun. “Sebagian besar untuk penanganan kesehatan dan pelaksanaan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), serta posko-posko di desa dan kelurahan,” kata dia.

Prima mencontohkan insentif tenaga kesehatan di daerah yang jumlahnya sekitar Rp 9,6 triliun. Dari angka itu, sebesar Rp 1,9 triliun merupakan carry over dari anggaran tahun lalu.

Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, mengatakan, secara keseluruhan, anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan penanganan Covid-19 tahun ini telah meningkat 21 persen dibanding realisasi anggaran tahun lalu. Pemerintah memperkirakan penyesuaian kebutuhan anggaran tambahan memang akan banyak terjadi pada awal tahun, tapi ke depan diharapkan mulai melandai. “Untuk membiayai kebutuhan tambahan ini, kami juga mengandalkan dana SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran), selain realokasi dan refocusing.”

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo di Jakarta, 21 November 2019. TEMPO/Tony Hartawan

Pembiayaan akan dilakukan dengan hati-hati untuk mengelola defisit APBN tetap sehat serta sesuai dengan target yang diharapkan. “Jadi, dalam melakukan refocusing dan penghematan, arahannya adalah defisit tidak boleh melebihi dari yang sudah ditetapkan di APBN 2021, sekitar Rp 1.006 triliun,” ujar Kunta. Adapun sumber pembiayaan lain yang dapat dimanfaatkan adalah pembiayaan lunak dari Bank Indonesia melalui pembelian surat berharga negara (SBN).

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan komitmen lembaganya untuk turut berpartisipasi kembali membiayai APBN tahun ini. Hingga 16 Februari 2021, Bank Indonesia tercatat telah melakukan pembelian SBN dari pasar perdana sebesar Rp 40,77 triliun. “Kami akan melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana untuk membantu kebutuhan pembiayaan APBN,” kata Perry.

Dia merinci total pembelian SBN tersebut terdiri atas Rp 18,16 triliun melalui mekanisme lelang utama dan sebesar Rp 22,61 triliun melalui mekanisme greenshoe option atau lelang tambahan. Hal itu berpijak pada keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia untuk melakukan burden sharing pada 16 April 2020 yang kembali diperpanjang hingga 31 Desember 2021. Sepanjang tahun lalu, bank sentral telah membeli SBN dari pasar perdana sebesar Rp 473,42 triliun untuk mendanai APBN 2020.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menuturkan risiko pengelolaan fiskal menjadi konsekuensi yang perlu diwaspadai ketika pemerintah melakukan refocusing dan realokasi anggaran. “Ini bukan hal yang mudah karena setiap kementerian dan lembaga harus memenuhi satu indikator kinerja sebagai output, sehingga sulit untuk menurunkan proporsi anggarannya,” ucapnya.

Namun, di sisi lain, kondisi dilema membayangi jika pemerintah tak melalukan realokasi dan refocusing anggaran, sehingga defisit APBN 2021 berpotensi semakin lebar. “Mau tidak mau burden sharing dengan Bank Indonesia masih harus dilakukan.” Opsi lain adalah berupaya mencari peluang-peluang untuk menggenjot penerimaan negara, baik dari bidang perpajakan maupun non-perpajakan.

GHOIDA RAHMAH
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus